Pemohon judicial review UU Mahkamah Konstitusi (MK) Allan Fatchan Gani Wardhana mengaku kecewa terhadap putusan MK. Meski demikian, Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menghormati putusan itu.
Allan menggugat Pasal 87 huruf b UU MK yang berbunyi:
Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang- Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun permohonan itu tidak diterima MK. Allan Fatchan Gani Wardhana mengaku kecewa.
"Kami menilai bahwa dengan dihapusnya ketentuan masa jabatan periodik Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU MK maka UU MK kemudian mengubahnya dengan penentuan usia pensiun 70 (tujuh puluh) tahun dengan keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun telah menghilangkan ruang evaluasi kepada Hakim Konstitusi yang dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia untuk menilai pelaksanaan tugas dan wewenang Hakim Konstitusi selama menjabat pada periode pertama," kata Allan Fatchan Gani Wardhana dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (20/6/2022).
Terkait dengan syarat minimal usia hakim MK yang dinaikkan dari 47 tahun menjadi 55 tahun, salah satu hakim memiliki pendapat berbeda. "Ke depan perlu ada peninjauan ulang terkait syarat usia minimal hakim MK yang harus diharmonisasi dengan syarat usia hakim Mahkamah Agung yakni 45 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung," ujar Allan Fatchan Gani Wardhana.
Allan Fatchan Gani Wardhana berkesimpulan bahwa masa jabatan hakim konstitusi aktif, tidak dapat diubah, dikurangi, ataupun ditambah melalui pembentukan ataupun perubahan undang-undang.
"Mempertahankan Pasal 87 huruf (b) Perubahan Ketiga Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang mengatur perpanjangan masa jabatan hakim MK yang sedang aktif akan melahirkan distorsi terhadap jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana telah ditentukan melalui Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Sebab, ketentuan tersebut bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari, bahwa jabatan hakim konstitusi yang sedang menjalankan tugasnya dapat diubah sewaktu-waktu atas dasar kepentingan dan motif politik tertentu dari pembentuk undang-undang," ucap Allan Fatchan Gani Wardhana.
Di permohonan lain, MK menghapus Pasal 87 ayat a UU MK yang berbunyi:
Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
"Namun demikian, agar tidak menimbulkan persoalan/dampak administratif atas putusan a quo, maka Ketua dan Wakil Ketua MK yang saat ini menjabat dinyatakan tetap sah sampai dengan dipilihnya Ketua dan Wakil Ketua MK sebagaimana amanat Pasal 24C ayat 4 UUD 1945. Oleh karena itu, dalam waktu paling lama 9 bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar hakim MK Enny Nurbaningsih.
Berikut ini daftar masa jabatan hakim MK saat ini:
1. Anwar Usman sampai 6 April 2026
2. Aswanto sampai 21 Maret 2029.
3. Arief Hidayat sampai 3 Februari 2026
4. Wahiduddin Adams sampai 17 Januari 2024
5. Suhartoyo sampai 15 November 2029
6. Manahan Sitompul sampai 8 Desember 2023
7. Saldi ISra sampai 11 April 2032
8. Enny Nurbaningsih sampai 27 Juni 2032
9. Daniel Pancastaki sampai 15 Desember 2034