Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan penolakannya terhadap rencana penggunaan APBN maupun mekanisme utang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan kereta cepat. Pasalnya, pembangunan kereta cepat telah membengkak dan hingga kini memakan biaya sebesar USD 8,1 miliar.
"Pembangunan kereta cepat sudah merugikan negara dan jangan ditambah lagi dengan penggunaan APBN ataupun mekanisme utang luar negeri," ungkap Syarief dalam keterangannya, Jumat (29/4/2022).
Ia menuturkan pembiayaan proyek kerja sama dengan Cina itu kini mengalami lonjakan yang signifikan. Bahkan, biaya proyek kereta cepat kini membengkak menjadi USD 8,1 miliar atau jauh lebih besar dari tawaran Jepang yang sekitar USD 6 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proposal yang pernah diajukan Jepang dan ditolak Indonesia karena dianggap kemahalan ternyata masih jauh di bawah biaya pembengkakan pembangunan kereta cepat yang terjadi hari ini," tuturnya.
Syarief menyebut kondisi keuangan negara akan semakin sulit jika dibebankan kepada APBN, terlebih dengan APBN yang telah terbebani oleh pembangunan IKN.
"Kita saat ini masih dalam proses pemulihan ekonomi nasional sehingga APBN sangat berat untuk membantu membiayai pembangunan yang membengkak. IKN juga menyedot APBN cukup besar sehingga tidak seharusnya digunakan untuk menutupi biaya pembengkakan pembangunan kereta cepat," tegasnya.
Politisi senior Partai Demokrat ini pun mendorong agar pemerintah lebih fokus pada penumbuhan ekonomi.
"Seharusnya pemerintah lebih fokus menumbuhkembangkan UMKM dan ekonomi kreatif, ketimbang membuat proyek yang hanya memberatkan keuangan negara," pungkasnya.
(ega/ega)