Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta agar hakim menolak eksepsi yang diajukan terdakwa Edy Mulyadi dalam kasus membuat keonaran di kalangan masyarakat terkait kalimat 'tempat jin buang anak' saat konferensi pers. Jaksa menilai dakwaannya telah disusun secara jelas.
"(Memohon majelis hakim) Menyatakan keberatan (eksepsi) dari Penasihat Hukum Terdakwa Edy Mulyadi yang disampaikan dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari Selasa tanggal 24 Mei 2022 tidak dapat diterima/ditolak dan menyatakan pemeriksaan dalam persidangan ini tetap dilanjutkan," kata anggota tim JPU, Paris M, saat menyampaikan tanggapan JPU atas eksepsi Edy Mulyadi, di PN Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2022).
Selain itu, tim jaksa penuntut umum juga menyayangkan jika terdakwa Edy Mulyadi berdalih telah menjalankan tugas kewartawanannya saat melakukan pernyataan tersebut. Sebab, jaksa menilai semestinya terdakwa berpikir dahulu sebelum menyampaikan pernyataan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sungguh sangat disayangkan Terdakwa yang mengaku-ngaku telah lama menjalankan tugas kewartawanan ternyata hanyalah 'kicauan dan omong kosong belaka', andaikan Terdakwa benar seorang intelektual yang mumpuni, maka dalam mempublikasikan segala hal sebaiknya dipikirkan lebih dahulu dan berkata jujurlah, bukannya berapi-api mempublikasikan hal yang bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya," kata Paris.
"Dan bukan juga semata-mata mengedepankan kemarahan atau kebencian kepada Lembaga/Pemerintah dalam penentuan kebijakan dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara, sehingga terganggunya keamanan dan ketertiban di berbagai daerah di Indonesia khususnya Kalimantan Timur dan sekitarnya," imbuhnya.
Selain itu, tim JPU menyangkal eksepsi tim pengacara Edy Mulyadi yang menilai penggunaan istilah 'jin buang anak' dalam forum tersebut merupakan gaya bahasa/majas perbandingan atau yang lebih dikenal sebagai gaya bahasa litotes (lawan dari gaya bahasa hiperbola), yaitu ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri untuk menarik perhatian pemirsa atau audiens.
"Dari pernyataan Penasihat Hukum Terdakwa dalam nota keberatan (eksepsi)nya tersebut telah menunjukkan bahwa ungkapan Jin Buang Anak semata-mata dengan cara menurunkan kualitas suatu fakta yang dalam hal ini diperuntukkan pada daerah khusus Ibukota Negara Baru yang berada didaerah Kalimantan Timur dan tujuannya adalah untuk merendahkan namun pada faktanya sama sekali tidak ditemukan merendahkan diri Terdakwa sendiri melainkan kenyataannya Terdakwa lah yang merendahkan Penajam Paser Utara Kalimantan Timur sebagai arah tujuan Ibukota Negara Baru sehingga menimbulkan harm potential (daya luka) bagi masyarakat/suku asli yang tinggal didaerah tersebut," kata Paris.
Tim JPU menilai pernyataan tim pengacara Edy Mulyadi justru menegaskan atau membenarkan apa yang telah didakwakannya. Jaksa menilai terdakwa Edy Mulyadi memiliki motif menarik perhatian terkait pernyataannya.
"Apalagi motif Terdakwa melakukan kejahatan sebagaimana dalam surat dakwaan kami, Penasihat Hukum juga seirama menegaskan bahwa tujuan yang sebenarnya ingin dicapai Terdakwa adalah untuk menarik perhatian pemirsa atau audience demi kepentingan populis murahannya," katanya.
Dalam sidang ini, Edy Mulyadi didakwa membuat keonaran di kalangan masyarakat. Edy didakwa membuat onar karena kalimat 'tempat jin buang anak' saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).
Edy Mulyadi didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
(yld/dhn)