Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi terkait perubahan logo halal baru yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) yang menjadi sorotan. MUI berharap adanya diskusi mendalam terkait hal tersebut.
"MUI berharap ada proses diskusi mendalam nanti terkait yang menyangkut publik dengan seluruh kepentingan khususnya lembaga keagamaan," kata Kepala Fatwa Bidang MUI, Asrorun Ni'am Sholeh kepada wartawan di Kantor MUI, Jumat (18/3/2022).
"Jika itu terkait masalah keagamaan seperti umumnya kita Kementerian Kesehatan membicarakan tentang vaksin, karena terkait dengan kehalalan ngobrol dengan lembaga agama, saya kira itu dilibatkan dalam komunikasi secara rutin intensif," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ni'am mengatakan terkait perubahan logo halal, MUI melihatnya secara proporsional. Menurutnya, keputusan itu merupakan tugas pokok dan kewenangan BPJPH.
Dia menyebut MUI melihat perubahan label itu sebagai kebijakan publik, yang idealnya menyerap aspirasi publik dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
"Sebagai kebijakan publik tentu idealnya menyerap aspirasi publik yang hidup di tengah masyarakat, mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis dan sosiologis. Dan penetapan label halal itu termasuk di dalamnya bagian dari mata rantai tak terpisahkan dari proses sertifikasi halal," ucapnya.
Sebelumnya, desain logo halal baru yang diterbitkan BPJPH Kemenag mendapat sorotan. Kemenag membantah logo halal baru itu Jawa sentris.
"Pemilihan label halal yang menggunakan media gunungan wayang dan batik lurik itu tidak benar kalau dikatakan jawa sentris," ujar Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada BPJPH Kemenag Mastuki, dalam keterangannya, Senin (14/3).
Mastuki kemudian menerangkan tiga hal terkait bentuk logo baru halal yang disorot. Pertama, menurutnya, wayang dan batik sudah menjadi warisan Indonesia yang diakui dunia. Termasuk sudah UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya non-bendawi (intangible heritage of humanity).
"Wayang ditetapkan pada 2003, sedang batik ditetapkan enam tahun kemudian, yaitu pada 2009. Karenanya, baik batik maupun wayang, keduanya adalah representasi budaya Indonesia yang bersumber dari tradisi, persilangan budaya, dan hasil peradaban yang berkembang di wilayah Nusantara," sambungnya.
Simak Video: MUI Soal Logo Halal Baru: Idealnya Ada Diskusi Publik