Bahwa pada tanggal 16 Februari 1981 PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd mengajukan permohonan kepada PJKA untuk melepaskan hak atas tanah seluas 34.776 m2 (lahan B) yang merupakan bagian dari tanah seluas 73.352 m2 yang di atasnya berdiri bangunan rumah dinas yang dihuni oleh pegawai dan para pensiunan, dengan akan memberikan imbalan/kompensasi berupa bangunan sejumlah 288 rumah baru bagi karyawan aktif, memindahkan 277 Kepala Keluarga PJKA yang sekitar 80 % pensiun dengan memberikan perumahan yang layak atau ganti rugi yang pantas;
Bahwa sebagaimana Surat Menteri Keuangan yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan dengan Surat Nomor S.1378/MK.011/1981 tanggal 30 November 1981 dikatakan bahwa Menteri Keuangan tidak menyetujui pelepasan hak atas tanah PJKA dengan cara ruilslag dengan pihak swasta karena bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1980 tanggal 1980 dan menyetujui pelepasan hak atas tanah PJKA dengan cara ganti rugi dengan syarat: tidak merugikan PJKA, penentuan batas minimum ganti rugi dengan melalui pembentukan Tim Penilai, penentuan harga minimum harus mendapat persetujuan Menteri Perhubungan, hasil ganti rugi diperuntukkan bagi pembangunan rumah karyawan, renovasi perbaikan dan pengosongan rumah-rumah;
Bahwa sebagai tindak lanjut dari Surat Menteri Keuangan tersebut, Menteri Perhubungan memberitahukan kepada PJKA tanggal 6 Februari 1981 yang pada intinya Departemen Keuangan menyetujui pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 m2 dengan ganti rugi. Departemen Perhubungan setuju menerima imbalan ganti rugi yang ditawarkan PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd;
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahwa berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri/Dirjen Anggaran Nomor 5936/2151/Agr tanggal 19 Mei 1982 yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Sumatera Utara dengan mengacu kepada PP Nomor 8 Tahun 1953 terhadap penyerahan tanah PJKA kepada Menteri Dalam Negeri dan setelah tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung Negara, barulah kemudian Pemda Medan mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Dirjen Agraria melalui Kantor Agraria Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Surat Walikota Medan tanggal 15 Juni 1982 yang ditujukan kepada Kepala PJKA bahwa mengenai pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 m2 akan dibuat Akta Pelepasan Hak dari PJKA kepada Menteri Dalam Negeri di depan Notaris setempat kemudian tanah tersebut akan dimohonkan HPL atas nama Pemerintah Kota Medan;
Bahwa dengan Akta Pernyataan Penanggalan Hak-hak Atas Tanah dan Bangunan Nomor 47 tanggal 25 Agustus 1982 PT KAI (dahulu PJKA) menanggalkan hak atas tanah dan bangunan seluas 34.779 m2 dari seluas tanah keseluruhan 73.352 m2 kepada Pemerintah Kota Medan;
Bahwa hasil dari penanggalan lahan tanah PT KAI tersebut kemudian lahir HPL Nomor 1 seluas 2.200 m2, HPL Nomor 2 seluas 26.620 m2 dan HPL Nomor 3 seluas 5.959 m2 masing-masing atas nama Pemerintah Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Akta Notaris Agus Salim di Medan Nomor 36 tanggal 17 November 1982 tentang Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Akta Nomor 47 antara Walikota Medan (Rangkuti untuk dan atas nama Pemerintah Kota Medan) sebagai Pihak Pertama dan Soekirlan Kepala PJKA Eksploitasi Sumut bertindak untuk dan atas nama Kepala Balai Besar PJKA Bandung sebagai Pihak Kedua mengadakan perjanjian dengan isi pada pokoknya:
