Nama Brigadir Jenderal (Brigjen) Eko Rudi Sudarto diusulkan oleh kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 oleh pembaca detikcom, Jajang Yanuar. Jajang menyebut Brigjen Eko sebagai penggagas program kemasyarakatan yang berpengaruh terhadap keamanan di Papua, hingga mendapat sebutan akrab dari warga di sana.
Berikut cerita Jajang tentang Wakapolda Papua, Brigjen Eko dalam formulir online di tautan https://dtk.id/hoegengawards, seperti dilihat detikcom, Senin (4/4/2022):
Eko Rudi pelopor Binmas Noken Papua yang kiprahnya mulai terlihat sejak 2017. Awal pembentukan Binmas memiliki urgensi dalam membangun keamanan di daerah tempat berkembangnya gerakan pengacau keamanan KKB yang terus mencari simpatisan dan relawan dari desa-desa pegunungan hingga pesisir. Konteks pada waktu itu juga, KKB turun gunung dan melakukan aksi makar dan propaganda.
Polri saat ini dilematis dalam menerapkan hard approach, karena setiap pemolisian di TKP dijadikan bahan propaganda KKB di fora internasional dengan mendompleng negara-negara pasifik seperti Vanuatu.
Binmas Noken yang merupakan bagian dari soft approach menjadi tulang punggung dalam menjaga kondusivitas sosial. Keberhasilan Binmas Noken memang tidak secara 'gagah' meredam konflik, namun persetujuan sosial masyarakat setempat untuk tidak menjadi simpatisan dan relawan KKB merupakan modal dasar kepolisian mempersempit ruang gerak kelompok pengacau keamanan.
[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]
Binmas Noken memiliki program pemberdayaan sosial, dalam ekonomi misalnya mengembangkan ternak babi; dalam pendidikan mendatangkan relawan pengajar termasuk dari petugas polisi itu sendiri; dan membangun kepercayaan diri masyarakat melalui interaksi keberagaman dengan menghadirkan orang luar Papua diiringi bantuan sosial yang relevan dengan taraf kemajuan Orang Asli Papua (OAP).
Lebih jauh dari itu, pameran kemajuan Papua di Ibu Kota Jakarta juga menjadi medium menunjukkan pada dunia, bahwa Papua bersahaja, aman, dan memiliki kondisi sosial yang damai.
Kepada detikcom, Jajang mengatakan awal dirinya kenal Brigjen Eko saat meliput isu kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Kala itu Brigjen Eko masih berpangkat komisaris besar (kombes) dan belum diangkat menjadi Wakapolda Papua.
"Status hubungan (dengan Brigjen Eko) mungkin narasumber dan jurnalis ya pada waktu itu. Saya jadi jurnalis memang. Dia (Brigjen Eko) mengambil langkah soft approach, kalau TNI-Polri kan biasanya hard approach, penindakan demi penindakan. Tapi ini, kontra daripada kegiatan KKB di sana dilawan dengan pendekatan soft approach," ujar Jajang.
Menurut Jajang, bukanlah hal yang mudah mendekati masyarakat di wilayah-wilayah konflik Papua. Namun kala meliput, dia melihat Brigjen Eko menaruh senjata di belakang punggung, bukan di depan dada.
"Ini nggak mudah, karena untuk seseorang aparat keamanan masuk ke wilayah konflik dan dia senjatanya itu ditaruh di belakang, yang dikedepankan adalah hati, ini hal yang berat. Bisa saja dia ditembak mati di tempat, atau dibacok istilah katanya," kata Jajang.
[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]
Jajang mengaku terkesan saat melihat Brigjen Eko memimpin polisi masuk ke zona merah dengan tanpa senjata di depan dadanya. Menurut Jajang, hal itu efektif untuk membuat warga di wilayah konflik bersikap 'welcome' ke aparat.
"Dia (Brigjen Eko) mengidentifikasi daerah mana saja yang cocok untuk wilayah peternakan. Lalu kalau pertanian tidak mungkin, berarti di daerah x ini yang dikembangkan apa gitu. Misalkan kita lihat yang perlu dikembangkan pendidikannya, atau kesehatannya," ungkap Jajang.
"Senjata itu tidak di depan, di belakang karena dia pingin yang dilihat masyarakat adalah hatinya," sambung Jajang.
Jajang juga menyebut hal yang paling berkesan baginya terkait Brigjen Eko. "Yang paling berkesan mungkin ternak babi. Karena Pak Eko sendiri agamanya Islam kan. Di sana soal upaya dia membantu masyarakat lewat ternak babi kemudian sama orang Papua disebut 'Haji Babi'. Itu jadi hal yang lucu, jadi jokes. Jadi 'Haji Babi' dia. Ha...ha," tutur Jajang.
[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]
Terkait usulan ini, detikcom menghubungi Brigjen Eko. Dia kemudian memberikan dokumen berisi tulisan dengan judul 'Humanis Polisi di Tanah Papua dalam Binmas Noken Polri' kepada detikcom.
"Berawal ketika ketika pertama kali saya betugas di Polda Papua (saat itu Irian Jaya), konsep Binmas Pioneer dikembangkan oleh Jenderal Muharsipin. Apa itu Binmas Pioneer? Dalam pandangan saya, konsep Binmas Pioneer yang dibentuk pada era tahun 1993," cerita Brigjen Eko dalam tulisannya itu.
"Esensinya adalah membangun interaksi petugas Polri (Bhabinkamtibmas) yang memiliki kemampuan dengan memberikan contoh (pioneer) di lingkungan tempatnya bertugas," imbuh Eko. Singkat cerita, Brigjen Eko kala itu turut dalam kegiatan pelatihan, bahkan membawa pulang tiga sertifikat keterampilan.
Kembali ke Binmas Noken, Brigjen Eko menekankan target dari kegiatan adalah untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Papua, khususnya yang di wilayah pengunungan tengah.
"Konsep soft approach 'to win heart and mind' bagi masyarakat Papua, khususnya di Pegunungan Tengah. Tak dapat dipungkiri, Binmas Noken harus menggandeng stakeholders dan counter parts, baik lokal maupun nasional," kata Eko.
"Dengan berbekal wawasan, pengalaman dan pengetahuan tentang konsep community policing, neighborhood policing, Binmas Noken meminta dukungan para pakar dari Jakarta," tambah Eko.
[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]
Para pakar yang digandeng oleh Brigjen Eko mulai dari Profesor Hermawan 'Kikiek' Sulistyo, Profesor Bambang Shergi Laksmono, Brigjen Dr Chrysnanda Dwi Laksana, Dr Joseph Kritiyadi. Pakar lainnya adalah Dr Adriana Elizabeth, Dr Djuni Thamrin, Dr Marcel Pandin, Ambassador Luthfi Rauf, Rocky Gerung, Dr Robertus Robert, Dr Sukarman.
"Dan didukung banyak lagi agen maupun agensi lokal Papua, seperti Bupati Puncak, Willem Wandik, Sekda Lanny Jaya Bapak Christian Sohilait (kini Kadis Pendidikan dan Kebudayaan) yang senantiasa mendukung operasionalisasi Binmas Noken ini," ucap Eko.
Dia lalu menceritakan soal upaya Binmas Noken meningkatkan kesejahteraan rakyat di pegunungan Papua, salah satunya dengan mengembangkan ternak babi. Dia membangunkan kandang-kandang babi untuk warga.
"Pada masing-masing tempat, terdapat spot kandang babi yang per kandangnya berisi 10 ekor babi. Pembagian maupun pengaturan pengelolaan babi-babi tersebut diserahkan melalui mekanisme diskusi antar warga, namun personel Binmas Noken tetap menyiapkan babi, melakukan pelatihan, bersama-sama membuatkan kandang, membantu menyiapkan pakan dan melakukan mendampingi," papar Brigjen Eko.
"Khusus di Timika, dibangun Pusat Pelatihan Binmas Noken untuk peternakan Babi, yang memiliki kapasitas 100 (seratus) ekor. Selain ternak babi, di Kabupaten Wamena diberikan pelatihan lebah madu. Mengapa lebah madu begitu penting? Pada sekitar awal tahun 1990-an, madu Wamena sangat terkenal, namun akhir-akhir ini 'Madu asli Wamena' sudah jarang terdengar," lanjut Brigjen Eko.
[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]
Selain dua hal ini, Binmas Noken juga membuat masyarakat menjadi sibuk mengembangkan peternakan sapi, kelinci, berkebun kopi, talas dan ubi.
"Dalam perjalanannya hingga saat ini, Binmas Noken-pun akhirnya menemukan dan membangun kebersamaan dengan berbagai tokoh setempat, ada Pak Musa dan Kepala Suku Jikwa di Timika, ada Maximus Lanny, Ketua Kampung di Walelagama, Wamena, ada Bram Maruanaya di Nabire dan banyak lagi. Selain mereka adalah orang yang berpikiran maju, bekerja keras dan kooperatif, mereka adalah orang-orang yang mau berubah untuk kemajuan dan masa depan lebih baik di Papua," pungkas Eko.
Artikel ini adalah bagian dari rangkaian acara Hoegeng Awards 2022. Polisi yang diceritakan dalam artikel ini merupakan salah seorang yang diusulkan pembaca sebagai kandidat penerima Hoegeng Awards 2022. Pembaca detikcom bisa mengusulkan anggota polisi kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 melalui link berikut ini: Hoegeng Awards 2022.
Simak juga 'Kompolnas Harap Sosok Polwan Bisa Muncul di Hoegeng Award 2022':
(hri/fjp)