Dalam artikel ini, penulis akan membahas keberhasilan Muhammad Saw dalam waktu yang relatif singkat dapat mengembangkan ajaran Islam sampai jazirah Arab. Kita semua masih ingat bahwa pada saat malam akan hijrah meninggalkan kota Mekah menuju Yatsrib yang kemudian lebih dikenal dengan kota Madinah. Rumah beliau telah dikepung oleh orang-orang yang dipersiapkan untuk membunuhnya, namun semua itu sia-sia karena pertolongan-Nya beliau beserta Abu Bakar berhasil sampai kota Yatsrib.
Negara yang beliau bangun dengan landasan Piagam Madinah yang semula hanya berbentuk negara kota, dalam waktu yang relatif singkat kurang lebih 10 tahun, berkembang menjadi negara yang batas wilayahnya seluruh jazirah Arab. Sebagai seorang pemimpin, beliau berhasil menyatukan pola kesukuan, kabilah menjadi satu kesatuan Negara Islam. Di sini penulis melihat ada beberapa faktor kepemimpinan yang menjadikan sukses.
1. Akhlak yang terpuji. Dalam firman-Nya yang berbunyi, " Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (QS. al-Qalam: 4). Sejak muda sebelum diangkat sebagai Rasul sudah terkenal lemah lembut, jujur dan tidak mementingkan diri sendiri maupun sukunya. Karena kejujurannya beliau mendapat kepercayaan dari seorang pengusaha wanita yaitu Siti Khadijah untuk membawa barang dagangannya ke Syria. Saat Ka'bah selesai renovasi, tinggal meletakkan batu Hajar Aswad terjadi persoalan siapa yang berhak di antara para kepala suku. Akhirnya dipilihlah seorang pemuda jujur, amanah yaitu Muhammad Saw. Namun demikian dengan keluhurannya beliau mengajak para kepala suku untuk berpartisipasi dalam pengangkatan dan peletakkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Menjadikan dirinya sebagai da'iyah ( melakukan dakwah ) dalam membimbing orang lain menuju jalan yang lurus ( ihdinas shiratal mustaqim ). Adapun sistem dakwahnya menggunakan himbauan bukan paksaan meskipun terhadap tentara taklukan. Contoh yang menonjol ketika Nabi Muhammad Saw. memasuki kota Mekah pada tahun 8 Hijriyah atau dapat dikatakan menaklukkan dengan tanpa pertumpahan darah. Tidak ada balas dendam dan tidak ada pemaksaan untuk memeluk agama Islam ( La Ikraha fi ad-din ). Bahkan terhadap Abu Sufyan yang pernah memimpin pasukan untuk memerangi Nabi seperti perang Badr, Uhud dan Khandaq, diberikan pengampunan dan dihormati. Pada akhirnya Abu Sufyan juga bersyahadat. Inilah teladan dalam membimbing menuju jalan yang lurus.
3. Berkarakter. Apa yang dimaksud dengan berkarakter? Ada beberapa sifat yang harus dipenuhinya seperti : a. memenuhi hak orang lain terutama hak orang miskin. b. menghindari perbuatan yang merugikan orang lain, menyakiti dan menyinggung perasaan. c. bersikap positif pada siapapun dan mengerti bahwa setiap orang bisa membuat kesalahan. d. menanggapi kebaikan orang lain. Menghargai dengan ucapan terima kasih sudah merupakan cara menunjukkan kasih sayang. Beliau selalu menghargai apa yang lain lakukan untuknya. e. menghindari perbuatan negatif.
4. Persamaan dan kebersamaan. Memang sudah terlihat sejak muda dengan gaya hidup yang sederhana, sehingga ketika membangun masjid Quba, beliau ikut menyingsingkan lengan baju. Adapun dalam hal keputusan maupun kegiatan yang strategis dilakukan secara bersama dengan para sahabat, ini juga bentuk ciri kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. dalam berdemokrasi. Sifat kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. ditunjukkan dengan mendidik para sahabat yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Sehingga muncul tokoh-tokoh yang unggul dalam berbagai bidang, seperti bidang politik, militer, ekonomi, sosial dan hukum.
5. Kebebasan berkreasi. Beliau memberikan kebebasan kepada para sahabat saat mendelegasikan kewenangan sebagai pejabat.
Sebetulnya masih banyak keunggulan faktor kepemimpinan Nabi, hanya saja penulis menelusuri lima faktor ini. Ada model kepemimpinan yang elok terkandung dalam shalat berjamaah, yang membantu mengembangkan karakteristik kepemimpinan dan kepengikutan di kalangan muslim. Kepala jamaah atau Imam, memimpin para pengikutnya dengan penuh percaya diri. Namun saat dia gagap atau melakukan kesalahan, jamaah ( pengikut ) bisa membetulkannya, maksimal dengan tiga kali peringatan. Dan jika saat Imam tidak mampu melanjutkan, maka salah satu jamaah akan menggantikannya dengan tenang dan tertib. Di sini ada adab suksesi yang begitu lembut. Oleh karena itu seorang Imam ( pemimpin ) hendaknya berhati-hati dalam bertindak dan siap ( bersedia ) dikoreksi.
Pola kepemimpinan tersebut di atas tidak akan terjadi tanpa kehidupan yang sederhana. Seorang pemimpin akan baik jalannya jika tidak direpotkan dengan conflict of interest. Semoga para pemimpin muslim bisa menjadikan teladan gaya kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Aunur Rofiq
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)