Cerita AKBP Sutiono Setahun Tak Bertemu Keluarga demi Makamkan Jenazah COVID

Kandidat Hoegeng Awards 2022

Cerita AKBP Sutiono Setahun Tak Bertemu Keluarga demi Makamkan Jenazah COVID

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 29 Mar 2022 18:25 WIB
AKBP Sutiono yang pernah tertidur di atas makam karena kelelahan setelah memakamkan lebih dari 20 jenazah COVID-19 dalam sehari.
AKBP Sutiono (Deny Prastyo Utomo/detikJatim)
Jakarta -

Sejak awal virus Corona (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru Tanah Air, tugas Kasubdit Binsatpam/Polsus Ditbinmas Polda Jawa Timur (Jatim) AKBP Sutiono makin berat. Dia tak hanya mengabdi kepada institusi, tapi juga harus mendedikasikan diri kepada masyarakat.

Dikutip dari detikJatim, Selasa (29/3/2022), ketika Jatim dilanda kecemasan masuknya kasus COVID-19 pada Maret 2020, saat itu Sutiono masih menjabat Kasat Intelkam di Polresta Malang. Dia kerap bekerja bersama Dinkes Kota Malang.

Pada 17 Maret 2020, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengafirmasi kasus pertama COVID-19 di Surabaya. Tidak lama berselang, kasus COVID-19 di Kota Malang pun terus bertambah. Angka kematian akibat COVID-19 lambat laun meningkat diiringi krisis tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemulasaraan jenazah menjadi salah satu masalah yang sangat krusial di masa itu karena sangat sedikit relawan kesehatan yang mampu dan bersedia melayani pemulasaraan jenazah COVID-19. Saat itulah Sutiono meminta izin kepada Kombes Leonardus Simarmata, yang kala itu menjabat Kapolresta Malang, untuk membentuk satu tim penanganan pasien COVID-19 bersama tiga temannya.

Ipda Tri Sulistio, Ps Kanit Binkamsa Polresta Malang Kota, mengingat bagaimana dia jadi bagian dari tim yang dibentuk Sutiono. Tim itu 24 jam mengevakuasi pasien dan memakamkan jenazah COVID-19.

ADVERTISEMENT

"Luar biasa saat itu. Kami berempat bekerja dari pagi ketemu pagi. Pernah juga saya lihat sendiri beliau tertidur di atas nisan setelah bersama tim memakamkan lebih dari 20 jenazah dalam sehari," ujarnya kepada detikJatim, Selasa (29/3).

AKBP Sutiono yang pernah tertidur di atas makam karena kelelahan setelah memakamkan lebih dari 20 jenazah COVID-19 dalam sehari.AKBP Sutiono yang pernah tertidur di atas makam karena kelelahan setelah memakamkan lebih dari 20 jenazah COVID-19 dalam sehari. (Deny Prastyo Utomo/detikJatim)

[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]

Tim kecil yang dibentuk Sutiono itu memang pada akhirnya lebih sering menangani pemulasaraan jenazah. Sebab, saat itu, pemulasaraan jenazah memang menumpuk di RSUD dr Syaiful Anwar Malang.

"Iya, jadi waktu itu yang bisa memandikan jenazah COVID-19 cuma di RS Syaiful Anwar saja. Nah kemudian tim membantu, beliau menawarkan bagi yang berani saja, termasuk beliau," kata Sulistio.

Sulistio menegaskan bahwa jiwa kemanusiaan Sutiono tidak perlu diragukan lagi. Di awal-awal COVID-19 yang bisa dikatakan mengerikan bagi setiap orang di Kota Malang itu Sutiono justru berjibaku.

"Orangnya low profile, jiwa kemanusiaannya tidak usah ditanyakan lagi. Kalau boleh saya bilang sangat luar biasa, enggak ada kata lainnya. Saat mendengar ada yang meninggal beliau langsung mengumpulkan tim untuk segera bekerja," ujarnya.

AKBP Sutiono mengingat betul bagaimana dia menginisiasi pembentukan tim itu ketika ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tim pemulasaraan jenazah sangat terbatas.

"Waktu itu, 3 Maret 2020, ada yang meninggal. Awalnya diserahkan ke Dinas Kesehatan, kemudian kami kerjakan (bantu). Itu pertama kali. Setelah itu besoknya ada lagi yang meninggal langsung lima, sampai Juni kalau nggak salah sampai 75," kata Sutiono ketika ditemui di kantornya.

Empat orang dalam satu tim itu dilengkapi satu unit ambulans yang standby 24 jam. Setiap hari hilir-mudik menjemput jenazah COVID-19. Termasuk bila ada pasien yang perlu dipindahkan ke ruang isolasi.

[Daftarkan kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 di sini!]

Saking intensnya berinteraksi dengan pasien dan jenazah pasien COVID-19, Sutiono mengaku sempat takut ke kantor. Dia bahkan takut pulang ke rumah. Takut jadi sumber penularan baru.

"Orang mau kumpul saya takut, mau ke kantor juga takut. Ya, sudah, sehari-hari saya tinggal di ambulans PSC (Public Safety Center Kota Malang) itu," kata Sutiono.

Tak terasa, setahun sudah dia tidak bertemu dengan keluarganya. Dia berinteraksi dengan istri dan empat anaknya melalui video call. Dia bahkan harus menahan air mata ketika tahu ibunya selalu menangis ketika video call karena ingin tahu kondisinya dan ingin bertemu dengannya.

"Ya, seperti itulah. Rasanya sangat ingin pulang bertemu dengan keluarga. Tapi hampir setiap hari ada yang membutuhkan bantuan. Sementara tenaga kesehatan saat itu juga sangat terbatas," katanya.

Bersama timnya itu, setiap hari dia mengevakuasi jenazah, memandikan, menyalatkan, hingga memakamkan jenazah dengan peralatan seadanya. Seperti diketahui, waktu itu persediaan pakaian hazmat dan masker sangat terbatas.

"Belum ada hazmat, waktu itu hanya pakai masker N95. Itu pun harganya masih Rp 300 ribu per biji. Bajunya pakai apron (celemek) plastik. Kami beli yang paling murah. Lalu pakai helm," kata Sutiono.

Dia nekat melakukan itu semua dengan bekal keyakinan belaka. Meski begitu sebelumnya dia sudah konsultasi dengan dokter yang memastikan, asalkan tidak terkena percikan tidak tertular.

Dengan pelindung diri apa adanya itu Sutiono bersama timnya menjalankan tugas kemanusiaan di awal-awal Pandemi COVID-19. Dia tidak memandang status, siapa pun yang butuh bantuan, dia tolong.

"Jadi sejak awal itu, ya, berempat itu. Begitu ada kabar pasien meninggal itu saya izin ke Kapolres, 'Ndan, izin saya mau merawat (jenazah)'. Beliau bilang, sudah langsung berangkat," ungkap Sutiono.

Artikel ini adalah bagian dari rangkaian acara Hoegeng Awards 2022. Polisi yang diceritakan dalam artikel ini merupakan salah seorang yang diusulkan pembaca sebagai kandidat penerima Hoegeng Awards 2022. Pembaca detikcom bisa mengusulkan anggota polisi kandidat penerima Hoegeng Awards 2022 melalui link berikut ini: Hoegeng Awards 2022.

(fas/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads