Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan dana pemudik tahun ini diperkirakan berjumlah tiga kali lipat dibanding sebelum pandemi COVID-19 pada tahun 2019. Tahun ini, dana pemudik mencapai Rp 258 triliun.
Kenaikan dana ini luar biasa dalam menggerakkan ekonomi daerah, mendongkrak penjualan makanan dan minuman, okupansi penginapan, kunjungan ke mal dan pusat perbelanjaan, serta menggairahkan pariwisata. Selain itu, daya ungkitnya juga terdistribusi untuk membantu sanak saudara sehingga perekonomian berputar lebih merata dan mendatangkan momentum pertumbuhan yang lebih berkualitas.
"Berkat kerja keras seluruh pihak, akhirnya penyebaran COVID-19 mulai melandai. Kita tengah bersiap memasuki masa transisi menuju endemi. Umat Islam juga dapat merayakan Idulfitri dan mudik dengan penuh suka cita. Perekonomian pada saat mudik bisa menjadi inspirasi menata ulang perekonomian nasional yang sedang mengalami perputaran balik setelah mengalami resesi akibat pandemi COVID-19. Kekuatan ekonomi di pusat-pusat pertumbuhan ditransformasikan menjadi modal produktif untuk mengembangkan ekonomi perdesaan yang dapat memberdayakan rakyat," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (17/5/22).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu dia katakan saat melantik pergantian antar waktu (PAW) anggota MPR RI yang juga anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya, di komplek MPR/DPR/DPD RI.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga mengingatkan agar semua pihak menghadapi situasi dan kondisi perekonomian yang masih penuh tantangan dengan tetap waspada.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, inflasi yang terjadi hingga April 2022 mencapai 2,15 persen. Hal tersebut menandakan inflasi meningkat hampir empat kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 0,58 persen. Salah satu pemicu kenaikan inflasi adalah kenaikan komoditas energi dan bahan makanan yang masing-masing mencapai 3,91 persen dan 4,01 persen.
"Inflasi ibarat lubang hitam yang siap menelan kesejahteraan. Inflasi yang tinggi menjadikan nilai uang yang dihasilkan dengan susah payah oleh para pekerja tidak lagi berarti karena ketika dibelanjakan nilainya merosot meskipun secara nominal bertambah. Sebagai negara yang ditopang kekuatan konsumsi yang berkontribusi pada 54,4 persen dalam PDB, Indonesia membutuhkan pengendalian inflasi yang baik untuk memastikan pertumbuhan ekonomi secara optimal," imbuh Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menjelaskan gejolak global akan terus membayangi upaya mengendalikan inflasi. Tekanan lebih besar terhadap perekonomian global juga disebabkan oleh belum meredanya konflik di Ukraina yang diikuti gejolak komoditas energi, serta pangan dan mineral global.
"Sebagai negara net importir migas, Indonesia perlu berhati-hati, terutama di triwulan keempat, ketika negara-negara utara menghadapi musim dingin sehingga terjadi peningkatan permintaan komoditas energi, khususnya minyak dan gas alam. Peningkatan harga migas, akan memicu kenaikan harga komoditas turunan seperti batubara, CPO, dan lain-lain," jelas Bamsoet.
Bamsoet menekankan bahwa krisis senantiasa berwajah ganda sehingga semua pihak dapat memetik pelajaran yang sangat berharga dari pandemi COVID-19 dan krisis global lainnya. Tidak hanya menimbulkan penderitaan dan kegelapan, krisis juga menunjukan cahaya kekuatan umat manusia.
Selain itu, krisis bisa membantu mengenali kesejatian dan pencapaian pembangunan. Dalam hal ini dapat melihat seberapa kuat ketahanan nasional, seberapa tinggi mutu peradaban, serta seberapa dalam pembudayaan nilai-nilai Pancasila.
(ega/ega)