Pilu Ortu Cari Handi hingga Kesaksian Getir di Sidang Kolonel Priyanto

Pilu Ortu Cari Handi hingga Kesaksian Getir di Sidang Kolonel Priyanto

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Rabu, 16 Mar 2022 12:04 WIB
Sidang kasus tabrakan maut Handi-Salsa dengan terdakwa Kolonel Priyanto (Nahda-detikcom)
Sidang kasus tabrakan maut Handi-Salsa dengan terdakwa Kolonel Priyanto (Nahda/detikcom)
Jakarta -

Etes Hidayatullah, ayah Handi, sempat berupaya mencari putra kesayangannya, Handi, yang sempat menghilang setelah ditabrak di Nagreg. Pencarian selama 10 hari itu justru berbuah pilu.

Peristiwa terjadi Rabu (8/12) sore sekira pukul 15.20 WIB. Dalam peristiwa yang terjadi di Jalan Nasional III, Nagreg, itu, diketahui Handi sedang berboncengan dengan kekasihnya, Salsa, menggunakan sepeda motor.

Mereka terkapar tak berdaya setelah dihantam mobil warna hitam doff yang meluncur dari arah Bandung, menuju Limbangan, Garut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Kabar Handi-Salsa Kecelakaan

Etes Hidayatullah mengatakan mendapat kabar Handi dan pacarnya Salsa tertabrak mobil di perbatasan Garut pada Rabu (8/12). Handi dan Salsa berboncengan naik sepeda motor.

"Kejadiannya saya nggak tahu pasti. Tapi setelah tahu kecelakaan, saya langsung pulang dari pekerjaan," ujar Etes kepada wartawan, Selasa (14/12/2021).

Etes mengaku saat itu langsung mendatangi lokasi kejadian. Namun Handi dan Salsa sudah tidak ada di tempat.

Menurut keterangan saksi-saksi yang ada di lokasi, kedua korban dievakuasi oleh sebuah mobil berwarna hitam yang diduga menabrak keduanya.

"Betul memang ada kejadiannya. Tapi setelah waktu itu kita olah TKP, ternyata lokasinya berada di wilayah Ciaro, Nagreg (Bandung)," kata Priyo, Selasa (14/12).

Mencari Handi-Salsa ke RS di Garut hingga Tasikmalaya

Hatinya tak tenang, Etes terus mencari anaknya. Dia dan keluarganya ikut membantu mencari Handi dan Salsa. Mereka telah mencari keberadaan Handi dan Salsa ke berbagai rumah sakit di Garut, Tasikmalaya, Bandung, bahkan hingga Ciamis, namun keduanya tak ditemukan.

Etes mengatakan pihaknya kemudian mendatangi berbagai fasilitas kesehatan di sepanjang jalur Bandung hingga ke Tasikmalaya dan Ciamis. Namun tidak ada tanda-tanda Handi dan Salsa pernah datang.

"Bahkan ke RS Hasan Sadikin juga kita cari. Tapi tidak ada," ungkapnya.

Selama 10 hari mencari dan tak juga mendapatkan hasil, Etes akhirnya memutuskan menghentikan proses pencarian pada Kamis (16/12) malam. Dia mengaku saat itu sudah pasrah dan mengikhlaskan anaknya.

"Sampai saya pikir udah-lah, saya ikhlas. Pencarian berhenti saja," kata Etes kepada wartawan di kediamannya, Minggu (19/12).

Namun petunjuk datang. Saat itu, sekitar pukul 7 malam, salah satu anak Etes menerima pesan singkat dari pihak kepolisian yang menyebar ciri-ciri sesosok mayat tanpa identitas yang ditemukan di kawasan Sungai Serayu, Rawalo, Banyumas.

Berbekal ciri-ciri mayat dan keterangan dari keluarga dan teman-teman Handi, Etes meyakini mayat itu adalah anaknya. Mereka kemudian bergegas menuju Banyumas didampingi polisi keesokan harinya.

"Karena dari bajunya, celananya, gespernya, terus kepalanya yang katanya rambutnya mohawk, itu semua teman-temannya yakin bahwa itu Handi. Ada yang tahu celananya, bahkan kalung emas imitasinya. Itu nggak salah lagi. Itu Handi," ujar Etes.

Pihak keluarga sudah ikhlas dan pasrah dengan nasib tragis yang dialami Handi. Namun kini mereka menuntut keadilan. Etes meminta dengan sangat kepada pihak kepolisian untuk segera mengungkap kasus ini dan menangkap para pelaku.

"Pokoknya saya minta dapatkan pelakunya. Seteganya itu, udah ditabrak, dibuang. Sakit hati saya sebagai orang tua. Seperti anjing saja," tutup Etes.

Simak Video 'Fakta Keji Kolonel Priyanto Tolak Selamatkan Handi-Salsa':

[Gambas:Video 20detik]



Bersaksi Lagi di Persidangan

Kemarin Etes bersaksi di persidangan Kolonel Inf Priyanto dkk. Dia mempertanyakan rasa kemanusiaan para pelaku.

"Nggak ada rasa kemanusiaan. Hatinya ke mana?" kata Etes dari kursi saksi dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa, 15 Maret 2022.

Di kursi yang sama, Jajang bin Ojo--orang tua Salsabila--bahkan trauma. Salsabila juga dibuang Kolonel Priyanto dkk usai kecelakaan.

"Sama. Masih (sakit hati). Trauma. Mungkin ada hukum yang berjalan," ujar Jajang.

Etes sempat mengenang Handi semasa hidup saat memberikan kesaksian.

"Kita dari kecil timang-timang, sudah besar kok dibuang? Kalau kecelakaan lalu lintas, itu biasa. Saya menerima dengan cara kekeluargaan, gimana baiknya. Bukan satu-dua kejadian di situ. Semua dibawa ke rumah sakit," ujar Etes.

Dalam surat dakwaan memang disebutkan Handi kala itu masih hidup tetapi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kematian Handi disebut terjadi setelah dibuang ke sungai karena tenggelam.

"Saya kecewa. Harusnya dilindungi. Kalau di situ banyak warga, coba keluarga ditunggu, disuruh ikut. Jangan sampai dibuang. Toh saya juga manusia, sama. Kenapa tega benar sampai dibuang? Masih hidup lagi menurut tim forensik. Itu sakitnya," ucapnya.

Bukan Tugas Negara

Setelahnya, Etes masih menyesalkan perbuatan anak buah Kolonel Priyanto yang hanya memohon untuk menyelamatkan Handi-Salsa tanpa bisa berbuat banyak. Bagi Etes, perintah Priyanto ke anak buahnya bukanlah tugas negara.

"Mungkin kalau dibawa ke puskesmas ada pertolongan, bisa hidup. Jadi jangan egois. Anak buah ngikutin, tapi ini kan bukan tugas negara. Berjuang demi Indonesia. Ini masalah pribadi," jelas Etes.

Kasus ini bermula ketika Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya menabrak Handi dan Salsa di Nagreg. Bukannya menolong korban, Kolonel Priyanto dkk malah membawa mereka hingga keluar dari Jabar dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.

Sementara itu, Handi dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup. Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu. Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto-lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya. Dia juga yang memiliki ide keji membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.

Kolonel Priyanto didakwa dengan pasal berlapis karena membunuh dua remaja sipil. Terdakwa Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal 340 KUHP mengatur tentang hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Selanjutnya, Pasal 338 KUHP juga mengatur terkait pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Kemudian, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan Pasal 333 KUHP mengatur pidana perampasan kemerdekaan orang lain dengan ancaman hukuman 8-9 tahun penjara. Terakhir, Pasal 181 KUHP terkait pidana menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang, yang ancaman pidananya maksimal 9 bulan.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads