UU PPP Legalkan Omnibus Law hingga Bolehkan Edit Salah Ketik UU

d'Legislasi

UU PPP Legalkan Omnibus Law hingga Bolehkan Edit Salah Ketik UU

Andi Saputra - detikNews
Senin, 30 Mei 2022 10:50 WIB
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin (12/4/2021).  Puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini menggelar aksi untuk menyampaikan tuntutan di patung kuda dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Demo menolak UU Cipta Kerja (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

DPR mengesahkan Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU ini, DPR mengesahkan perubahan UU dengan model omnibus law hingga membolehkan mengedit salah ketik UU.

"Bahwa untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan dengan menambahkan antara lain pengaturan mengenai metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna," demikian bunyi Pertimbangan UU tersebut yang dikutip detikcom, Senin (30/5/2022).

Revisi ini disebut DPR sebagai langkah tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Juga sebagai penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang diperbaiki yaitu:

1. menambahkan metode omnibus;
2. memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam rapat paripurna dan sebelum pengesahan dan pengundangan;
3. memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation);
4. membentuk Peraturan Perundang-undangan secara elektronik;
5. mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait Pembentukan Peraturan Perundang- undangan;
6. mengubah teknik penyusunan Naskah Akademik; dan
7. mengubah teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

ADVERTISEMENT

"Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang- Undang tersebut," demikian bunyi Pasal 72 ayat 1a.

Lalu apa yang dimaksud kesalahan teknis penulisan? Di dalam penjelasan disebutkan:

Yang dimaksud dengan "kesalahan teknis penulisan" antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.

Sekedar diketahui, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 disebutkan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat karena model revisi UU dengan gaya Omnibus Law tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Selain itu, banyak salah ketik di UU Cipta Kerja.

Berikut ini kesalahan ketik di UU Cipta Kerja versi DPR yang kemudian diperbaiki oleh pemerintah, sebagaimana dikutip dari putusan MK, Kamis (25/11/2021):

Halaman 151-152 RUU Ciptaker
Pada halaman 151-152 RUU Ciptaker (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden) yang mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001), terdapat perubahan atas Pasal 46 yang menyatakan:

"Pasal 46 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah Pusat dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.
(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:
a.ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak: b.cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; c.pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;
d.tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; e.harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan f.pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). turan dan penetapan tarif persetujuan Menteri."

Namun, pada halaman 227-228 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan), Pasal 46 tersebut tidak termuat lagi dalam Perubahan UU 22/2001 [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK-188];

Lihat juga video 'Potret Patung Tikus Berdasi-Kitab Omnibus Law Raksasa di Demo Buruh':

[Gambas:Video 20detik]




Halaman 388 RUU Ciptaker
Pada halaman 388 RUU Ciptaker (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden) yang mengubah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007), terdapat perubahan atas ketentuan Pasal 7 ayat (8) yang semula berbunyi "Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e merupakan usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah".

Namun, pada halaman 610 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan), ketentuan Pasal 7 ayat (8) diubah menjadi "Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e merupakan usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil".

Perubahan tersebut menghilangkan kata "menengah". [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK-188];

Halaman 390 RUU Cipkater

Pada halaman 390 RUU Cipkater (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden) yang mengubah UU 40/2007, terdapat ketentuan Pasal 153D ayat (2) yang berbunyi "Direktur berwenang menjalankan pengurusan ...". Namun, pada halaman 613 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan), ketentuan Pasal 153D ayat (2) diubah menjadi "Direksi berwenang menjalankan pengurusan.........". Perubahan tersebut mengganti kata "Direktur" menjadi "Direksi" [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK- 188]

Pada halaman 391 RUU Ciptaker (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden), yang mengubah UU 40/2007, terdapat ketentuan Pasal 153G ayat (2) huruf b yang berbunyi "jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir". Namun, pada halaman 614 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan), ketentuan Pasal 153G ayat (2) huruf b diubah menjadi "jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam pernyataan pendirian telah berakhir". Maka, perubahan tersebut menghilangkan frasa "anggaran dasar" menjadi "pernyataan pendirian". [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK-188];

Halaman 390 RUU Ciptaker
Pada halaman 390 RUU Ciptaker (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden) yang mengubah UU 40/2007, terdapat perubahan atas ketentuan Pasal 153 yang berbunyi "Ketentuan mengenai biaya Perseorangan sebagai badan hukum diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak". Namun, pada halaman 612 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan) ketentuan Pasal 153 diubah menjadi "Ketentuan mengenai biaya Perseroan sebagai badan hukum diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak". Maka, perubahan tersebut mengubah kata "Perseorangan" menjadi "Perseroan" [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK-188];

Halaman 374 RUU Ciptaker
Pada halaman 374 RUU Ciptaker (yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden) yang mengubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 100 yang semula berbunyi "Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 bertujuan untuk ...". Selanjutnya, dalam Pasal 101 pada halaman yang sama, terdapat ketentuan yang semula berbunyi "Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 meliputi ...". Namun pada halaman 586-587 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan) rujukan ketentuan Pasal 100 diubah menjadi "Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 bertujuan untuk ...". Selanjutnya, rujukan ketentuan Pasal 101 diubah menjadi berbunyi "Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 meliputi ...". [vide bukti PK-90, bukti PK-186, dan bukti PK-188];

Halaman 492-494 UU 11/2020
Pada halaman 492-494 UU 11/2020 (setelah disahkan/diundangkan) yang mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU 8/2019), terdapat angka 1 mengenai perubahan terhadap ketentuan umum Pasal 1 angka 11 dan angka 19 UU 8/2019 yang selanjutnya ditulis lengkap Pasal 1 Ketentuan Umum perubahan UU 8/2019 menjadi sebanyak angka 1 sampai dengan angka 20. Namun, dalam UU 8/2019 yang asli/asalnya, terdapat ketentuan umum mulai dari angka 1 sampai dengan angka 28 sehingga adanya perubahan tersebut menghilangkan kepastian hukum atas keberlakuan Pasal 1 Ketentuan Umum mulai angka 21 sampai dengan angka 28 mengenai: Sistem Komputerisasi Haji Terpadu, Kelompok Terbang, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Menteri, Hari, dan Setiap Orang.

Pada UU 11/2020 telah ternyata terdapat pula kesalahan pengutipan dalam rujukan pasal, yaitu Pasal 6 UU 11/2020 yang menyatakan:

"Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:...".

Sementara materi muatan Pasal 5 menyatakan "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait". Terlepas dari konstitusionalitas norma ketentuan UU 11/2020, seharusnya yang dijadikan rujukan terdapat dalam Pasal 4 huruf a yang menyatakan "Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi: a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;...".

Dengan demikian, hal ini membuktikan telah ada kesalahan pengutipan dalam merujuk pasal sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan asas "kejelasan rumusan" yang menyatakan bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads