Ramadan: "Jangan Jemu Padaku!"

Kolom Ramadan

Ramadan: "Jangan Jemu Padaku!"

Ishaq Zubaedi Raqib - detikNews
Kamis, 07 Apr 2022 16:54 WIB
Dokumen Pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Foto: Dokumen Pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Jakarta -

Bulan itu datang lagi. Tidak pernah ingkar janji. Ia berputar dari ujung timur, bergerak menuju ufuk, lalu tenggelam. Ia datang menabur harapan dan terbenam membawa catatan amal manusia. Ia bukan malaikat, tapi jelas ia tak pernah menyelisihi amar Tuhan. Ia rutin berotasi. Ia patuh menjalankan tugas yang sejak awal penciptaan melekat pada dirinya. Persis trilyunan makhluk luar angkasa lain yang rutin, tiada pernah berhenti berputar.

Itulah bulan. Itulah bulan Ramadan. Persis bulan-bulan lainnya, sekawanan 12 jumlahnya, menjadi tanda kekuasaan dan keberadaan Allah SWT. Seperti sudah jadi ketetapan-Nya, Ramadan dirancang Tuhan memanggul tugas "lebih" bagi umat Islam dibanding sebelas bulan lainnya. Di bulan ini, manusia diingatkan tentang ajaran kesucian, tentang fitrah, tentang "mishbah" Allah SWT di dalam "misykat". Misykat yang ditafsir Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, sebagai Nurullah--Cahaya Allah.

Di dalam misykat, berpendar caya tempat Tuhan berbisik kepada orang-orang beriman. Ia harus dijaga dan dilindungi dari maksiat agar nyalanya tetap menyinari lorong-lorong manusia. Jangan jauh-jauh meninggalkannya, sebab itu akan menyulitkan makhluk untuk pulang kepada-Nya. Ramadan adalah ruang berlatih mudik ke kampung halaman ; "Tsumma Ilayya Marji'ukum--Kemudian, kepada-Ku lah kalian akan mudik."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

***

Anda bosan karena rutinitas yang mendera ? Anda jemu karena yang Anda dapati itu-itu juga ? Anda cemas, karena setiap hari mesti bertemu dengan orang yang sama dalam sekian tahun ? Anda sebal, karena kegiatan di tempat kerja jarang sekali berubah ? Anda mulai jengah karena take home pay hanya di angka itu ? Anda mulai menyoal semua yang rutin dan ingin menolak rutinitas ?

ADVERTISEMENT

Sering, rutinitas kita jadikan alasan untuk mengabaikan sesuatu, yang seakan jalan di tempat. Termasuk ketika Ramadan tiba. Hatta, meski bulan ini disebut sebagai bulan suci. Muncul perasaan, seakan mengulang yang sama. Setiap tahun, seakan itu itu juga yang dilakukan. Sebelum Covid-19 mewabah di negeri ini dan jadi pandemi global, kegiatan Ramadan tidak berubah dari tahun ke tahun.

Bangun pagi. Sahur bersama keluarga. Membolak balik menu puasa. Mengutip chef anu dan chef lainnya. Mengganti saluran televisi ke youtube. Ada yang suka rela dibangunkan dini hari tapi tak sedikit yang kurang berkenan. Karena "dipaksa" tradisi, semua dilakukan demi menjalankan rutinitas. Meski ada salat subuh berjemaah, terbukti tidak semua yang puasa suka ke masjid.

Menahan kantuk, mencoba ambil air wudu, lalu membuka lembar demi lembar kitab suci. Ada yang dengan benar dibaca tapi boleh jadi ada sejumlah firman yang tak fasih dibaca. Bahkan, mungkin tidak sesuai ilmu membaca Alquran yang paling sederhana ; ilmu tajwid. Yang penting mengikuti kebiasaan dan memastikan kebiasaan itu bisa dilakukan setiap tahun.

Anda tidak suka rutinitas ? Mari simak kutipan ayat suci pada ayat 72 surah Al Qashash. Allah SWT dengan lugas bertanya. Pertanyaan untuk semua orang. Tidak spesifik memberi jawaban soal rutinitas. Tapi simaklah dengan tenang. Renungi tantangan Allah itu. Apa pendapat kita, kalau Allah menjadikan siang berkelanjutan hingga hari kiamat ?

Saat situasi normal, penduduk di kota-kota besar, serta para komuter lainnya, berjejal-jejal menginvasi kota sejak fajar baru menyingsing. Mandi jam segitu, seperti mengguyur tubuh dengan air es. Karena kondisi jalan yang selalu crowded, tiba di kota jam 07.30 suhu tubuh sudah meningkat. Hangat. Menjelang tengah hari, jalan-jalan protokol memuai. Jam 12 an, temperatur antara 32 hingga 34 derajat celsius.

Hanya dua jam setelahnya, sekitar jam 14.00 an, bentangan aspal yang melapisi Jl Panglima Sudirman hingga Jl MH Thamrin, Jakarta, misalnya, terlihat seperti menebar asap. Bisa jadi, panas di permukaan jalan-jalan di Jakarta sudah antara 48 hingga 50 derajat. Lapisan atmosfer setebal 1000 km, tak kuasa menahan terjangan sinar matahari menembus semua pori-pori bumi.

Dapatkah kita membayangkan jawaban macam apa untuk pertanyaan retoris Allah di akhir tulisan ini ? Bagaimana jika matahari mendadak berhenti, persis di tengah-tengah langit, selurus di atas ubun-ubun kita ? Tidak bergerak ke tempat biasa terbenam ? Selamanya ? Siang tak pernah berganti malam ? Terik menyengat. Panas yang membuat kulit melepuh. Misalnya, selama dua hari alias 2 kali 24 jam ? Temperatur bisa mencapai ribuan derajat celsius.

Kalau itu terjadi, maka semua cairan di muka bumi akan menguap. Semua lautan akan mengering. Samudera akan tinggal palung meranggas. Salju di dua kutub, utara dan selatan, akan meleleh. Menciptakan benua baru yang gersang. Kalau siang berlanjut dua hari lagi, maka semua cairan di dalam tubuh kita lenyap. Darah kita akan mengering. Daging di tubuh kita akan menyusut, sebab mayoritas terdiri atas cairan.

Maka, untuk menyudahi kehidupan, kita tak perlu menunggu Hari Kiamat tiba. Hanya butuh siang hari selama seminggu, maka kehidupan semua makhluk akan tinggal catatan. Allah cuma mengingatkan, bahwa semua pergerakan alam semesta diatur Allah dengan kodrat-Nya. Termasuk perjalanan memutar matahari, dari horison hingga ke ufuk sepanjang Allah kehendaki.

Maka, jangan terlalu sering bertanya, mengapa matahari secara rutin mengunjungi manusia. Sebab, sekali berhenti berotasi, kehidupan akan berakhir. Rutinitas itu rahasia Allah. Rutinitas itu sudah jadi ketetapan Allah sejak alam azali. Rutinitas itulah yang menjaga kehidupan. Anda bisa membayangkan tidak rutin menarik nafas ? Tidak rutin makan dan minum ? Tidak rutin tidur dan bangun ?

Maka, berhentilah menghidup-hidupkan perasaan bosan akibat Ramadan datang secara berkala. Ramadan datang, di-design Allah demi terjadinya perubahan sikap manusia dalam memaknai hubungannya dengan Allah. Sebelas bulan penuh dosa, bisa dinetralkan dengan berkah yang dikandung Ramadan. Maka, jangan bosan apalagi sebal. Ramadan adalah rutintas yang jadi isyarat kasih sayang Allah untuk hamba-Nya.

***

Al-Qashash 72 :

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ...

Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus sampai hari kiamat..."

***

Allaahu A'lamu...

Ishaq Zubaedi Raqib


Penulis adalah Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)

(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads