Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritisi wacana penundaan pemilu di tengah kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, seperti kedelai hingga minyak goreng. AHY menyebut rakyat dipaksa menerima keadaan saat ini.
"Selain harga-harga kebutuhan pokok, seperti kedelai, minyak goreng, dan daging sapi yang naik, harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif tol juga mengalami kenaikan," kata AHY seperti dalam keterangannya, Senin (15/3/2022).
AHY menyebut rakyat seakan-akan dipaksa menerima keadaan untuk menerima kenaikan kebutuhan bahan pokok. Padahal, kata dia, saat ini kondisi perekonomian masyarakat tengah sulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiba-tiba sudah naik saja. Rakyat yang lagi sulit hidupnya saat ini akibat belum pulihnya perekonomian rumah tangga mereka, seolah dipaksa begitu saja untuk menerima keadaan. Kita semua seperti 'di-fait accompli', dipaksa menerima keadaan ini!" kata AHY.
AHY menyampaikan kondisi ini diperparah oleh munculnya wacana tunda pemilu atas dasar mahalnya penyelenggaraan. Padahal, menurutnya, pemerintah tengah menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk pembangunan IKN.
"Alasan tunda pemilu karena mahal tidak masuk akal. Jika memang anggaran yang menjadi alasan, kemarin KPU telah mengusulkan anggaran Rp 86,2 triliun untuk penyelenggaraan pemilu serentak 2024. Jika anggaran itu yang dikeluhkan, mengapa di tengah pandemi ini pula pemerintah hendak menggelontorkan anggaran lebih dari Rp 500 triliun untuk pembangunan ibu kota baru yang lebih dari separuh akan dibiayai dari APBN? Bagaimana mungkin agenda pembangunan yang tiba-tiba muncul, di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja ini, mendorong kita untuk mengubah aturan konstitusi yang notabene merupakan amanah gerakan reformasi?" kata AHY.
Simak selengkapnya penjelasan AHY di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'Luhut Bicara Big Data Rakyat Mau Pemilu Ditunda, PDIP: Kapasitasnya Apa?':
AHY lantas menyinggung kondisi sebelum reformasi di mana terjadi praktik-praktik KKN imbas kekuasaan yang terlalu lama. Menurutnya, wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden akan menyengsarakan rakyat.
"Alasannya, sebelum reformasi, selama tiga dekade lamanya, telah terjadi praktik-praktik pelanggengan kekuasaan yang secara paralel juga menumbuhsuburkan praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Ingat, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely," kata AHY.
"Semua itu menyengsarakan rakyat, dan menghadirkan rasa ketidakadilan. Ditambah dengan krisis moneter yang menghancurkan sendi-sendi ekonomi nasional ketika itu. Rakyat yang susah dan tertindas selalu melahirkan kekuatan dan gelombang perubahan. Ketika seorang pemimpin lupa untuk turun takhta, maka rakyat yang akan mengoreksinya. Ini sejarah. Kok sepertinya ada yang mau melupakan sejarah penting bangsa ini? Hati-hati, bangsa yang tidak mau belajar dari sejarahnya sendiri akan hancur dan mundur ke belakang," sambung AHY.
Atas dasar itu lah, AHY menginstruksikan kepada jajarannya di Fraksi Partai Demokrat Komisi II DPR untuk segera membahas dan mengesahkan anggaran pemilu demi mencegah penundaan pemilu. Dia menyebut wacana tersebut permufakatan jahat.
"Saya mengatakan bahwa upaya tersebut sebagai permufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara, termasuk dengan cara mempermainkan dan mengacak-acak konstitusi. Kalau mereka berhasil undur pemilu, lalu apa berikutnya? Presiden tiga periode? Presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat? Presiden seumur hidup? Sungguh malang nasib kita kalau sampai itu semua terjadi. Mari kita semua waspada, dan berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat kita, serta menjaga kelangsungan demokrasi dan masa depan bangsa, dari permufakatan jahat tersebut. Jika yang baik diam, maka sama saja kita membiarkan negara ini masuk ke dalam jurang kehancuran," kata AHY.