Waket MPR Tegaskan Perlindungan Pekerja Migran Harus Terus Diperjuangkan

Waket MPR Tegaskan Perlindungan Pekerja Migran Harus Terus Diperjuangkan

Erika Dyah - detikNews
Rabu, 06 Jul 2022 22:52 WIB
MPR
Foto: Dok. MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat hadir dalam diskusi daring bertema 'Perjuangan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia' dari Forum Diskusi Denpasar 12. Ia menegaskan perlunya memperjuangkan perlindungan dan keadilan bagi PMI dalam rangka mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, khususnya melalui semangat persatuan dan dialog.

"Perlindungan warga negara mestinya mendapatkan tempat utama dalam setiap dinamika bernegara, termasuk terhadap para pekerja migran Indonesia," kata Lestari dalam keterangannya, Rabu (6/7/2022).

Perempuan yang akrab disapa Rerie ini menambahkan mekanisme perlindungan PMI sudah tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Hadirnya UU ini menegaskan perlindungan terhadap PMI merupakan tanggung jawab negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, ia menilai negara sering kali terkesan tidak hadir melindungi para pekerja saat menghadapi ragam permasalahan kasus yang melibatkan pekerja migran. Secara individu maupun kelompok pekerja, tambah Rerie, pekerja migran sering terabaikan dalam upaya menuntut kejelasan perlindungan atau jaminan.

Padahal hal tersebut telah diatur dalam skema perlindungan, baik dalam undang-undang maupun peraturan turunannya. Oleh karena itu, Rerie menegaskan perlindungan warga negara semestinya mendapat tempat utama dalam setiap dinamika bernegara.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan ini, ia turut mengingatkan pentingnya kehadiran Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) di dalam negeri. Diketahui persoalan ini tengah dalam proses legislasi, namun mandek di DPR.

Pandangan Pengamat & Aktivis soal Perlindungan PMI

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah berpendapat politik hukum di Indonesia dan negara tujuan belum sepenuhnya berpihak kepada para pekerja migran. Menurut Anis, sistem peradilan dalam setiap kasus pekerja migran sering kali tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Misalnya di Malaysia, ia menyebut urusan pekerja migran selalu mengedepankan pendekatan keamanan dan keimigrasian. Namun mengabaikan pendekatan kemanusiaan.

Akibatnya, jelas Anis, perlakuan yang diterima para pekerja migran lebih mirip praktik perbudakan. Sebab hak-hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap pekerja migran diabaikan.

Anis pun memandang pandemi dan kondisi ekonomi yang memburuk di sejumlah negara tujuan pekerja migran ikut memperburuk kondisi para pekerja migran. Baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, ia menekankan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk melindungi sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang sebagian besar perempuan.

Adapun salah satu langkah yang bisa dilakukan ialah upaya pemutakhiran data sebagai dasar perbaikan dan peningkatan pelayanan serta perlindungan pekerja migran. Anis juga menyarankan pendekatan G to G untuk mempercepat penuntasan masalah-masalah hukum dan keimigrasian.

Sementara itu, Koordinator Justice Without Border (JWB), Eva Maria Putri Salsabila mengungkap organisasinya mendukung para pekerja migran untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang belum dipenuhi para pemberi kerja.

Menurut Eva, upaya untuk mendampingi dan meningkatkan kemampuan para pekerja migran juga dilakukan dalam proses perjuangan memperoleh hak-hak para pekerja migran. Ia menilai pengembangan kapasitas tenaga garda depan pada masalah-masalah tenaga migran sangat penting. Terutama, kesadaran tenaga legal terkait hak-hak para tenaga migran di Indonesia dan negara tujuan.

Pandangan Politisi & Pakar Hukum soal Perlindungan PMI

Wakil Ketua DPW Jawa Timur Partai NasDem Bidang Migran, Maxixe Mantofa menambahkan carut marutnya penanganan PMI disebabkan masih adanya sejumlah aturan yang tumpang tindih, baik di tingkat pusat dan daerah. Menurut Maxixe, upaya pelatihan para calon pekerja migran harus disesuaikan dengan penempatan mereka. Hal ini berguna untuk menekan jumlah permasalahan yang dihadapi para pekerja.

Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan menilai hadirnya UU No. 18 tahun 2017 di satu sisi sebagai hal yang positif dalam upaya perlindungan pekerja migran. Kendati demikian, ia mengatakan pasal-pasal di dalam UU No. 18/2017 sesungguhnya saling berbenturan.

Misalnya, pada Pasal 13 yang mengatur tentang dokumen yang wajib dimiliki para pekerja migran, pada Pasal 13g menegaskan bahwa pekerja migran wajib miliki dokumen Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Namun, tegas dia, Pasal 49 Undang-undang itu mengamanatkan bahwa pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri terdiri atas badan, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia; atau perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia untuk kepentingan perusahaan sendiri.

Sejumlah pasal yang saling tumpang tindih itu, jelas Atang, menyebabkan terjadi disharmonisasi antar lembaga dalam praktik perlindungan pekerja migran.

Tanggapan dari Pihak Media

Diskusi ini turut dihadiri oleh para pelaku media yang turut menjadi penanggap, yakni wartawati Suci Sekarwati dan Maratun Nashihah. Maratun menilai upaya perlindungan pekerja migran harus dimulai dari tahap perekrutan dan pelatihan dalam proses pengiriman pekerja migran Indonesia. Menurutnya, negara harus benar-benar memperhatikan perlindungan PMI sebelum menyoroti negara lain.

Ia menegaskan sejumlah peraturan terkait perlindungan pekerja migran Indonesia memang sudah ada. Namun, realisasinya sangat tergantung pada pelaksanaan di lapangan.

Sementara itu, Suci menyarankan para calon pekerja migran Indonesia agar dapat menempuh jalur legal untuk bekerja ke luar negeri. Sehingga bisa memperoleh perlindungan yang optimal.

Ia pun mengingatkan agar PMI tidak abai bila ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi oleh pemberi kerja. Salah satunya dengan mengambil tindakan segera agar masalahnya tidak berlarut-larut. Ia pun menyarankan agar para PMI diberi sejumlah penguatan. Baik dari sisi literasi administrasi dan hukum.

Senada, Jurnalis Senior Saur Hutabarat mengusulkan agar jaksa-jaksa di Kejaksaan Agung bisa berperan sebagai pengacara negara. Harapannya, mereka dapat melindungi para PMI yang mengalami tindak pidana sepihak di luar negeri. Saur juga berharap organisasi Justice Without Borders yang membantu penuntasan masalah-masalah perdata para pekerja migran bisa diberi penguatan dari sisi organisasi dan tenaga pengacara agar dapat memperluas cakupan perlindungan.

Simak juga video 'BP2MI Imbau Calon Pekerja Migran Tak Mudah Tergiur Calo':

[Gambas:Video 20detik]



(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads