Artis atau model Soraya Haque meraih gelar doktor dengan disertasi soal hukum pembuktian malapraktik dokter. Salah satunya soal banyaknya kasus malapraktik kedokteran yang jarang berujung kepada vonis akhir pemidanaan.
"Pembuktian kausalitas tindakan dokter masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya, dalam praktik hukum belum adanya standar penentuan hubungan sebab-akibat kematian korban dalam pertimbangan hakim," kata Soraya Haque.
Hal itu tertuang dalam abstrak disertasinya yang berjudul 'Pembuktian Kausalitas Tindakan Dokter dalam Kasus Kelalaian Medik melalui Pendekatan Scientific Evidence: Pemanfaatan Visum et Repertum oleh Hakim dalam Pengambilan Putusan' yang dikutip detikcom, Senin (14/3/2022). Disertasinya berhasil ia pertahankan di depan sidang di Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Jakarta pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Antara putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain terdapat cara berbeda dalam menentukan penyebab kematian untuk melihat adanya kausalitas tindakan dokter sebagai terdakwa," ujar Soraya Haque yang juga istri Ekki Soekarno itu.
Menurut Soraya munculnya perdebatan di antara hakim dalam menentukan unsur-unsur kelalaian tindakan dokter adalah penafsiran dan penerapan antara tindak pidana biasa yang diatur KUHP dan tindak pidana medik. UU pidana hanya menentukan tentang perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana. Sementara, penilaian sifat perbuatan melawan hukum adanya culpa lata medik harus dimulai dari akibat kematian, kemudian menilai pada tingkah laku dokter dalam mengobservasi yang patut disalahkan atau tidak disalahkan.
"Namun, yang menjadi persoalan apakah tuntutan-tuntutan dokter dibuat dengan benar? Apakah kondisi korban sesuai dengan penyebab yang dituduhkan? Apakah benar terjadi kesalahan medik oleh dokter yang menangani? Semua contoh di atas selalu melibatkan hubungan sebab-akibat antara satu kejadian dengan kejadian lain," beber Soraya Haque.
Untuk fakta-fakta kematian harus memiliki penalaran hukum (legal reasoning) yang kuat didasarkan cara berpikir yang kritis (critical thinking). Dengan berpikir kritis, maka pendapat medikolegal yang diberikan lebih terjamin dan menyelesaikan kasus secara logis, baik kasus klinis di bidang medik maupun kasus yuridis di bidang hukum, perlu menyusun argumen yang sarat dengan hubungan kausal membutuhkan bantuan keterangan ahli forensik sebagai argumen utama (central argument).
"Hal ini menyangkut persoalan teknis terhadap penjernihan dapat diandalkan," ucap Soraya Haque.
Simak juga 'Saat Demo Buntut Dugaan Malapraktik Terjadi':
Penyelesaian kasus yang bersifat medikolegal memerlukan pembentukan argumen yang kokoh dengan tidak mencampuradukan kedua disiplin ilmu ke dalam analisis kasusnya. Penetapan ukuran dan persyaratan apakah tindakan dokter telah melakukan kesalahan profesi atau tidak, sampai batas mana tindakan dokter dapat dilindungi secara hukum perlu ditelusuri mata rantai kausalitas untuk menemukan penyebab langsung (direct causation) secara argumentatif dengan memahami mechanisms (logika-logika fisika, kinetika, biomekanik, fisiologi, pathogenesis, dll), temporality (pentingnya urutan kejadian dan kesinambungan), dan outcome determinants (faktor penentu luaran).
"Di sinilah letak scientific evidence yang sering diabaikan dalam penegakan kausalitas tindakan dokter," beber Soraya Haque
Dalam disertasi itu dikemukakan konsep scientific evidence tanpa terjebak opini-opini subjektif dari pengalaman atau pemikiran dokter yang tidak reliable (penelitian sama) dan akuntabel (bisa dipertanggungjawabkan). Berkaitan dengan parameter tingkat kepastian yang dipakai pada peradilan pidana harus mencapai kepastian yang mendekati sempurna, beyond a reasonable doubt (di luar tingkat keraguan yang masuk akal) di mana alat bukti saja tidak cukup menjatuhkan pidana kepada terdakwa tanpa keyakinan dari hakim.
"Sejauh ini, penentuan kausalitas tindakan dokter belum terimplementasi dalam praktiknya, sehingga perumusan kausalitas yang memiliki kepastian hukum melalui alat bukti VeR dapat menentukan berat ringannya pasal yang disangkakan terkait dengan prinsip Ius Curia Novit," beber Soraya.
"Adagium ini di ke depankan untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim dianggap mengetahui semua hukum perkara yang diajukan, sehingga pengadilan tidak boleh menolak, memeriksa, dan mengadili perkara," pungkas Soraya.
Soraya Haque berhasil mempertahankan disertasinya di depan promotor Prof Dr Iman Santoso SH MH MA dan Ko-promotor Prof Dr dr Herkutanto SpF (K) SH LLM FACLM dan Dr Chairul Huda SH MH. Duduk sebagia penguji Prof Dr Basuki Rekso Wibowo SH MS, Dr Agus Budianto SH MH, Dr apt Gunawan Wijaya SH SFarm MM MH MKM MARS ACIAB MSIArb.