-Pemerintah Kota Medan akan menyediakan pemukiman baru berupa rumah dinas PJKA yang berjumlah 228 rumah, satu sekolah TK di atas tanah seluas 39.629 m2 di atas tanah Negara yang dikuasai PJKA yang terletak di Jalan Veteran dan sekitarnya, rumah dinas pegawai PJKA berjumlah 60 rumah yang akan dibangun di atas tanah Negara yang dikuasai PJKA terletak di Jalan Cemara yang ditaksir bangunan dan fasilitas tersebut senilai Rp3.677.197.000,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) termasuk pula biaya pengosongan;
-Bahwa sebagai pelaksana pembangunan perumahan dan fasilitas sebagaimana di atas telah disepakati akan dilaksanakan oleh PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Akta Perjanjian tentang Pemberian Persetujuan Untuk Memperoleh Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Nomor 37 tanggal 17 November 1982 antara Pemerintah Kota Medan dengan PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd yang isinya:
-Pemberian HGB atas nama PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd di atas HPL atas nama Pemerintah Kota Medan
-PT Inanta Timber & Trading Coy harus menyelesaikan pembangunan rumah untuk PJKA sesuai Akta Nomor 36 tanggal 17 November 1982;
Bahwa ternyata dalam perjalanan perjanjian tersebut PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd tidak sanggup melaksanakan isi perjanjian, karena nilai kompensasi terlalu besar dan permohonan keringanan harga tidak disetujui Menteri Perhubungan sebagaimana Surat Menteri Perhubungan tanggal 21 Oktober 1985;
Bahwa selanjutnya atas persetujuan PJKA dalam Surat Nomor KA/UM/43731/89 tanggal 2 November 1989 hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy sebagaimana Akta Nomor 37 dialihkan kepada PT. Bonauli Real Estate dengan Akta Pengalihan Hak dan Kuasa Nomor 238 tanggal 19 Desember 1989;
Bahwa dengan beralihnya hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd kepada PT. Bonauli Real Estate maka dibuatlah Akta Perubahan Atas Akta Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak atas Tanah dan Bangunan Nomor 171 tanggal 30 Maret 1990 antara Pemerintah Kota Medan dan PJKA yang merubah Akta Nomor 36 serta dibuat juga Akta Perubahan atas Akta Perjanjian tentang Persetujuan untuk memperoleh Hak Guna Bangunan atas Tanah Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Nomor 172 tanggal 30 Maret 1990;
Bahwa dalam Akta Nomor 171 dan Akta 172 terjadi perubahan mengenai hak dan kewajiban Pemerintah Kota Medan serta PT Bonauli Real Estate kepada PJKA yang semula dalam Akta Nomor 36 dan 37 pembangunan rumah dinas PJKA dan fasilitas lainnya akan dibangun di lahan B, tetapi dalam Akta Nomor 171 dan 172 pembangunan akan dilakukan di lahan PJKA di lahan A dan C;
Bahwa pada bulan Juli 1994 keluar 3 (tiga) Sertifikat HGB Nomor 1147, Nomor 1150 dan Nomor 1151 atas nama PT Bonauli Real Estate, meskipun kewajiban membangun Rumah Dinas dan fasilitasnya sebagaimana Akta 171 dan 172 belum dilaksanakan;
Bahwa tanpa sepengetahuan PJKA dan sepersetujuan Pemerintah Kota Medan ternyata PT. Bonauli Real Estate mengalihkan hak dan kewajibannya kepada PT. Arga Citra Kharisma dengan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 23 tanggal 9 September 2002 antara PT Bonauli Estate dengan PT Arga Citra Kharisma, serta Akta Perjanjian dan Pernyataan Nomor 17 tanggal 9 September 2002;
Bahwa selanjutnya PT. Bonauli Real Estate mengalihkan peralihan hak dan kewajiban kepada PT. Agra Citra Kharisma (PT ACK) sebagaimana Akta Jual Beli tanggal 11 Agustus 2004 dimana persetujuannya untuk pengalihan tersebut baru disetujui Pemerintah Kota sebagaimana Surat Walikota Medan Drs. H. Abdillah Ak pada tanggal 31 Maret 2004;
Bahwa dengan pengalihan tersebut HGB Nomor 1147 dan HGB 1151 kemudian beralih kepada PT. Agra Citra Kharisma, meskipun jangka waktu HGB tinggal 10 tahun (berakhir tahun 2014);
Bahwa dalam pengalihan hak dan kewajiban antara PT. Bonauli Timber & Trading Coy Ltd kepada PT. Arga Citra Kharisma dalam perjanjian termuat pernyataan "Sehubungan dengan dilaksanakan pengikatan jual beli antara kedua belah pihak maka segala hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh PT. Bonauli Real Estate terhadap Pemerintah Kota Medan dan PJKA dengan sendirinya beralih dari pihak pertama kepada pihak kedua";
Bahwa selain termuat dalam perjanjian, mengenai pengalihan hak dan kewajiban telah pula ditegaskan dalam pernyataan Dharmawan Wijaya, pemegang kuasa dari PT. Arga Citra Kharisma dalam suratnya tanggal 22 Mei 2003 yang dicatatkan pada Notaris Henry Chong, SH Nomor 1028/Leg/M/2004 bahwa segala kewajiban PT. Bonauli Real Estate kepada Pemerintah Kota dan PJKA menjadi tanggung jawab PT. Arga Citra Kharisma;
Bahwa telah terjadi pula kesepakatan sebagaimana Berita Acara Negosiasi tanggal 10 Februari 2004 antara PT. KAI/PJKA dengan PT. Bonauli Real Estate bahwa kompensasi kepada PT KAI akan diganti dengan uang tunai Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) dan kesepakatan tersebut telah disetujui Menteri BUMN sebagaimana surat tanggal 18 Oktober 2004 tentang penggantian kompensasi penghapusbukuan aktiva tetap PT. KAI/PJKA atas tanah B seluas 34.779 m2 sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) dengan tenggang waktu pembayaran paling lambat 1 (satu) tahun;
Bahwa akan tetapi semenjak perjanjian antara Pemerintah Kota dengan PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd yang kemudian beralih ke PT. Bonauli Real Estate dan terakhir kepada PT. Arga Citra Kharisma pembangunan rumah dinas dan fasilitasnya sebagaimana tertuang dalam Akta 36, 37, 171 dan 172 tidak dilaksanakan dan terakhir dengan kompensasi dalam bentuk ganti rugi sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) pun ternyata tidak dilaksanakan pula;
Bahwa justru yang terjadi setelah pengelolaan dipegang oleh PT. Arga Citra Kharisma, yang di dalam perjanjian yang diserahkan HPL kepada Pemko dan kemudian akan dikelola dengan memberikan HGB kepada PT. Arga Citra Kharisma sebatas lahan seluas 34.776 m2, akan tetapi secara tanpa hak dan melawan hukum PT. Arga Citra Kharisma melakukan pengosongan pada lahan A, C dan D di luar perjanjian;
Bahwa meskipun bangunan dengan fasilitasnya, ataupun wujud kompensasi telah berubah sebagaimana telah disetujui Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan sejumlah Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) ternyata tidak pernah laksanakan ataupun dibayar oleh PT. Arga Citra Kharisma, justru ternyata PT. Arga Citra Kharisma melalui Direktur Utamanya Handoko Lie memohon kepada Pemerintah Kota Medan untuk melakukan perpanjangan HGB terhadap lahan seluas 34.776 m2 tersebut;
Bahwa pada tanggal 12 Februari 2010 Pemohon Peninjauan Kembali selaku Walikota Medan menyetujui permohonan perpanjangan HGB atas nama PT Agra Citra Kharisma (PT ACK), kewenangan tersebut didasarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Atas Bagian Tanah HPL pada Pasal 1 butir 1 yang mengatakan: "Persetujuan pemegang HPL diperlukan oleh pemegang HGB di atas HPL dalam hal peralihan HGB kepada pihak lain, penjaminan HGB kepada pihak lain, serta perpanjangan HGB ke Kantor Pertanahan". Juga Pasal 26 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai yang mengatakan: "HGB atas tanah HPL diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL";