Ombudsman Duga Kelangkaan Minyak Goreng Gegara Disparitas Harga-Panic Buying

Ombudsman Duga Kelangkaan Minyak Goreng Gegara Disparitas Harga-Panic Buying

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 15 Mar 2022 15:55 WIB
Big plastic bottle of olive oil in the hand of the buyer at the grocery store
Ilustrasi Minyak Goreng (Getty Images/iStockphoto/sergeyryzhov)
Jakarta -

Ombudsman RI menduga kelangkaan minyak goreng di Tanah Air disebabkan oleh beberapa faktor, dari disparitas harga hingga adanya perilaku panic buying yang dilakukan individu atau pelaku usaha yang meningkatkan stok minyak goreng. Ombudsman menyarankan agar pemerintah melindungi kelompok masyarakat miskin dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) dan memantau distribusi pasar.

Hal itu disampaikan anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers virtual di siaran YouTube Ombudsman RI, Selasa (15/3/2022). Yeka membeberkan beberapa faktor diduga penyebab kelangkaan minyak goreng, diantaranya disparitas harga, perbedaan data DMO (domestic market obligation) yang dilaporkan dengan realisasinya.

Sebab, menurutnya, meskipun pemerintah telah menyebarkan 415 ribu ton minyak goreng hasil DMO ke pasar, realisasi DMO hanya akan terkonfirmasi dengan data yang semestinya dikumpulkan dari distributor. Penyebab kedua, DMO tanpa diikuti oleh memasangkan antara eksportir CPO/olahannya dan produsen minyak goreng dinilai tidak efektif karena tidak semua produsen minyak goreng berorientasi ekspor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa? Karena tidak semua produsen minyak goreng mendapatkan CPO dari DMO dengan harga DPO. Perlu diketahui, tidak semua produsen minyak goreng mendapatkan CPO dengan harga DPO. Jadi dengan harga DPO ini paling mahal dalam bentuk olein, produsen minyak goreng bisa mendapatkan bahan baku seharga Rp 10.300 ataupun dalam bentuk CPO seharga Rp 9.300 dan ini sangat jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pasar yang mencapai sekitar Rp 18.000 sampai Rp 19.000," kata Yeka.

Kemudian Ombudsman menduga masih terdapat panic buying. Serta pihak rumah tangga/pelaku usaha UMKM diduga menyetok minyak goreng yang lebih banyak karena khawatir dengan ketersediaan minyak goreng.

ADVERTISEMENT

"Jadi ini bukan berarti masyarakat yang melakukan "penimbunan" tetapi upaya peningkatan stok minyak goreng yang dilakukan oleh rumah tangga maupun pelaku usaha UMKM. Ini merupakan respon terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya," katanya.

Lebih lanjut, Ombudsman menduga langkanya minyak goreng gara-gara munculnya spekulan yang memanfaatkan kondisi disparitas harga yang sangat besar antara HET dan harga di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi. Aktivitas spekulan ini juga yang memunculkan dugaan terjadinya penyelundupan minyak goreng.

"Jadi seperti diketahui kalau di (pasar) modern ini bisa diintervensi, kalau di pasar tradisional tidak bisa diintervensi, pelaku sangat banyak, dan aktivitas spekulan ini juga yang memunculkan dugaannya terjadinya penyelundupan minyak goreng. Jadi kalaupun misalnya disampaikan oleh Menteri Perdagangan bahwa dengan adanya DMO sebanyak 415.000 ton dan itu melebihi dalam waktu 3 minggu dan itu melebihi dari kebutuhannya lantas masih langka, maka dugaan adanya penyeludupan ini merupakan hal-hal yang sangat wajar saja," paparnya.

Tak hanya itu, langkanya minyak goreng juga diduga terjadi gara-gara belum berhasilnya pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan. Menurutnya, fungsi pengawasan tidak akan berhasil diterapkan ketika disparitas harga terjadi dengan gap yang sangat besar. Sebab, menurutnya, akar masalah dari kelangkaan minyak goreng adalah disparitas harga.

