Menanggapi kelangkaan minyak goreng di masyarakat, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengingatkan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) membutuhkan waktu untuk dapat mengurai distribusi minyak goreng. Menurutnya, kebijakan ini membutuhkan konsistensi pelaksanaan dan pengawasan di lapangan.
Diketahui, Kemendag telah resmi mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan. Hal ini kemudian menimbulkan polemik di masyarakat di mana stok minyak di pasar bertambah namun dengan harga yang melambung tinggi.
Menurutnya, pencabutan HET minyak kemasan akan memulihkan distribusi di pasar namun disertai kenaikan harga yang signifikan. Gejala itu akan mereda saat hukum pasar supply and demand berlangsung. Sehingga, akan ada keseimbangan harga ke level wajar dan tidak memberatkan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi pun menjelaskan dengan hilangnya disparitas harga dalam dan luar negeri, produsen akan memilih mendistribusikan produknya di pasar lokal. Sehingga dengan volume yang memadai akan memastikan turunnya harga minyak ke level wajar dan bisa diterima masyarakat.
Selain itu, dengan adanya HET bersubsidi pada minyak goreng curah yang tergolong murah juga semakin memperbanyak pilihan bagi masyarakat.
"Kuncinya pada pengawasan dan konsistensi," kata Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3/2022).
Sebagai informasi, pemerintah melalui Permendag 11/2022 telah memutuskan untuk menyerahkan harga minyak goreng ke mekanisme pasar. Pemerintah juga tetap memberikan subsidi bagi minyak goreng curah dengan eceran tertinggi Rp 14.000 per liter. Ketentuan baru itu mulai berlaku Rabu (16/3).
Dengan adanya ketentuan ini, pemerintah berharap pasokan minyak goreng di pasar domestik bisa lancar dan tidak mengalami kelangkaan walaupun dengan konsekuensi harga minyak menjadi naik.
Sebelumnya, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) juga telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 14 Maret 2022. Dalam surat itu disampaikan bahwa terjadi disparitas harga yang tinggi antara minyak goreng domestic price obligation (DPO) sebesar Rp8.750 - 9.200 per liter di bawah harga pasar. Hal ini kemudian memicu terjadinya black market dan menjamurnya pedagang dadakan.
Oleh karena itu, DMSI kemudian mengusulkan mekanisme bantuan langsung tunai (BLT) menggunakan dana BPDPKS. Mekanisme ini dilakukan dengan tetap memberlakukan wajib pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) 20% untuk menjamin pasokan minyak goreng ke dalam negeri.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo juga menegaskan pemerintah bersungguh-sungguh dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. Dirinya mengungkapkan bahwa pemerintah terus memperhatikan kenaikan harga minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit global.
Untuk itu, pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi minyak goreng curah. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian juga telah melakukan pertemuan dengan para produsen dan meminta untuk segera mendistribusikan minyak goreng.
(prf/ega)