Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan soal produk dalam negeri. Aturan tersebut diterbitkan Jokowi setelah jengkel gara-gara banyaknya penggunaan produk impor.
Jokowi menyampaikan kejengkelannya soal maraknya penggunaan produk impor oleh instansi pemerintah saat memberi pengarahan tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022). Dia menyayangkan kegiatan impor produk-produk yang sebenarnya bisa diproduksi produsen dalam negeri.
"Coba, CCTV beli impor. Di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini? Dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor. Seragam dan sepatu tentara dan polisi beli dari luar. Kita ini produksi di mana-mana bisa," ungkap Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan diterus-teruskan," sambung Jokowi.
Jokowi juga menyoroti pengadaan produk alat kesehatan, seperti tempat tidur pasien rumah sakit yang diimpor. Jokowi menyebut padahal produsen dalam negeri sudah mampu membuat tempat tidur pasien rumah sakit, contohnya di Yogyakarta, Bekasi dan Tangerang.
"Alkes, alkes, Menteri Kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Jogja ada, Bekasi, Tangerang ada. (Tapi malah) beli impor. Mau kita terus-teruskan?" kata Jokowi.
Jokowi mengancam akan mengumumkan instansi mana saja yang kerap impor barang. Dia mengaku sudah jengkel.
"Silakan. Nanti mau saya umumkan, kok. Saya kalau sudah jengkel kayak gini, saya umumin nanti. Ini rumah sakit daerah beli impor, Kemenkes masih impor, tak (saya) baca nanti. Karena sekarang gampang banget, detail, (laporan) harian bisa saya pantau betul," ucap Jokowi.
Jokowi juga mengkritik kegiatan impor alat-alat pertanian hingga peralatan menulis. Dia meminta pemerintah daerah, kementerian dan lembaga menggunakan produk yang diproduksi di dalam negeri.
"Alsintan (alat dan mesin pertanian), Menteri Pertanian, apa traktor-traktor kayak gitu, bukan hi tech saja impor. Jengkel saya. Saya kemarin dari Atambua (NTT), nanem jagung, saya lihat ada traktor, ada alsintan. Saya lihat, aduh.... Nggak boleh, Pak Menteri, nggak boleh," tekan Jokowi.
"Pensil, kertas saya cek, impor. Bolpoin. Ini apa ini kita? Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti ndak sih hal-hal seperti ini? Jangan-jangan kita ndak kerja detail sehingga nggak ngerti itu yang dibeli barang impor. Buku tulis impor, gimana? Jangan ini diteruskan, setop, sehingga melompat nanti kita semuanya beli produk dalam negeri, meloncat pertumbuhan ekonomi kita," tutur Jokowi.
Sebut Bodoh 2 Kali
Jokowi pun menyinggung besarnya anggaran pengadaan. Dia mengaku kesal anggaran yang besar malah dipakai untuk membeli produk impor.
"Sedih saya belinya barang-barang impor semuanya. Padahal kita memiliki pengadaan barang dan jasa anggaran modal pusat itu Rp 526 triliun, daerah, Pak Gub, Pak Bupati, Pak Wali, Rp 535 triliun. Lebih gede daerah," ucap Jokowi.
Dia juga menyinggung soal anggaran yang dimiliki BUMN. Dia mengatakan besarnya anggaran yang ada untuk pengadaan bisa menggerakkan ekonomi nasional jika dibelanjakan untuk produk dalam negeri.
"BUMN jangan lupa, saya detailkan lagi. Rp 420 triliun, ini duit gede banget, besar sekali. Nggak pernah kita lihat dan kita ini kalau digunakan, kita nggak usah muluk-muluk. Dibelokkan 40 persen saja, 40 persen saja, itu bisa men-trigger growth ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita yang pemerintah dan pemerintah daerah bisa 1,71 persen, yang BUMN 0,4 persen, 1,5 sampai 1,7 BUMN-nya 0,4. Nah ini kan 2 persen lebih. Nggak usah cari ke mana-mana, tidak usah cari investor," ucapnya.
Jokowi mengatakan harusnya instansi pemerintah hingga BUMN konsisten membeli barang-barang produksi dalam negeri. Jokowi heran mengapa hal tersebut tidak dilakukan.
"Kita diam saja tapi kita konsisten membeli barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik kita, industri-industri kita, UKM-UKM kita, kok nggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita terus-teruskan? Ndak, ndak bisa," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak Video: Sederet Barang yang Diimpor Pemerintah hingga Bikin Jokowi Jengkel
Dia mengatakan membeli barang impor berarti memberi pekerjaan kepada negara lain. Jokowi pun kembali membawa-bawa kata bodoh.
"Pekerjaan ada di sana, bukan di sini. Coba kita belokkan semuanya ke sini. Barang yang kita beli barang dalam negeri, berarti akan ada investasi, berarti membuka lapangan pekerjaan. Tadi sudah dihitung bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan. Kalau ini tidak dilakukan, sekali lagi, bodoh banget kita ini," ujar Jokowi yang disambut tepuk tangan peserta kegiatan.
"Jangan tepuk tangan karena kita belum melakukan. Kalau kita melakukan dan itu Rp 400 triliun lebih nanti betul-betul semuanya mengerjakan, silakan semuanya tepuk tangan. Kita hanya minta 40 persen dulu, udah, targetnya nggak banyak-banyak sampai nanti Mei," ucap Jokowi.
Sebut-sebut Reshuffle
Jokowi pun menyinggung soal reshuffle. Dia geregetan gara-gara anggaran malah dibelanjakan untuk produk impor.
"Kementerian, sama saja, tapi itu bagian saya itu. Reshuffle, udah, heeeeh saya itu, kayak gini nggak bisa jalan," kata Jokowi.
"Sudah di depan mata, uangnya ada, uang, uang kita sendiri, tinggal belanjakan produk dalam negeri saja sulit," imbuh Jokowi.
Jokowi menegaskan akan mengawasi sendiri soal belanja produk dalam negeri. Dia juga meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mengawasi produk impor agar tidak dicap barang dalam negeri.
"Akan saya awasi betul. Saya minta nanti ke Pak Jaksa Agung jangan sampai ada barang-barang impor masuk ke sini dicap produk dalam negeri," ujar Jokowi.
Terbitkan Aturan Produk Dalam Negeri
Setelah mengungkapkan kejengkelannya, Jokowi menerbitkan instruksi presiden (inpres) terkait percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Para menteri hingga ketua lembaga diminta merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasi paling sedikit 40 persen anggaran belanja barang/jasa untuk produk UMKM hasil produksi dalam negeri.
Inpres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dikeluarkan pada 30 Maret 2022 sebagaimana salinannya dilihat detikcom, Kamis (31/3/2022). Inpres ini ditujukan ke sejumlah pejabat sebagai berikut:
1. Para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
2. Sekretaris Kabinet;
3. Kepala Staf Kepresidenan;
4. Para kepala lembaga pemerintah nonkementerian;
5. Jaksa Agung Republik Indonesia;
6. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
7. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
8. Para pimpinan kesekretariatan lembaga negara;
9. Para gubernur; dan
10. Para bupati/wali kota.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya
Berikut ini bunyi diktum pertama instruksi presiden:
1. Menetapkan dan/atau mengubah kebijakan dan/atau peraturan perundang-undangan untuk mempercepat peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi.
2. Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menggunakan produk dalam negeri di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
3. Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) nilai anggaran belanja barang/jasa untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
4. Mendukung pencapaian target belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 paling sedikit Rp 400.000.000.000.000,00 (empat ratus triliun rupiah) untuk produk dalam negeri dengan prioritas produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi.
5. Membentuk Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (Tim P3DN) pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
6. Menyusun roadmap strategi peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi, termasuk roadmap peningkatan jumlah produk dalam negeri menuju 1.000.000 (satu juta) produk tayang dalam Katalog Elektronik.
7. Menyampaikan program pengurangan impor paling lambat pada tahun 2023 sampai dengan 5% (lima persen) bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang masih melakukan pemenuhan belanja melalui impor.
8. Menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) apabila terdapat produk dalam negeri dengan penjumlahan nilai TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan minimal 40% (empat
puluh persen).
9. Mendorong percepatan penayangan produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi pada Katalog Sektoral/Katalog Lokal.
10. Mengumumkan seluruh belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Sistem Informasi
Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan mengisi E-Kontrak pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).
11. Mencantumkan syarat wajib menggunakan produk dalam negeri dan produk yang dihasilkan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi/Industri Kecil dan Menengah/Artisan pada semua kontrak kerja sama.
12. Menghapuskan persyaratan yang menghambat penggunaan produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
13. Mengalihkan proses pengadaan yang manual menjadi pengadaan secara elektronik paling lambat tahun 2023.
14. Melakukan kolaborasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dengan mengupayakan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi menjadi bagian dari rantai pasok industri global.
15. Memberikan preferensi harga dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk pembelian produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Melakukan integrasi data dan informasi mengenai produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi melalui penerapan Satu Data Indonesia (SDI) dalam rangka mendukung kebijakan berbasis data dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sesuai kerangka Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Diktum kedua berisi instruksi khusus kepada sejumlah menteri dan ketua lembaga. Sedangkan diktum ketiga menjelaskan soal pendanaan peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Pendanaan untuk percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instruksi ke Jaksa Agung-Kapolri
Jokowi pun memberikan instruksi khusus kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait penggunaan produk dalam negeri. Ada perintah terkait pendampingan hukum jika terdapat masalah dalam penggunaan produk dalam negeri. Berikut ini instruksinya:
15. Jaksa Agung Republik Indonesia untuk:
a. melakukan pendampingan hukum pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam hal terdapat permasalahan dalam pelaksanaan penggunaan produk dalam negeri; dan
b. memerintahkan Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan langkah hukum yang diperlukan terhadap pelanggaran Pelaku Usaha atas ketentuan mengenai produk dalam negeri.
16. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk:
a. memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang membutuhkan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mendukung program penggunaan produk dalam negeri; dan
b. melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mendukung kegiatan pengawasan program penggunaan produk dalam negeri.