"Sehingga Bapak Ibu semuanya Ombudsman melihat bahwa akar permasalahan terjadinya kelangkaan minyak goreng ini adalah
karena tingginya disparitas antara harga DPO, HET, dan harga pasar disparitas harga itu berkisar antara Rp 8.000 sampai Rp 9.000. Jadi bisa dibayangkan disparitas ini yang tinggi ini memunculkan tadi hal-hal yang menjadi penyebab yang tadi disampaikan sebelumnya," imbuhnya.

Tonton video 'Akar Masalah Minyak Goreng Langka Versi Ombudsman: Disparitas Harga':

[Gambas:Video 20detik]



Selengkapnya di halaman berikutnya.

Oleh karena itu Ombudsman menyarankan agar pemerintah menghilangkan disparitas harga, yaitu dengan melepas kepada mekanisme pasar dengan tetap memberlakukan DMO untuk menjamin ketersediaan minyak goreng. Selain itu, pemerintah diminta mengawasi ketat ekspor use cooking oil serta melakukan revisi kebijakan dengan memasukkan ekspor jenis minyak goreng dan turunannya ke dalam ekspor larangan terbatas.

"Langkah berikutnya adalah dalam rangka menjamin ketersediaan minyak goreng, maka pemerintah perlu mengawasi secara ketat, salah satunya adalah ekspor use cooking oil, didahului dengan memasukkan ekspor jenis ini ke dalam ekspor larangan terbatas," tutur Yeka.

"Terus berikutnya pada prinsipnya adalah karena di ketika dilepaskan kepada mekanisme pasar, maka dampak di lepaskan pada mekanisme pasar itu adalah tingginya harga minyak goreng. Oleh karena itu, pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan, seperti keluarga miskin, UMKM dan mikro yang mengkonsumsi minyak goreng dalam bentuk curah," ungkapnya.

Berikut ini rekomendasi Ombudsman:

Opsi 1: HET untuk Minyak Goreng Curah
1. DMO dan DPO tetap diberlakukan.
2. Minyak goreng kemasan premium dan sederhana dilepaskan dari kebijakan HET.
3. Minyak goreng curah tetap menggunakan HET dengan jaringan distribusi khusus di pasar-pasar tradisional dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel. Pengawasan secara ketat dilakukan di wilayah wilayah perbatasan, baik jalur laut maupun jalur darat.

"Agar saluran distribusinya khusus di pasar-pasar tradisional, artinya di luar pasar tradisional tidak boleh ada yang jualan curah. Tidak seperti sekarang akhirnya muncul pedagang dadakan semua orang sibuk, semua lembaga sibuk untuk menjadi penjual minyak goreng, tetapi terlupakan bahwa sebetulnya institusi yang harus dikuatkan itu adalah pasar, dalam hal ini pasar tradisional. Sehingga dengan ini dikuatkan dengan fungsi pengawasan di 16 ribu pasar tradisional dengan mekanisme yang diatur secara ketat, dengan pengawasan di setiap rantai pasok siapa yang melakukan apa, mengirim ke siapa itu sudah jelas, jadi tidak dilepaskan, tetapi harus diatur," kata Yeka.


Opsi 2: Perlindungan Kelompok Rentan Kemahalan
1. DMO diberlakukan tanpa DPO
2. Melepas semua jenis minyak goreng ke mekanisme pasar dan pemerintah berfokus melayani kelompok masyarakat yang rentan terhadap kemahalan, yaitu masyarakat miskin serta pelaku usaha mikro dan UMKM melalui mekanisme bantuan langsung tunai BLT.
3. Agar tidak membebankan APBN, untuk keperluan BLT, pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy ekspor produk turunan CPO, seperti RBD Palm Olein, RBD Palm Oil, RBD Palm Stearin, dan PFAD.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads