Jakarta -
Mahkamah Agung (MA) melepaskan mantan Wali Kota Medan, Rahudman Harahap, di kasus korupsi alih fungsi lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 185 miliar karena menilai kasus itu ranah perdata, bukan pidana. Ketua majelis PK hakim agung Sunarto menolak melepaskan Rahudman dan menilai Rahudman layak dihukum.
"Menyatakan bahwa terpidana Rahudman Harahap terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya namun perbuatan tersebut bukan tindak pidana. Melepaskan terpidana dari segala tuntutan hukum," demikian bunyi putusan PK yang dilansir website MA, Senin (13/6/2022).
Rahudman lepas dari pidana penjara di tingkat kasasi yang harus dijalaninya selama 10 tahun. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sunarto dengan anggota Prof Abdul Latief dan Eddy Army.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut alasan Abdul Latief dan Eddy Army melepaskan Rahudman:
Pemohon peninjauan kembali sebelumnya adalah PJ Wali Kota Medan periode 14 Juli 2009-11 Februari 2010 dan sebagai Wali Kota Medan definitif periode Juli 2010-2013;
Berdasarkan fakta hukum yang relevan berikutnya, yaitu berdasarkan keterangan saksi Effahri Budiman S.H. M.Hum., saksi Muhammad Thoriq, S.H., S.Sos., Sp.N, M.Kn., M.Si. masing-masing selaku mantan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dan saksi Hafizunsyah, S.H. masing-masing memberikan keterangan di bawah sumpah di muka persidangan, ternyata dan terbukti bahwa Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 masing-masing tangal 12 Februari 2010 tentang Persetujuan Perpanjangan Sertifikat HGB Nomor 1147 dan Sertifikat HGB Nomor 1151 yang dimohonkan PT. ACK, telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 44 Ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatasan Hak Atas Tanah Negara Hak Pengelolaan juncto Pasal 26 Ayat (1) juncto Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1966 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai, yaitu lahan yang dimohonkan perpanjangan HGB tersebut sebelumnya telah ada ijin perpanjangan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan, lahan tersebut tidak sedang dalam pemblokiran, lahan dimaksud tidak ada sengketa di Pengadilan, tidak dalam penyitaan Pengadilan, tidak sedang dipasang Hak Tanggungan dan yang penting diajukan 2 (dua) tahun menjelang berakhirnya HGB. Tidak ada masalah sekiranya perpanjangan HGB diajukan 3 (tiga) tahun atau 4 (empat) tahun atau bahkan 10 (sepuluh) tahun sebelum berakhirnya HGB;
Bahwa tentang penandatanganan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Wali Kota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 dilakukan masing-masing tanggal 12 Februari 2010. Berdasarkan fakta hukum yang relevan berikutnya, terutama berdasarkan keterangan saksi Sulaiman Hasibuan dan saksi Suherman, masing-masing memberikan keterangan di bawah sumpah di muka persidangan masing-masing menerangkan bahwa kedua surat tersebut diajukan kepada dan ditanda tangani oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana pada saat Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana masih memangku jabatan sebagai PJ Walikota Medan, yaitu 2 (dua) minggu sebelum Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana mengundurkan diri sebagai PJ Walikota, yakni sekitar pada tanggal 26 atau 27 Januari 2010;
Bahwa hanya saja pada saat penandatanganan kedua Surat Wali Kota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 tersebut, surat dimaksud belum diberi nomor, belum ditulis tanggal surat dan belum diberi cap atau stempel, karena untuk pemberian nomor surat, penulisan tanggal surat dan cap atau tempel, harus menunggu PT. ACK menyerahkan bukti pelunasan kekurangan setoran pembayaran retribusi perpanjangan HGB yang baru diterima dari Bendaharawan Penerima pada tanggal 12 Februari 2010, karena masih ada kekurangan pembayaran PT. ACK sebesar Rp677.846.400,00 (enam ratus tujuh puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh enam ribu empat ratus rupiah) dari keseluruhan kewajibannya sebesar Rp3.130.512.000,00 (tiga miliar seratus tiga puluh juta lima ratus dua belas ribu rupiah). Karena bukti pelunasan kekurangan setoran pembayaran retribusi baru diterima dari Bendaharawan Penerima pada tanggal 12 Februari 2010, maka kedua surat tersebut baru diberi nomor, tanggal dan cap atau stempel pada tanggal 12 Februari 2010 tersebut;
Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan dan fakta hukum yang relevan secara yuridis tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana sama sekali tidak terbukti terlalu cepat memberikan persetujuan perpanjangan Sertifikat HGB Nomor 1147 dan Sertifikat HGB Nomor 1151 yang dimohonkan PT. ACK. Sedangkan tentang permasalahan pemberian nomor surat, penulisan tanggal surat dan pemberian cap atau tempel pada tanggal 12 Februari 2010, pada hakikatnya adalah merupakan persoalan tekhnis administrasi saja;
Bahwa alasan dan pertimbangan hukum judex juris pada Ad 2. b.tersebut juga memperlihatkan dengan jelas suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam memutus perkara a quo, karena putusan judex juris dibuat berdasarkan kesimpulan dan pertimbangan hukum yang salah, tidak sesuai dan tidak berdasarkan pada fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap di muka sidang dengan tepat dan benar, serta tidak menerapkan peraturan hukum pembuktian sebagaimana mestinya. Karena ternyata PJKA/ PT. KAI terbukti berbalik dan mengingkari sendiri hasil negosiasi harga kompensasi tanah yang dibuat dan ditetapkannya sendiri serta telah pula disetujui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa berawal dari PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd mengajukan surat Nomor 069/I.C/1I/1981 tanggal 26 Februari 1981 kepada PJKA/PT. KAI Sumatera Utara, supaya PJKA/PT. KAI bersedia melepaskan sebagian tanah hak miliknya seluas 34.776 M2 kepada PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd, terletak di Desa Gang Buntu Kecamatan Medan Timur - Kota Medan, dikenal dengan "Tanah Blok B", dengan dengan imbalan akan membangun 288 unit rumah baru, memindahkan 277 Kepala Keluarga Pensiunan PJKA dengan memberikan perumahan yang layak atau memberikan ganti rugi yang pantas;
Bahwa Menteri Keuangan Republik Indonesia melalui suratnya Nomor S.1378/MK.011/1981 tanggal 30 November 1981 kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia hanya menyetujui pelepasan hak tanah PJKA dengan pembayaran ganti rugi, dengan syarat tidak merugikan PJKA, penentuan batas minimum ganti rugi harus melalui pembentukan Tim Penilai, penentuan harga minimum harus mendapat persetujuan Menteri Perhubungan dan hasil ganti rugi diperuntukkan pembangunan rumah karyawan, renovasi perbaikan dan pengosongan rumah karyawan;
Bahwa setelah melalui beberapa kali tahapan pembahasan di Departemen Perhubungan, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri, maka Menteri Perhubungan dengan suratnya Nomor A.106/PL.101/MPHB tanggal 6 Februari 1981 memberitahukan kepada PJKA Sumatera Utara bahwa Menteri Keuangan menyetujui pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 M2 secara ganti rugi, Menteri Perhubungan setuju menerima ganti rugi dari PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd, pelaksanaan ganti rugi dilakukan oleh Walikota Medan dan pelaksanaan penyerahan hak atas tanah PJKA diserahkan kepada Menteri Dalan Negeri C.q. Pemda Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria Nomor 5936/2151/Agr. tanggal 19 Mei 1982 kepada PJKA Sumatera Utara, Ir. Johannes Tagor Situmorang selaku Kepala PJKA Sumatera Utara berdasarkan Surat Kuasa di bawah tangan Nomor 9883/82 tanggal 22 Februari 1982 mewakili Menteri Perhubungan menanggalkan hak dan menyerahkan kepada Pemda Kota Medan atas tanah Negara seluas 34.777 M2, sesuai Akta Notaris Agoes Salim Nomor 47 tanggal 25 Agustus 1982. Agus Salim Rangkuty sebagai Walikota Medan pada saat itu menyetujui dan menerima penyerahan tanah Negara tersebut;
Bahwa selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.84/HPUDA/82 tanggal 22 September 1982 menetapkan bahwa tanah PJKA/PT. KAI seluas 34.776 M2 (Tanah Blok B) tersebut, berubah statusnya menjadi tanah dikuasai langsung oleh Negara dengan memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Pemda Kotamadya Medan;
Bahwa kemudian Walikota Medan dan PJKA Sumatera Utara yang diwakili oleh Soekirlan bersepakat membuat Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sesuai Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36 tanggal 17 November 1982 mengenai kewajiban Pemda Kota Medan menyediakan pemukiman baru berupa 288 unit berbagai tipe rumah dinas pegawai PJKA Sumatera Utara dan satu unit Sekolah Taman Kanak-Kanak;
Bahwa selanjutnya pada hari itu juga Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36 tanggal 17 November 1982 tersebut ditindaklanjuti lagi oleh Pemda Kota Medan dan PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd dengan Akta Notaris Agoes Salim Nomor 37 tanggal 17 November 1982, diantaranya mewajibkan PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd. membiayai pengosongan lahan dan pembangunan seluruh perumahan baru pegawai PJKA, yang semula merupakan kewajiban Pemda Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36, Nomor 37 dan Nomor 47 PJKA Sumatera Utara membentuk Tim Penilai Panitia Penaksir yang hasilnya kemudian dilaporkan kepada Menteri Perhubungan, Menteri Perhubungan dengan suratnya Nomor A.1039/KH.102/MPHB tanggal 24 Desember 1983 diantaranya menyetujui imbalan pelepasan hak dan biaya pengosongan yang diberikan oleh PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd sebesar Rp3.677.179.889,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus delapan puluh sembilan rupiah);
Bahwa PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd merasa keberatan atas biaya sebesar itu dan mohon dapat diberikan keringanan, namun permohonan keringanan PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd tersebut ditolak. Akhirnya PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd tidak sanggup membiayai imbalan pelepasan hak dan biaya pengosongan lahan kepada PJKA yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, sehingga PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd terpaksa mengundurkan diri dengan persetujuan Walikota Medan dan persetujuan PJKA Pusat dengan suratnya Nomor KA/UM/43731/89 tanggal 2 November 1989, serta disetujui Menteri Perhubungan sesuai suratnya Nomor A325/PL.402/MPHB tanggal 26 Maret 1990, dengan segala hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd disetujui untuk dialihkan kepada PT. Bonauli Real Estate sesuai Akta Notaris Mohd. Said Tajuddin Nomor 238 dan Nomor 239 tanggal 19 Desember 1982, dengan tetap dalam kerangka Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36, Nomor 37 dan Nomor 47;
Bahwa dalam proses selanjutnya, maka pada tanggal 3 Januari 1990 disepakati bersama antara Pemda Kota Medan, PJKA dan PT. Bonauli Real Estate, bahwa pemberian ganti rugi kepada PJKA terhadap tanah seluas 34.779 M2 yang lebih dikenal dengan "Tanah Blok B", semula dalam bentuk bangunan disetujui dirubah menjadi dalam bentuk uang tunai;
Bahwa pada tanggal 8 Februari 1990 PJKA membentuk Tim Penelitian dan Pengkajian Kembali Pembangunan Proyek Imbalan Atas Pelepasan Tanah dan Bangunan PJKA. Tim Penelitian dan Pengkajian dengan suratnya Nomor 01/TIM/1990 tanggal 24 Februari 1990 melaporkan kepada PJKA Pusat bahwa nilai harga proyek imbalan pada tanggal 23 Juli 1983 semula sebesar Rp3.677.179.889.00,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus delapan puluh sembilan rupiah) berubah pada tahun 1990 menjadi sebesar Rp6.359.453.050,00 (enam miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta empat ratus lima puluh tiga ribu lima puluh rupiah);
Bahwa berdasarkan fakta hukum berikutnya, PT. Bonauli Real Estate memberi kuasa kepada PT. ACK, sesuai Akta Perjanjian dan Pernyataan Nomor 27 tanggal 9 September 2002 di hadapan Notaris Suanny Noviyanti Djojo, disepakati PT. Bonauli Real Estate telah menyerahkan kepada PT. Arga Citra Kharisma (PT. ACK) seluruh hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab atau kompensasi yang harus dipenuhi dan harus dibayarkan kepada PJKA/PT. KAI;
Bahwa dalam proses negosiasi selanjutnya antara Tim Penelitian dan Pengkajian PJKA/PT. KAI dengan PT. Bonauli Real Estate/PT. Arga Citra Kharisma, tentang besaran kompensasi harga ganti rugi lahan PJKA/PT. KAI seluas 34.779 M2 yang lebih dikenal dengan "Tanah Blok B", disepakati harus dibayar oleh PT. Bonauli Real Estate/PT. Arga Citra Kharisma kepada PJKA/PT. KAI adalah sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah). Selanjutnya PJKA/PT. KAI mengirim surat Nomor C.06/JB.308/U-2004 tanggal 16 Februari 2004 kepada Menteri BUMN RI, supaya menyetujui hasil negosiasi besaran kompensasi yang harus dibayar oleh PT. ACK kepada PJKA/PT. KAI sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah);
Bahwa Menteri BUMN Republik Indonesia dengan suratnya Nomor S-586/MBU/2004 tanggal 18 Oktober 2004 menyetujui permintaan PJKA/PT. KAI tersebut, dan menetapkan bahwa PT. ACK harus membayar besaran kompensasi harga "Tanah Blok B" kepada PJKA/PT. KAI sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah); β Bahwa untuk memenuhi maksud Surat Menteri BUMN Republik Indonesia Nomor S-586/MBU/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tersebut PT. Arga Citra Kharisma telah berkali-kali menghubungi PJKA/PT. KAI baik secara lisan maupun secara tertulis terakhir dengan suratnya Nomor 273/ACKH/XH/2010 tanggal 10 Desember 2010 dan Surat Nomor 5276/DK-P/III/2011 tanggal 25 Maret 2011 supaya menerima Kewajiban Pembayaran Uang Secara Tunai sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) sebagai kompensasi harga "Tanah Blok B" seluas 34.779 M2. Namun ternyata PJKA/PT. KAI terbukti berbalik dan mengingkari sendiri hasil negosiasi harga kompensasi tanah yang dibuat dan ditetapkannya sendiri serta telah pula disetujui Menteri BUMN, yaitu dengan cara PJKA/PT. KAI sama sekali tidak pernah menanggapi permintaan dan surat yang dikirim PT ACK, sehingga kewajiban pembayaran PT ACK sebesar Rp13.000.000.000 kepada PJKA/PT. KAI seolah-olah tidak pernah terlaksana;
Bahwa oleh karena PJKA/PT. KAI tidak kunjung menanggapi permohonan PT ACK supaya menerima Kewajiban Pembayaran Secara Tunai harga kompensasi tanah sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah), PT ACK terpaksa menempuh upaya hukum dengan penitipan uang (consignatie) di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan, dengan maksud supaya Pengadilan Negeri Medan menawarkan pembayaran (kompensasi) kepada PJKA/PT. KAI sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) sesuai Berita Acara Penerimaan Uang Consignatie Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN.Mdn tanggal 8 Maret 2012 juncto Penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN.Mdn tanggal 9 Maret 2012 juncto Penawaran Pembayaran sesuai Berita Acara tentang Pernyataan Kesediaan Untuk Membayar (Aanbood van Gereerde Betaling) tanggal 16 April 2012, juncto Berita Acara tentang Pemberitahuan Akan Dilakukan Penyimpanan/Konsinyasi di Kas Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN.Mdn tanggal 16 April 2012;
Bahwa berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 361 PK/PDT/2016 tanggal 9 November 2016 yang membatalkan Putusan Kasasi Nomor 2966 K/Pdt/2013 tanggal 21 April 2015, dan menyatakan penitipan uang (consignatie) dari PT. ACK untuk pembayaran (kompensasi) harga tanah kepada PT. KAI (Persero) cq. PJKA Eksploitasi Sumatera Utara sejumlah Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah), sesuai Berita Acara Penerimaan Uang Consignatie Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN.Mdn tanggal 8 Maret 2012 juncto Penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/ PN.Mdn tanggal 9 Maret 2012, juncto Penawaran Pembayaran sesuai Berita Acara tentang Pernyataan Kesediaan Untuk Membayar (Aanbood van Gereerde Betaling) tanggal 16 April 2012, juncto Berita Acara tentang Pemberitahuan Akan Dilakukan Penyimpanan/ Konsinyasi di Kas Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN. Mdn tanggal 16 April 2012, terbukti adalah sah dan berharga;
Bahwa selain itu, ternyata PJKA/PT. KAI juga berbalik dengan mengajukan gugatan perlawanan kepada PT. ACK, Pemerintah Kota Medan dan BPN di Pengadilan Negeri Medan register Nomor 385/Pdt.Plw/2013/PN. Mdn tanggal 29 Januari 2014, juncto Putusan PT. Medan Nomor 355/Pdt/2014/PT. Mdn tanggal 24 Maret 2014, namun gugatan perlawanan PT. KAI/PJKA tersebut ditolak oleh pengadilan, sehingga putusan penolakan perlawanan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Demikian pula Kementerian BUMN juga ikut berbalik dengan mengajukan gugatan perlawanan kepada PT. ACK, Pemerintah Kota Medan dan BPN di Pengadilan Negeri Medan register Nomor 438/Pdt Plw/2013/PN. Mdn tanggal 16 Juli 2014 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 112/Pdt/2015/PT. Mdn tanggal 27 Mei 2015, namun gugatan perlawanan Kementerian BUMN tersebut juga tersebut ditolak oleh pengadilan. Putusan penolakan perlawanan tersebut juga telah berkekuatan hukum tetap;
Bahwa berdasarkan pertimbangan dan fakta hukum yang relevan secara yuridis tersebut di atas, sama sekali tidak terbukti PT. ACK belum emenuhi kewajibannya kepada PJKA/PT. KAI sesuai dengan Akta Nomor 36 dan Akta Nomor 37 tanggal 17 November 1982, juncto Akta Notaris Djaidir, S.H. Nomor 171 dan Akta Nomor 172 tanggal 30 Maret 1990, juncto Akta Nomor 27 tanggal 9 September 2002;
Bahwa dengan ditemukannya keadaan baru berupa bukti novum PK-1 tersebut dengan sendirinya terbukti pula Putusan judex juris Mahkamah Agung Nomor 2707 K/Pid.Sus/2016 tanggal 7 Februari 2017 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 149/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt. Pst. tanggal 25 Mei 2016, dan menyatakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Korupsi secara bersama-sama", dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan, adalah bertentangan satu sama lainnya dengan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 361 PK/PDT/2016 tanggal 9 November 2016 yang membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2966 K/Pdt/2013 tanggal 21 April 2015, yang menyatakan dan menetapkan bahwa penitipan uang (consignatie) dari PT. ACK untuk pembayaran (kompensasi) harga tanah kepada PT. KAI (Persero) cq. PJKA Eksploitasi Sumatera Utara sejumlah Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah), sesuai Berita Acara Penerimaan Uang Consignatie Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN. Mdn. tanggal 8 Maret 2012 juncto Penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/PN. Mdn. tanggal 9 Maret 2012, juncto Penawaran Pembayaran sesuai Berita Acara tentang Pernyataan Kesediaan Untuk Membayar Aanbood van Gereerde Betaling tanggal 16 April 2012, juncto Berita Acara tentang Pemberitahuan Akan Dilakukan Penyimpanan/Konsinyasi di Kas Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Pdt. Cons/2012/Pengadilan Negeri Medan tanggal 16 April 2012, terbukti adalah sah dan berharga;
Bahwa berdasarkan pertimbangan dan fakta hukum yang relevan secara yuridis tersebut, dengan terbuktinya Putusan judex juris Mahkamah Agung Nomor 2707 K/Pid.Sus/2016 tanggal 7 Februari 2017 saling bertentangan satu sama yang lainnya dengan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 361 PK/PDT/2016 tanggal 9 November 2016, maka perbuatan materiil Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sedemikian rupa itu sebagaimana didakwakan Penuntut Umum kepadanya pada dakwaan Primair dan Subsidair, bukan merupakan tindak pidana tetapi adalah merupakan dan masuk dalam ranah hukum perdata yang secara yuridis harus diselesaikan dihadapan hakim perdata;
Bahwa di samping pertimbangan hukum tersebut di atas, terhadap perkara a quo pada hakikatnya jauh sebelumnya, Jaksa selaku Pengacara Negara telah memberikan Opini Hukum tanggal 19 Februari 2007 dan tanggal 20 Maret 2007 bahwa terhadap kasus posisi tanah milik PJKA/PT. KAI a quo supaya diselesaikan "Melakukan Gugatan Secara Perdata", sebagaimana dipertimbangkan dalam putusan judex facti/Pengadilan Negeri halaman 308 dan seterusnya, dan sesuai dengan barang bukti nomor urut 354 yang diajukan Penuntut Umum yaitu Asli Opini Hukum Jaksa Pengacara Negara tanggal 19 Februari 2007, sebagaimana pertimbangan dalam putusan judex facti/Pengadilan Negeri halaman 348 dan seterusnya;
Bahwa tidak berkelebihan kiranya dipertimbangkan di sini, terhadap tanah milik PJKA/PT. KAI yang lainnya seluas 38.573 M2 dikenal dengan Tanah Blok A dan Blok C, tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena disamping tidak didakwakan Penuntut Umum kepada Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana, juga sekarang masih dalam proses sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan di bawah Register Nomor 453/Pdt.G/2015/PN.Mdn. tanggal 25 Agustus 2015 antara PT. ACK melawan Pemerintah Kota Medan, PT. KAI, Kesultanan Deli dan BPN (periksa putusan judex facti Pengadilan Negeri halaman 307 dst).
Adapun pendapat hakim agung Sunarto mengapa tetap memilih mempidanakan Rahudman yaitu:
Bahwa sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali juncto SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Perkara Pidana, telah ditentukan secara limitatif bahwa pengajuan permohonan peninjauan kembali lebih dari 1 (satu) kali terbatas apabila ada suatu objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang bertentangan satu dengan yang lain baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo telah pernah mengajukan permohonan peninjauan kembali untuk yang pertama kalinya dalam Perkara Nomor 168 PK/Pid.Sus/2018 dan telah diputus dengan amar putusan menyatakan tidak dapat diterima permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana Drs. H. Rahudman Harahap, M.M., tersebut. Putusan tersebut dilandasi atas dasar pengajuan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tidak memenuhi persyaratan formal, yang berarti pemeriksaan substansi/pokok perkaranya belum diperiksa;
Bahwa setelah mencermati alasan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali atas dasar adanya novum, pertentangan putusan maupun kekhilafan Hakim ataupun kekeliruan yang nyata Ketua Majelis Peninjauan Kembali berpendapat alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa dari kronologis perkara a quo telah ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
Bahwa PT Kereta Api Indonesia (dahulu PJKA) memiliki tanah seluas 73.352 m2 terletak di Jalan Jawa, Jalan Timor, Jalan Veteran dan Jalan Madura di Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang dikenal dengan lahan A (luas 12.827 m2), B (luas 34.776 m2), C (luas 22.700 m2) dan D (luas 3.049 m2) yang berasal dari: Eigendom Verponding Nomor 33 dan 9, Ground Plan Nomor 1 K.6b.D.S.M.WW tanggal 18 Oktober 1888, Peta Tanah Deli Spoorweg Matschappij Emplacement Medan Nomor IJ.135d.D.S.M.WW yang berasal dari NV. Deli Spoorweg Matschappij berdasarkan Undang- Undang Nomor 86 Tahun 1958 juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1959 jo. PP Nomor 2 Tahun 1959;
Bahwa sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) juncto PP Nomor 8 Tahun 1953 menyatakan bahwa tanah- tanah eks Hak Barat harus dikonversi menjadi hak baru dan apabila sampai batas waktu tertentu tidak dikonversi maka tanah tersebut akan menjadi tanah Negara, akan tetapi ketentuan itu tidak berlaku bagi tanah Negara yang dikuasai oleh instansi pemerintah/BUMN dan tetap dikuasai oleh instansi pemerintah yang bersangkutan berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S.1069/MK.03/1990 tanggal 4 September 1990 yang meminta kepada Badan Pertanahan Nasional bahwa tanah-tanah Negara yang terkena Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 untuk:
-Tetap memantapkan statusnya sebagai milik Negara dengan memberi hak kembali kepada BUMN, BUMD dan Badan-Badan Negara yang bersangkutan;
-Tidak menerbitkan sertifikat kepada pihak lain sebelum mendapat ijin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan;
Bahwa pada tanggal 16 Februari 1981 PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd mengajukan permohonan kepada PJKA untuk melepaskan hak atas tanah seluas 34.776 m2 (lahan B) yang merupakan bagian dari tanah seluas 73.352 m2 yang di atasnya berdiri bangunan rumah dinas yang dihuni oleh pegawai dan para pensiunan, dengan akan memberikan imbalan/kompensasi berupa bangunan sejumlah 288 rumah baru bagi karyawan aktif, memindahkan 277 Kepala Keluarga PJKA yang sekitar 80 % pensiun dengan memberikan perumahan yang layak atau ganti rugi yang pantas;
Bahwa sebagaimana Surat Menteri Keuangan yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan dengan Surat Nomor S.1378/MK.011/1981 tanggal 30 November 1981 dikatakan bahwa Menteri Keuangan tidak menyetujui pelepasan hak atas tanah PJKA dengan cara ruilslag dengan pihak swasta karena bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1980 tanggal 1980 dan menyetujui pelepasan hak atas tanah PJKA dengan cara ganti rugi dengan syarat: tidak merugikan PJKA, penentuan batas minimum ganti rugi dengan melalui pembentukan Tim Penilai, penentuan harga minimum harus mendapat persetujuan Menteri Perhubungan, hasil ganti rugi diperuntukkan bagi pembangunan rumah karyawan, renovasi perbaikan dan pengosongan rumah-rumah;
Bahwa sebagai tindak lanjut dari Surat Menteri Keuangan tersebut, Menteri Perhubungan memberitahukan kepada PJKA tanggal 6 Februari 1981 yang pada intinya Departemen Keuangan menyetujui pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 m2 dengan ganti rugi. Departemen Perhubungan setuju menerima imbalan ganti rugi yang ditawarkan PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd;
Bahwa berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri/Dirjen Anggaran Nomor 5936/2151/Agr tanggal 19 Mei 1982 yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Sumatera Utara dengan mengacu kepada PP Nomor 8 Tahun 1953 terhadap penyerahan tanah PJKA kepada Menteri Dalam Negeri dan setelah tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung Negara, barulah kemudian Pemda Medan mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Dirjen Agraria melalui Kantor Agraria Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Surat Walikota Medan tanggal 15 Juni 1982 yang ditujukan kepada Kepala PJKA bahwa mengenai pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 m2 akan dibuat Akta Pelepasan Hak dari PJKA kepada Menteri Dalam Negeri di depan Notaris setempat kemudian tanah tersebut akan dimohonkan HPL atas nama Pemerintah Kota Medan;
Bahwa dengan Akta Pernyataan Penanggalan Hak-hak Atas Tanah dan Bangunan Nomor 47 tanggal 25 Agustus 1982 PT KAI (dahulu PJKA) menanggalkan hak atas tanah dan bangunan seluas 34.779 m2 dari seluas tanah keseluruhan 73.352 m2 kepada Pemerintah Kota Medan;
Bahwa hasil dari penanggalan lahan tanah PT KAI tersebut kemudian lahir HPL Nomor 1 seluas 2.200 m2, HPL Nomor 2 seluas 26.620 m2 dan HPL Nomor 3 seluas 5.959 m2 masing-masing atas nama Pemerintah Kota Medan;
Bahwa berdasarkan Akta Notaris Agus Salim di Medan Nomor 36 tanggal 17 November 1982 tentang Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Akta Nomor 47 antara Walikota Medan (Rangkuti untuk dan atas nama Pemerintah Kota Medan) sebagai Pihak Pertama dan Soekirlan Kepala PJKA Eksploitasi Sumut bertindak untuk dan atas nama Kepala Balai Besar PJKA Bandung sebagai Pihak Kedua mengadakan perjanjian dengan isi pada pokoknya:
-Pemerintah Kota Medan akan menyediakan pemukiman baru berupa rumah dinas PJKA yang berjumlah 228 rumah, satu sekolah TK di atas tanah seluas 39.629 m2 di atas tanah Negara yang dikuasai PJKA yang terletak di Jalan Veteran dan sekitarnya, rumah dinas pegawai PJKA berjumlah 60 rumah yang akan dibangun di atas tanah Negara yang dikuasai PJKA terletak di Jalan Cemara yang ditaksir bangunan dan fasilitas tersebut senilai Rp3.677.197.000,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) termasuk pula biaya pengosongan;
-Bahwa sebagai pelaksana pembangunan perumahan dan fasilitas sebagaimana di atas telah disepakati akan dilaksanakan oleh PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Akta Perjanjian tentang Pemberian Persetujuan Untuk Memperoleh Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Nomor 37 tanggal 17 November 1982 antara Pemerintah Kota Medan dengan PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd yang isinya:
-Pemberian HGB atas nama PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd di atas HPL atas nama Pemerintah Kota Medan
-PT Inanta Timber & Trading Coy harus menyelesaikan pembangunan rumah untuk PJKA sesuai Akta Nomor 36 tanggal 17 November 1982;
Bahwa ternyata dalam perjalanan perjanjian tersebut PT Inanta Timber & Trading Coy Ltd tidak sanggup melaksanakan isi perjanjian, karena nilai kompensasi terlalu besar dan permohonan keringanan harga tidak disetujui Menteri Perhubungan sebagaimana Surat Menteri Perhubungan tanggal 21 Oktober 1985;
Bahwa selanjutnya atas persetujuan PJKA dalam Surat Nomor KA/UM/43731/89 tanggal 2 November 1989 hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy sebagaimana Akta Nomor 37 dialihkan kepada PT. Bonauli Real Estate dengan Akta Pengalihan Hak dan Kuasa Nomor 238 tanggal 19 Desember 1989;
Bahwa dengan beralihnya hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd kepada PT. Bonauli Real Estate maka dibuatlah Akta Perubahan Atas Akta Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak atas Tanah dan Bangunan Nomor 171 tanggal 30 Maret 1990 antara Pemerintah Kota Medan dan PJKA yang merubah Akta Nomor 36 serta dibuat juga Akta Perubahan atas Akta Perjanjian tentang Persetujuan untuk memperoleh Hak Guna Bangunan atas Tanah Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Nomor 172 tanggal 30 Maret 1990;
Bahwa dalam Akta Nomor 171 dan Akta 172 terjadi perubahan mengenai hak dan kewajiban Pemerintah Kota Medan serta PT Bonauli Real Estate kepada PJKA yang semula dalam Akta Nomor 36 dan 37 pembangunan rumah dinas PJKA dan fasilitas lainnya akan dibangun di lahan B, tetapi dalam Akta Nomor 171 dan 172 pembangunan akan dilakukan di lahan PJKA di lahan A dan C;
Bahwa pada bulan Juli 1994 keluar 3 (tiga) Sertifikat HGB Nomor 1147, Nomor 1150 dan Nomor 1151 atas nama PT Bonauli Real Estate, meskipun kewajiban membangun Rumah Dinas dan fasilitasnya sebagaimana Akta 171 dan 172 belum dilaksanakan;
Bahwa tanpa sepengetahuan PJKA dan sepersetujuan Pemerintah Kota Medan ternyata PT. Bonauli Real Estate mengalihkan hak dan kewajibannya kepada PT. Arga Citra Kharisma dengan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 23 tanggal 9 September 2002 antara PT Bonauli Estate dengan PT Arga Citra Kharisma, serta Akta Perjanjian dan Pernyataan Nomor 17 tanggal 9 September 2002;
Bahwa selanjutnya PT. Bonauli Real Estate mengalihkan peralihan hak dan kewajiban kepada PT. Agra Citra Kharisma (PT ACK) sebagaimana Akta Jual Beli tanggal 11 Agustus 2004 dimana persetujuannya untuk pengalihan tersebut baru disetujui Pemerintah Kota sebagaimana Surat Walikota Medan Drs. H. Abdillah Ak pada tanggal 31 Maret 2004;
Bahwa dengan pengalihan tersebut HGB Nomor 1147 dan HGB 1151 kemudian beralih kepada PT. Agra Citra Kharisma, meskipun jangka waktu HGB tinggal 10 tahun (berakhir tahun 2014);
Bahwa dalam pengalihan hak dan kewajiban antara PT. Bonauli Timber & Trading Coy Ltd kepada PT. Arga Citra Kharisma dalam perjanjian termuat pernyataan "Sehubungan dengan dilaksanakan pengikatan jual beli antara kedua belah pihak maka segala hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh PT. Bonauli Real Estate terhadap Pemerintah Kota Medan dan PJKA dengan sendirinya beralih dari pihak pertama kepada pihak kedua";
Bahwa selain termuat dalam perjanjian, mengenai pengalihan hak dan kewajiban telah pula ditegaskan dalam pernyataan Dharmawan Wijaya, pemegang kuasa dari PT. Arga Citra Kharisma dalam suratnya tanggal 22 Mei 2003 yang dicatatkan pada Notaris Henry Chong, SH Nomor 1028/Leg/M/2004 bahwa segala kewajiban PT. Bonauli Real Estate kepada Pemerintah Kota dan PJKA menjadi tanggung jawab PT. Arga Citra Kharisma;
Bahwa telah terjadi pula kesepakatan sebagaimana Berita Acara Negosiasi tanggal 10 Februari 2004 antara PT. KAI/PJKA dengan PT. Bonauli Real Estate bahwa kompensasi kepada PT KAI akan diganti dengan uang tunai Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) dan kesepakatan tersebut telah disetujui Menteri BUMN sebagaimana surat tanggal 18 Oktober 2004 tentang penggantian kompensasi penghapusbukuan aktiva tetap PT. KAI/PJKA atas tanah B seluas 34.779 m2 sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) dengan tenggang waktu pembayaran paling lambat 1 (satu) tahun;
Bahwa akan tetapi semenjak perjanjian antara Pemerintah Kota dengan PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd yang kemudian beralih ke PT. Bonauli Real Estate dan terakhir kepada PT. Arga Citra Kharisma pembangunan rumah dinas dan fasilitasnya sebagaimana tertuang dalam Akta 36, 37, 171 dan 172 tidak dilaksanakan dan terakhir dengan kompensasi dalam bentuk ganti rugi sebesar Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) pun ternyata tidak dilaksanakan pula;
Bahwa justru yang terjadi setelah pengelolaan dipegang oleh PT. Arga Citra Kharisma, yang di dalam perjanjian yang diserahkan HPL kepada Pemko dan kemudian akan dikelola dengan memberikan HGB kepada PT. Arga Citra Kharisma sebatas lahan seluas 34.776 m2, akan tetapi secara tanpa hak dan melawan hukum PT. Arga Citra Kharisma melakukan pengosongan pada lahan A, C dan D di luar perjanjian;
Bahwa meskipun bangunan dengan fasilitasnya, ataupun wujud kompensasi telah berubah sebagaimana telah disetujui Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan sejumlah Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) ternyata tidak pernah laksanakan ataupun dibayar oleh PT. Arga Citra Kharisma, justru ternyata PT. Arga Citra Kharisma melalui Direktur Utamanya Handoko Lie memohon kepada Pemerintah Kota Medan untuk melakukan perpanjangan HGB terhadap lahan seluas 34.776 m2 tersebut;
Bahwa pada tanggal 12 Februari 2010 Pemohon Peninjauan Kembali selaku Walikota Medan menyetujui permohonan perpanjangan HGB atas nama PT Agra Citra Kharisma (PT ACK), kewenangan tersebut didasarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Atas Bagian Tanah HPL pada Pasal 1 butir 1 yang mengatakan: "Persetujuan pemegang HPL diperlukan oleh pemegang HGB di atas HPL dalam hal peralihan HGB kepada pihak lain, penjaminan HGB kepada pihak lain, serta perpanjangan HGB ke Kantor Pertanahan". Juga Pasal 26 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai yang mengatakan: "HGB atas tanah HPL diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL";
Bahwa akan tetapi persetujuan yang diberikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut telah mengabaikan ketentuan Pasal 26 Ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai yang menyatakan: "Adanya HGB atas tanah Negara dapat diperpanjang/diperbarui jika memenuhi syarat antara lain syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak";
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengabaikan aturan tersebut padahal telah ada nota dinas dari Kasubag. Umum Pemerintah Kota Medan (Suherman, S.H., MSi) dan Asisten Administrasi Umum pada Setda Kota Medan (Sulaiman Hasibuan, S.H., MSi) yang intinya dalam surat tersebut mengatakan perpanjangan HBG atas nama PT. Agra Citra Kharisma seharusnya tidak dapat diberikan persetujuan karena PT Agra Citra Kharisma belum melaksanakan kewajibannya sebagaimana Akta Nomor 36, 37 tanggal 171 dan 172 November 1983 yang kemudian diperbarui dengan Akta Nomor 71 tanggal 30 Maret 1990 dan terakhir kompensasi diwujudkan dalam bentuk uang sejumlah Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah);
Bahwa semestinya persetujuan perpanjangan HGB baru dikeluarkan Pemohon Peninjauan Kembali setelah persyaratan-persyaratan pembayaran kompensasi Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) telah dilakukan/dibayar;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali beserta Direktur Utama PT Agra Citra Kharisma (Handoko Lie) telah melakukan perbuatan hukum sengaja menghilangkan klausula-klausula dalam perjanjian mengenai persyaratan untuk memperpanjang HBG sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU. HGB dan Hak Pakai yang mengatakan: "Adanya HGB atas tanah Negara dapat diperpanjang/diperbaharui jika memenuhi syarat-syarat antara lain: syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak";
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali dan Handoko Lie telah menghilangkan klausula kewajiban pembayaran Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) sebagai kompensasi kepada PT. KAI ataupun Pelaksanaan Akta Nomor 36, 37 ataupun Akta Nomor 171 dan 172 sebagaimana dalam Surat Perjanjian Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Nomor 593.5/2194/30/2010 tanggal 12 Februari 2010, padahal persetujuan Menteri BUMN mengenai penggantian kompensasi atau penghapusan aktiva tetap PT. KAI telah terbit pada tanggal 18 Oktober 2004, yang sama sekali tidak pernah dibayar oleh PT. Arga Citra Kharisma;
Bahwa padahal dalam perjanjian sebelumnya dengan PT. Bonauli Real Estate kewajiban-kewajiban pihak ketiga secara jelas dimasukkan dalam klausul perjanjian, dan Pemohon Peninjauan Kembali telah aktif pula sebelumnya dalam perundingan-perundingan penyelesaian permasalahan antara PT. KAI dengan Pemerintah Kota maupun PT. Arga Citra Kharisma;
Bahwa bukti PT. Arga Citra Kharisma yang kemudian menitipkan uang konsinyasi Rp13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah) melalui Pengadilan Negeri Medan sebagaimana Berita Acara Penerimaan Uang Consignatie Nomor 01/Pdt.Cons/2012/PN Medan tanggal 8 Maret 2012, tidaklah menghapuskan melawan hukumnya Pemohon Peninjauan Kembali oleh karena penitipan uang konsinyasi telah terjadi beberapa tahun setelah adanya persetujuan dari Menteri BUMN tentang penggantian kompensasi dalam wujud uang Rp 13.000.000.000,00 (tiga belas miliar rupiah);
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini