Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan dalam revisi UU Omnibus Law Keamanan Laut, Badan Keamanan Laut (Bakamla) diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan. Kepala Bakamla RI Laksdya Aan Kurnia mengaku kewenangan untuk melakukan penyidikan merupakan bagian dari cita-cita Bakamla.
"Kita punya cita-cita seperti negara maju yang mempunyai porsi tersebut," kata Aan di Mabes Bakamla RI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/4/2022).
Terkait dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) no 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia, Aan belum bisa berkomentar lebih jauh. Sebab, kata dia pihaknya akan mengikuti kebijakan sesuai arahan pemerintah pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian masalah PP saya tidak berkomentar banyak, sekali lagi ini adalah peraturan pemerintah dan ini amanah dari pemerintah untuk Bakamla melaksanakan kegiatan sebagai koordinasi," ujarnya.
"Ini masih digodok oleh pemerintah oleh pembuat kebijakan, sedangkan saya disini adalah pelaksana saja. Jadi sebenarnya kalau nanya aturan mainnya itu nanti di level pembuat kebijakan, kita disini hanya melaksanakan kebijakan pemerintah," imbuhnya.
Lebih lanjut, terkait pelaksanaan penyidikan pelanggaran di laut, kata Aan, pihaknya akan melaksanakan tugasnya dengan maksimal.
"Kita Bakamla sesuai dengan amanah sesuai dengan perintah pemerintah akan melaksanakan ini dengan baik. Dan kita selalu berkoordinasi dengan Kementerian lembaga terkait maupun kementerian lembaga teknis," jelasnya.
Baca berita selengkapnya di halaman berikut
Mahfud menjelaskan UU Kelautan akan direvisi secara terbatas menjadi UU Omnibus Law keamanan laut. Nantinya Bakamla sebagai Coast Guard, akan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan pelanggaran yang terjadi di laut.
"Dalam penyelenggaraan keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia, untuk jangka pendek diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan untuk jangka panjang akan diatur dalam bentuk UU dengan melakukan Revisi UU Kelautan secara terbatas atau UU Omnibus Law di bidang kelautan, yang mengatur Bakamla sebagai Coast Guard sekaligus memberikan kewenangan penyidikan," kata Mahfud melalui keterangan tertulis, Rabu (30/3).
Presiden Jokowi sebelumnya juga telah mengeluarkan PP Nomor 13 Tahun 2022. PP ini dikeluarkan untuk mengatasi tumpang tindih penegakan hukum di laut/pantai.
"Untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia guna menjaga kedaulatan negara, kepastian hukum, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan mengenai keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia," demikian bunyi pertimbangan PP 13/2022 yang dikutip detikcom, Rabu (16/3).
PP yang ditandatangani Jokowi pada 11 Maret 2022 ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
"Dalam rangka penyelenggaraan keamanan, keselamatan, dan hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia yang efektif dan efisien, perlu dilakukan penyinergian tugas dan fungsi dari beberapa kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan di laut," ujarnya.
Di PP itu disebutkan, penyelenggaraan keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia dilaksanakan oleh:
1. Menteri;
2. Badan;
3. Instansi Terkait; dan
4. Instsnsi Teknis.
"Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri," demikian bunyi Pasal 4 ayat 2.
Salah satu tugas pengamanan laut adalah patroli yang dilaksanakan oleh Badan dan Instansi Terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Yaitu berupa patroli bersama, patroli mandiri dan patroli terkoordinasi,
"Patroli bersama yaitu diselenggarakan oleh Badan dengan melibatkan Instansi Terkait dan Instansi Teknis secara bersama- sama, terpadu, dan terintegrasi," ujarnya.
Untuk penegakan hukum, setiap instansi yang melakukan penyidikan wajib memberitahu ke Badan.
"Jika instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak penyerahan dan/ atau tidak menindaklanjuti hasil penindakan yang dilakukan Badan maka instansi tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal penyerahan wajib melapor kepada Menteri disertai alasan hukum," bunyi Pasla 25 ayat 1.