Jakarta - Sebagai bentuk penghargaannya terhadap para mantan presiden, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan memperlakukan mantan Presiden Soeharto secara
mikul dhuwur, mendhem jero. "Beliau menyebut akan menerapkan sikap
mikul dhuwur, mendhem jero. Tidak pernah beliau akan menyalahkan atau menganggap salah, khusus pada para pini sepuh dan pendahulunya," ujar Irsyad Sudiro, Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Akhlak Mulia, usai diterima Presiden SBY di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (22/5/2006).Bila di-Indonesiakan, mikul dhuwur mendhem jero itu berarti memikul tinggi, menanam dalam-dalam. Pepatah ini diartikan sebagai tindakan untuk tidak menyalahkan dan selalu memposisikan dalam hal positif. Menurut Irsyad, perlakuan pepatah ini tidak hanya diterapkan SBY kepada Soeharto. Tapi, SBY juga akan menerapkannya kepada Soekarno, BJ Habibie, Gus Dur dan Megawati. Menurut Irsyad, bukan berarti implementasi dari falsafah tua Jawa yang dipopulerkan oleh Soeharto ini adalah dengan menutup sama sekali kemungkinan memproses masalah hukum Soeharto. Melainkan membiarkannya mengalir, sampai kemudian pada satu titik kelak kontroversi itu akan berhenti dengan sendirinya."Kalau secara keseluruhannya tidak mungkin. Ini akan antiklimaks, akan menurun. Jadi jangan klimaks, harus tetap proses antiklimaks, ada proses jangka pendek, bulanan, tahunan, atau mungkin sepanjang seumur hidup akan dendam juga," paparnya.Lebih lanjut Irsyad menyatakan, bahwa praktek antiklimaks serupa juga berlangsung pada kasus G30S/PKI. Ada pihak yang menganggapnya selesai saat Organisasi Komunis Indonesia (OKI) dibubarkan. Di sisi lain ada yang memperpanjangnya seumur hidup dengan menyatakannya sebagai masalah turun-temurun."Saya kira posisi masalah Pak Harto ini tidak sepanjang perkara lain. Karena mungkin secara proporsional akan banyak hal yang nanti akan diketahui jadi baik, dibanding sekarang yang kita munculkan seolah tidak baik," imbuh dia.
(asy/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini