Kejati DKI Jakarta memeriksa Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan DKI Suzi Marsitawati terkait dugaan korupsi kegiatan pembebasan lahan di Cipayung, Jakarta Timur pada 2018 silam. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria percaya jajarannya selalu cermat dalam menjalani proses pembelian lahan.
"Sejauh yang saya tahu jajaran dinas apalagi pimpinan pasti mengetahui SOP, tahapannya aturan dan sebagainya harus sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Kami optimis jajaran kami tak hanya mengetahui, memahami dan melaksanakannya, tapi sangat teliti dalam proses pembelian," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2022).
Meski begitu, Riza bakal mendalami lebih lanjut terkait proses pembelian tanah di Cipayung pada 2018 silam. Prinsipnya, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Insyaallah DKI termasuk provinsi yang selalu mengedepankan good government, clean government," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI) mengusut dugaan korupsi terkait kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2018. Kejati DKI memeriksa sembilan saksi terkait kasus itu, salah satunya Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan DKI Jakarta Suzi Marsitawati.
"Tim Penyidik Mafia Tanah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terus mengintensifkan pemeriksaan kasus pengadaan tanah Cipayung. Sembilan saksi diperiksa pada hari Senin, 14 Maret 2022, dua di antaranya Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta Suzi Marsitawati serta mantan Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Djafar Muchlisin," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam, Selasa (15/3/2022).
Total sebanyak 34 saksi telah diperiksa, yang berasal dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, kelurahan setempat, Badan Pertanahan Nasional/ATR Kota Jakarta Timur, serta masyarakat yang dibebaskan lahannya. Selain itu, penyidik akan memeriksa seorang notaris terkait kasus ini.
Saat ini tim penyidik dan PPATK juga masih masih mendalami aliran dana terkait kasus itu. Sebab, diperkirakan kerugian keuangan negara terkait kasus itu sebesar Rp 17,7 miliar.
(taa/eva)