Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memenuhi undangan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI pada Senin (4/4). Dalam rapat itu PB IDI dicecar soal transparansi penggunaan anggaran dan dana iuran yang dibayarkan anggotanya.
Isu iuran anggota PB IDI awalnya dilontarkan oleh anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Golkar Dewi Asmara. Dewi mempertanyakan bagaimana penggunaan dana iuran yang diwajibkan kepada ribuan anggota IDI.
"Kalau dokter yang baru lulus, kalau 5 tahun harus membayar iurannya, pertanyaan saya, selama ini anggaran IDI untuk apa, ya? Organ profesi yang lain tidak hanya membina tapi juga bermanfaat bagi anggotanya, apalagi membayar," kata Dewi Asmara dalam rapat bersama IDI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Herkutanto kemudian menjawab tanggapan Dewi. Herkutanto menjelaskan alokasi pembagiannya di internal.
"Tadi ada hal-hal yang berkaitan dengan isu iuran. Perlu kami sampaikan iuran IDI itu paling murah dibandingkan bidan dan perawat. Kita cuma Rp 30 ribu per bulan. Dan itu sebelumnya Rp 15 ribu per bulan, (dialokasikan) ke PB 5%, ke wilayah 10%, sisanya ke cabang," kata Herkutanto.
Dewi kemudian menegaskan terkait transparansi penggunaan iuran tersebut. Ia pun mempertanyakan terkait proses audit penggunaan iuran.
"Nah, bukan soal mahal atau tidaknya, tetapi penggunaan dari dana itu tentu harus ada auditnya, report-nya kepada anggota," imbuhnya.
Herkutanto kemudian memastikan PB IDI melakukan audit keuangan internalnya. Ia menyebut audit tersebut dilakukan tiap tahun.
"Jadi transparansi dan akuntabilitas itu selalu dilakukan dalam proses audit tiap tahun," ujarnya.
(rmi/rmi)