Harga Pertamax resmi naik menjadi Rp 12.500 per liter pada 1 April 2022 lalu. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengatakan kenaikan jenis Pertamax ini telah diperhitungkan oleh pemerintah dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, konsumen Pertamax diperkirakan merupakan warga negara yang secara status sosial ekonomi masuk dalam kategori kelas menengah dan kelas atas.
"Kebijakan menaikkan harga BBM nonsubsidi sebenarnya sudah memenuhi rasa keadilan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa yang menanggung beban kenaikan harga BBM kali ini adalah kelas menengah dan atas, serta bukan masyarakat kelas bawah," jelas Budi dalam keterangan tertulis, Minggu (3/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, lanjut Budi, kebijakan menaikkan harga BBM nonsubsidi kali ini sudah memperhitungkan faktor daya beli konsumen.
Ia menyebutkan daya beli kelas menengah dan atas tentu lebih besar daripada daya beli masyarakat kelas bawah. Sehingga ia menilai sudah sewajarnya jika beban kenaikan harga BBM kali ini diarahkan pada masyarakat kelas menengah dan atas.
"Pemerintah tetap memperhitungkan faktor daya beli masyarakat agar dicapai titik keseimbangan yang tepat,"ujar Budi.
Meski pemerintah menaikkan harga Pertamax, Budi menyebutkan kenaikannya saat ini masih ditetapkan di bawah harga keekonomiannya. Sebab, jika mengacu pada KepMen ESDM No 62/2020, seharusnya dengan menggunakan rata-rata MOPS/Argus 3 bulan terakhir berada di angka USD 114 per barrel dengan kurs Rp 14.350 maka didapatkan harga dasar sebesar Rp 13.298 per liter. Kemudian jika ditambah PPN 10% dan PBBKB 5% maka didapatkan harga Pertamax sebesar Rp 15.292.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat memahami kenaikan harga BBM kali ini masih tetap memperhitungkan kemampuan daya beli masyarakat, sekalipun itu terhadap kelas menengah dan atas yang sebenarnya memiliki daya beli cukup kuat.
"Oleh karena itu, sangat penting untuk menciptakan kesadaran bersama di kalangan masyarakat kelas menengah dan atas untuk lebih mengembangkan sikap solidaritas dan semangat gotong royong dengan masyarakat kelas bawah," tuturnya.
Budi mengatakan masyarakat kelas menengah dan kelas atas perlu bertenggang rasa memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memang lebih membutuhkan. Ia pun meminta agar masyarakat kelas menengah dan atas memupuk dan menunjukkan rasa solidaritas terhadap masyarakat kelas bawah.
"Khususnya pada momen ketika pemerintah menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti saat ini, dengan tidak beralih pada BBM jenis pertalite," ungkapnya.
Budi menerangkan kenaikan harga Pertamax di Tanah Air dipengaruhi harga minyak dunia yang terus mengalami lonjakan sepanjang tahun 2022 ini. Menurutnya, penyesuaian Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jalan satu-satunya untuk mengatasi inflasi serta pembengkakan dari APBN untuk subsidi.
"Harga Pertamax dinaikkan karena alasan minyak dunia sebagai variabel terikat minyak yang diimpor oleh Indonesia," kata Budi.
Ia menjelaskan meskipun Pertamax bukanlah BBM yang disubsidi langsung oleh Pemerintah, secara umum penyediaan BBM di dalam negeri ini masih mengandung komponen subsidi.
Karenanya, latar belakang pemerintah menaikkan harga BBM ialah pengeluaran negara untuk subsidi BBM itu sendiri yang sudah terlalu besar. Sehingga diperlukan adanya pemangkasan agar dapat diaplikasikan kepada sektor lain yang lebih nyata, seperti sektor pendidikan ataupun kesehatan.
"Dana yang disubsidikan untuk bahan bakar minyak selama ini kurang tepat sasaran," tegas Budi.
Ia menambahkan selama ini subsidi BBM hanya diperoleh oleh kalangan menengah ke atas yang mengkonsumsi paling besar.
"Pengurangan subsidi ini bertujuan agar subsidi dapat dialokasikan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang tepat sasaran,"cetusnya.
Sebagai informasi, berdasarkan formulasi yang ditetapkan dalam KepMen ESDM No 62/2020 tentang Formula Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar, kenaikan harga Pertamax yang dilakukan oleh Pertamina masih di bawah nilai keekonomian Pertamax.
(ncm/ega)