Semua bentuk ibadah dan amalan dalam Islam selalu didahului dengan aktivitas tertentu. Lalu bagaima kita mempersiapkan diri pada bulan suci Ramadan yang sebentar lagi datang?. Marilah kita tata hati ini agar menjalani ibadah bisa paripurna.
Ikhlas merupakan sikap shidiq dan jernih tidak ternoda oleh apapun, serta jauh dari riya'. Ikhlas juga berarti menghindari segala hal yang dapat mengotori hati dalam menjalani hidup menuju hidup dengan kejernihan hati.
Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa ikhlas, terutama dalam menjalankan ibadah kepada Allah Swt. Perintah ini disampaikan Allah melalui firman-Nya dalam beberapa ayat Al Quran, salah satunya yang tercantum dalam Surat al-A'raf ayat 29 berikut ini, "Katakanlah, "Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perintah ini menunjukkan bahwa umat yang beriman dalam menjalani kehidupan dunia dengan kejernihan hati. Maka umat yang seperti ini pastinya menjadi umat/generasi yang unggul.
Menurut Imam Al-Ghazali hakikat ikhlas adalah ( Ia berkata ), " Ketahuilah bahwa setiap sesuatu itu bisa dibayangkan akan tercampuri oleh sesuatu yang lain. Apabila sesuatu itu bersih dan terlepas dari campurannya maka dinamakan murni. Perbuatan yang bisa menjernihkan dan membersihkan dinamakan ikhlas".
Allah dalam firman-Nya surah an-Nahl ayat 66 yang berbunyi, " Apa yang berada dalam perutnya ( berupa ) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya."
Kemurnian air susu adalah jika tidak tercampuri darah dan kotoran atau apa saja yang membuat susu kehilangan kemurniannya. Itulah ikhlas yang menjadikan " perbuatan " betul-betul murni hanya karena keridhaan-Nya tiada tumpangan kepentingan lain.
Adapun tingkatan ikhlas perlu diketahui agar kita bisa memperbaiki sifat ikhlas setiap saat. Menurut Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Nashaihul Ibad membagi ikhlas menjadi tiga tingkatan. Pertama, tingkatan paling tinggi atau ikhlasul muhibbin, yakni membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia). Maksudnya, pada tingkatan ini orang yang melakukan ibadah tidak memiliki tujuan apapun selain karena ingin menuruti perintah Allah.
Kedua, tingkatan menengah atau yang disebut dengan ikhlasul aabidin, yaitu melakukan amal ibadah agar Allah memberinya imbalan akhirat, seperti dimasukkan ke dalam surga atau dijauhkan dari siksa api neraka.
Pada tingkatan kedua ini, seseorang beramal karena Allah, tetapi sebenarnya ia berharap agar ibadahnya membuatnya mendapatkan pahala dari Allah Swt. Perbuatan semacam ini masih tergolong ikhlas, meskipun ikhlasnya kurang sempurna karena masih dipengaruhi atau didorong keinginan hal yang lain.
Ketiga, tingkatan ikhlas yang paling rendah, karena seseorang beribadah karena Allah, tetapi memiliki harapan imbalan duniawi. Misalnya, seorang Muslim rajin mengerjakan sholat dhuha, tetapi di baliknya ia berharap dengan ibadahnya itu Allah akan meluaskan rezekinya. Atau banyak membaca istighfar agar dimudahkan mendapat keturunan.
Apabila seseorang beribadah tanpa melibatkan Allah di dalamnya, misalnya rajin sholat hanya karena ingin dianggap taat, bersedekah karena ingin disanjung, atau hal semacamnya, itu tidak termasuk ikhlas, melainkan sikap riya yang tercela. Hal tersebut ditegaskan oleh Syekh Nawawi. Ia mengatakan, "Selain ketiga motivasi di atas adalah riya yang tercela." Mari kita simak syair dari Maulana Rumi :
Hendaklah kau ikhlas di setiap amalmu
Agar Tuhan yang Mulia menerima ketaatanmu
Karena ikhlas adalah sayap bagi burung ketaatan
Jadi bagaimana mungkin ia terbang tanpa sayap
Sifat ikhlas memiliki keistimewaan, yaitu sebuah perkara paling mendasar dan terpentingsebagai syarat utama diterimanya amal ibadah. Hal ini telah ditunjukkan Allah Swt. dalam surah al-A'raf ayat 29 seperti tersebut diatas. Adapun keistimewaan berikutnya adalah, timbul rasa tenang. Dengan rasa ikhlas, akan memiliki perasaan yang lebih tenang dan sebagai salah satu cara meningkatkan suatu kebaikan. Sebagaimana keistimewaan dari rasa ikhlas ini terdapat di dalam sebuah hadits:
"Barang siapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya." (Diriwayatkan Tirmidzi).
Keistimewaan sifat ikhlas yang terakhir adalah, menjadikan landasan niat sebelum berbuat. Ikhlas dalam menghadapi musibah apapun memang sangat tidak mudah.
Namun di dalam Islam,memilikirasa ikhlas dapatsebagai sebuah amalan dan pengharapan yang bernilai besar di mata Allah Swt. Sebagaimana rasa ikhlas terhadap sesuatu yang dialami tercantum pada hadis berikut ini:
"Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat (ikhlas karena Allah) dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat (bukan karena Allah)." (Diriwayatkan Imam Muslim).
Niat ikhlas hanya semata-mata bersandar pada Allah Swt. sebelum melakukan tindakan merupakan keharusan. Memohon dan berdo'a pada Allah hendaknya ikhlas karena Allah telah berjanji akan mengijabah bisa di dunia dan bisa di akhirat. Semoga kita dan para pemimpin selalu terjaga dalam sifat ikhlas, sehingga yang dilakukan tidak sia-sia. Penulis akhiri dengan syair :
Wahai ikhlas, kemana saja kau pergi?
Tulus ingin jumpa
Jika kau berdua bersama, jadi fondasi kehidupan
Sungguh, ketulusan benar dan keikhlasan mendalam, berujung pada hati hamba dan melekat pertolongan-Nya
Tidak ada cemas dan khawatir
Tiada sia-sia kau bentangkan layar bahtera keikhlasan, selami sampai kedalamnya, terbang dengan sayapnya
Ikhlas, amalan hati
Kecenderungan hati tentukan kadar amalmu
Karena Sang Pencipta tidak lihat elok tubuh, hanya hatimu yg diukur
Bagi hamba yang ikhlas
Tiada beda pujian dan celaan, penghormatan dan penghinaan, perbuatan diketahui orang atau tidak, diganjar pahala atau tidak
Itu semua tidaklah penting
Aunur Rofiq
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)