Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap ada manipulasi terkait terbitnya persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak goreng mentah ke para perusahaan eksportir. Kejagung menyebut persetujuan ekspor itu diterbitkan meski para eksportir belum memenuhi syarat kewajiban distribusi dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
"Ketika izin ekspor ini diloloskan namun DMO tidak terpenuhi, dapat dipastikan semua syarat yang diajukan memang ada tindakan manipulasi," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah saat jumpa pers di kantornya, Jumat (22/4/2022).
Febrie lalu menerangkan mengapa Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini. Febrie menyebut Wisnu merupakan pejabat yang paling berwenang dalam pengajuan ekspor CPO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"IWW ditetapkan tersangka karena pejabat paling berwenang pengajuan-pengajuan ekspor tersebut, kenyataan itu diizinkan faktanya itu disetujui," tuturnya.
Febrie mengatakan penyidik sudah mempunyai alat bukti yang cukup. Penyidik, kata Febrie, saat ini sedang mendalami siapa saja pihak yang mengetahui dengan sengaja soal pemberian izin ekspor itu.
"Faktanya, ini masih mendalami, kita belum bisa, tapi penyidik sudah menetapkan dengan objek masalah penetapan DMO (domestic market obligation). Penyidik sudah punya alat bukti," kata Febrie.
"Mengenai siapakah nanti dalam proses ini yang mengetahui yang kesengajaan berikan izin ekspor kebutuhan domestik tidak terpenuhi, akan diproses seperti kata Jaksa Agung," sambungnya.
Febrie menyebut pihaknya akan mempertimbangkan jeratan hukuman berat bagi para tersangka kasus ini. Dia mengatakan kasus minyak goreng ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Pemberatan akan jadi pertimbangan penting. Kita konsentrasi betul terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang ini penting untuk kelangsungan pembangunan, sehingga ketika ada kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat banyak. Sekali saya sampaikan bahwa akan ada tindakan tegas," imbuh Febrie.
Duduk Perkara
Awal mula perkara kasus ekspor minyak goreng ini disebutkan Jaksa Agung ST Burhanuddin yaitu pada akhir tahun 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran. Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil kebijakan menetapkan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
"Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara," ucap Burhanuddin dalam konferensi pers.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya....
Saksikan Video 'Kejagung Geledah 10 Tempat Terkait Kasus Korupsi Ekspor Migor':