Jakarta - Pemerintah melalui Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menetapkan besaran Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) sebagai pedoman untuk besaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Tapi, NJKB versi pemerintah kok di atas harga pasar? Penetapan NJKB ini dimasukkan dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 2006 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor tahun 2006. Penetapan peraturan ini ditandatangani Menteri Dalam Negeri M Ma'ruf pada 27 Januari 2006. Peraturan Mendagri inilah yang menjadi acuan semua Pemerintah Daerah (Pemda), termasuk Pemda DKI Jakarta dalam menetapkan PKB. Lampiran NJKB ini sangat tebal hingga beratus-ratus halaman, karena memuat jenis-jenis kendaraan berikut cc dari semua merek kendaraan yang ada di Indonesia. Penetapan NJKB ini merupakan salah satu faktor untuk penghitungan besaran PKB. Pasal 2 ayat 1 peraturan ini menyebutkan, "penghitungan dasar pengenaan PKB merupakan perkalian dari dua unsur pokok, yaitu nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dan bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor." Bobot yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2, yang menyebutkan, "bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:a. sedan, sedan station, jeep, station wagon, minibus, microbus, bus, sepeda motor, dan sejenisnya, sebesar 1,00b. mobil barang/beban, sebesar 1,30c. alat-alat berat dan alat-alat besar, sebesar 1,00. Lantas berapa besar tarif PKB? Di peraturan ini tidak dijelaskan. Namun, Kepala Seksi (Kasi) Kendaraan Baru Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta, Muhammad Natsir Tanjung, mengatakan, tarif PKB tetap, yaitu 1,5% dari perkalian NJKB dengan bobot. Berikut sebagian kecil daftar NJKB yang ditetapkan Depdagri: 1.
Toyota Kijang Grand Lux Long AT/RZF81R: Rp 131.000 (tahun 2000), Rp 134.000.000 (2001), Rp 138.000.000 (2002), Rp 141.000.000 (2003), dan Rp 143.000.000 (2004)2.
Toyota Kijang Grand Luxury/RZF81R-GRMNE 10: Rp 132.000.000 (2000), Rp 135.000.000 (2001), Rp 139.000.000 (2002), Rp 142.000.000 (2003), dan Rp 144.000.000 (2004). 3.
Toyota Kijang Innova G Cruiser AT (TGN40R-GKPDKDG1): Rp 146.000.000 (2005), Rp 153.00.000 (2006)4.
Suzuki ST 160 Futura: Rp 58.500.000 (2000), Rp 58.000.000 (2001), Rp 59.500.000 (2002), Rp 61.000.000 (2004)5.
Honda Karisma 126 NF : Rp 9.600.000 (2002), Rp 9.800.000 (2003), Rp 9.900.000 (2004) Daftar NJKB di lampiran Peraturan Mendagri ini cukup panjang dan tebal, sehingga tidak bisa dituangkan semuanya. Namun, menurut Christian, salah seorang pemilik Toyota Kijang Grand Lux Long AT buatan 2000, NJKB yang ditetapkan pemerintah di atas harga pasar. "Masak Kijang saya dihargai dengan Rp 131.000.000. Ini terlalu tinggi," kata Christian, eksekutif muda yang berkantor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, kepada
detikcom, Jumat (19/5/2006). Menurut dia, NJKB itu sangat tidak wajar. Sebab NJKB ini berada di atas harga mobil tersebut saat dirinya membelinya pada tahun 2001. "Tahun 2001 lalu, saya membelinya dengan harga Rp 127.000.000. Masak sekarang harganya malah naik setelah lima tahun saya pakai," ujar Christian. Karena itulah, kenaikan harga pajak yang terjadi saat ini, dimungkinkan akibat penetapan NJKB yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
(asy/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini