Elon Musk Ingin Ada Kebebasan Bicara di Twitter, Apa Dampaknya bagi RI?

Elon Musk Ingin Ada Kebebasan Bicara di Twitter, Apa Dampaknya bagi RI?

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Kamis, 28 Apr 2022 13:51 WIB
Elon Musk
Elon Musk (Associated Press)
Jakarta -

Elon Musk ingin ada kebebasan berbicara di Twitter setelah membeli perusahaan media sosial itu seharga USD 44 miliar. Lantas, apa dampak dari 'kebebasan berbicara' di Twitter bagi Indonesia?

Sebagaimana diketahui, Elon Musk memang berjanji akan membuat Twitter benar-benar menegakkan kebebasan berbicara, bahkan mungkin tidak ada lagi pembatasan akun meski kontroversial. Hal ini membuat sebagian pihak merasa cemas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Elon Musk diperingatkan harus tetap menjaga pengguna Twitter dari hoax atau aksi lain seperti bullying. "Terlepas siapa yang memilikinya, semua platform media sosial harus memiliki tanggung jawab," kata juru bicara Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.

ADVERTISEMENT

Adapun Amnesty International menyatakan kekhawatirannya karena Twitter dikuasai oleh Elon Musk. "Kami cemas dengan langkah yang mungkin dilakukan Twitter untuk mengikis kebijakan dan mekanisme yang dirancang untuk melindungi pengguna," kata mereka.

"Hal terakhir yang kami butuhkan adalah Twitter mengabaikan konten kekerasan dan pelecehan pada user, terutama bagi yang sering terimbas, termasuk wanita dan lain-lainnya," tambah mereka.

Lalu, kira-kira apa dampak 'kebebasan berbicara' di Twitter ini bagi Indonesia?

Simak juga 'Elon Musk Targetkan 'Free Speech' Twitter, WHO Pesan Begini':

[Gambas:Video 20detik]



Twitter Punya Kebebasan, Indonesia Punya Aturan

Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, berbicara tentang kemungkinan efek negatif rencana kebebasan berbicara di Twitter yang akan dicapai oleh Elon Musk. Menurutnya, hal ini memang bisa memicu kekhawatiran.

"Elon Musk kan bilang Twitter adalah alun-alun kota bagi demokrasi. Yang mana setiap pembicaraan untuk menentukan nasib Anda bisa diperdebatkan. Persoalannya, itu adalah sebuah platform dari perusahaan swasta yang jangkauannya global. Kalau diasumsikan kita menerima begitu saja, ya ada kekhawatiran dengan kebebasan yang seluas-luasnya itu," kata Firman kepada detikcom, Kamis (28/4/2022).

"Ini dikhawatirkan bisa berpengaruh dengan situasi sosial di Indonesia," lanjutnya.

Namun dia mengingatkan Indonesia memiliki kontrol. Indonesia bisa menolak hal yang tak sesuai dengan nilai yang ada di Indonesia.

"Tapi kan ada kontrol kalau tidak ada kesesuaian dengan value yang ada di Indonesia. Tidak selalu kita menerima begitu saja," ungkapnya.

Dia menyadari bahwa Indonesia memang memiliki pengalaman buruk dengan Twitter yang dijadikan sebagai media kampanye politik. Kondisi inilah yang kemudian memicu polarisasi politik.

"Memang ada pengalaman kita di tahun 2017 dan 2019 ketika Twitter dijadikan sebagai media kampanye politik. Yang mana saling hantam di Twitter ini yang memicu polarisasi politik. Dan di Indonesia ada aturan di Kominfo, jika ada konten yang mengganggu bisa di-takedown 2x24 jam," ungkapnya.

Menurutnya, perseteruan kelompok di Twitter bisa lebih liar. Kendati demikian, kondisi seperti ini bisa dicegah lewat aturan.

"Mungkin akan lebih liar dan lebih ganas perseteruan antarkelompok mengandalkan kebebasan berbicara, menghina, melempar hoax. Tetapi kan kita punya aturan untuk mencegah itu," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads