Petani di Desa Sei Silau Barat, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut) masih menunggu realisasi pembayaran ganti rugi terhadap lahan tanah mereka yang terdampak proyek nasional pembangunan bendung dan saluran suplesi. Mereka mengaku sudah dijanjikan sejak 2017.
"Masih janji-janji sejak tahun 2017, sampai sekarang belum ada (realisasi), nggak tahu kenapa, padahal sudah dipatok-patok mereka," kata salah seorang petani, Bahrum, kepada wartawan, Senin (14/3/2022).
Menurut para petani, segala syarat dokumen telah dipenuhi. Selain itu, mereka juga telah menerima rincian pembayaran lahan yang terkena proyek berkisar puluhan hingga ratusan juta rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau surat-surat ini lengkap surat keterangan dari camat, sudah ada dari tahun 1950 dikuasai orang tua kami," ujarnya.
Proyek yang dimaksud merupakan pengerjaan bendung dan saluran suplesi Sungai Silau menuju Sungai Bunut dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) yang dikerjakan oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II.
Proyek ini nantinya akan mengairi daerah irigasi seluas 10.700 hektare (ha) di Asahan yang pengerjaannya sudah memasuki tahap dua.
Pejabat Irigasi Balai Wilayah Sungai (BWSS) II, Indra Kurnia saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengatakan pada tahap dua akan dilakukan pengerjaan untuk pelebaran dan pedalaman Sungai Bunut sepanjang 24 kilometer dengan luas 100 ha, serta jalan inspeksi.
Namun, terdapat kendala sekitar 2,8 kilometer proyek yang dilalui saluran suplesi tersebut karena petani belum menerima ganti untung. Menurutnya, pihak BWSS masih mengkhawatirkan status kepemilikan lahan tersebut sebab berdampingan dengan kawasan hak guna usaha (HGU).
"Pembebasan lahan harus jelas, jika ada persoalan kita serahkan kepada pengadilan," ujar Indra kepada wartawan beberapa waktu lalu.
(jbr/aik)