HNW Sebut Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT Tendensius & Tak Adil

HNW Sebut Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT Tendensius & Tak Adil

Inkana Izatifiqa R Putri - detikNews
Kamis, 10 Mar 2022 22:32 WIB
Hidayat Nur Wahid jugamenyebutkan bahwa dirinya adalah korban dari berita hoaks itu
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia menilai kriteria tersebut tendensius dan membiarkan radikalisme.

Menurutnya, kritik tersebut justru menambah kegaduhan, serta tidak menyelesaikan masalah dan akar masalah dari radikalisme. Oleh karena itu, HNW mendukung sikap kritis Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan aktivis HAM terhadap kriteria penceramah radikal oleh BNPT. Terlebih kriteria tersebut ditetapkan secara sepihak, tendensius dan tidak adil.

Kriteria tersebut, kata HNW, hanya menyasar kelompok penceramah beragama Islam, tidak menyentuh radikalisme lain di wilayah NKRI. Beberapa di antaranya seperti komunisme, atheisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945, dan UUD NRI yang mengakui juga menghormati Agama, Persatuan Indonesia, serta hak asasi manusia (HAM)," ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).

Lebih lanjut, HNW menyampaikan kriteria tersebut justru dapat menambah masalah karena tidak konsisten dan tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Hal ini mengingat pihak lain bisa saja membiarkan terjadinya radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan lain.
Misalnya, kata HNW, adanya pernyataan kelompok atheis maupun komunis yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 ayat (1) UUD NRI 1945.

ADVERTISEMENT

Selain itu, radikalisme juga bisa terjadi lewat ceramah para tokoh agama yang mendukung gerakan separatis di Papua sehingga bertentangan dengan Pancasila sila ketiga maupun Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (5) UUD NRI 1945. Padahal, kata HWN, korban dari kelompok OPM terus berjatuhan.

Bahkan, TNI, Polri, masyarakat sipil, nakes hingga Menkopolhukam menilai gerakan separatis KKB OPM sebagai kelompok yang lebih berbahaya dari radikalisme. Namun, kriteria-kriteria versi BNPT justru tidak membahas masalah radikalisme tersebut.

Menurut HNW, kriteria-kriteria BNPB untuk mengatasi radikalisme seharusnya tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap pemerintah yang sah. Sebab, hal ini dilindungi oleh UUD dan hukum, serta merupakan praktek yang lazim di negara demokrasi di seluruh dunia.

HNW juga menyebutkan kritik dan koreksi dari penceramah di negara demokrasi semestinya diposisikan sebagai bagian dari pelaksanaan Pancasila dan Konstitusi. Hal ini seharusnya juga menjadi bukti demokrasi yang hidup sebagai kontrol dan kritik terhadap pemerintah.

Tak hanya itu, HNW juga menilai kriteria milik BNPT bisa saja dipraktekkan di lapangan secara represi. Dalam hal ini, ia menjelaskan setiap kritik dari penceramah nantinya akan dimasukkan pada kriteria tidak mempercayai pemerintah dan tergolong dalam kriteria radikalisme milik BNPT. Dengan demikian, kritik dan penceramah akan terbungkam dengan label penceramah radikal.

Melihat hal ini, HNW mengatakan wajar bila kriteria-kriteria penceramah radikal ditolak oleh banyak pihak. Bahkan, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut kriteria ini hanya 'untuk membuat kontroversi' dan 'membuat gaduh'.

Klik halaman selanjutnya >>>

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal MUI KH Amirsyah Tambunan menyebut kriteria penceramah radikal milik BNPT sebagai 'blunder'. Bahkan, organisasi pegiat hukum dan HAM menyebut kriteria radikal ini sama halnya dengan yang digunakan oleh orde baru dalam membungkam demokrasi.

Untuk itu, HNW mengimbau agar BNPT seharusnya melakukan kajian komprehensif. Salah satunya dengan mengkaji secara mendalam dengan lembaga-lembaga yang otoritatif seperti DPR, MUI, Muhammadiyah, NU serta ormas keagamaan lainnya.

"Sehingga terhindar dari menggunakan kriteria tendensius dan pasal karet yang berpotensi menciptakan radikalisme dan ketidakadilan dalam penanganan radikalisme. Serta kegaduhan akibat multitafsir di masyarakat, hal yang tidak kondusif untuk menguatkan Persatuan Indonesia, karena adanya ketidakadilan, serta telah mengkotak-kotakan dan menghadirkan sikap saling curiga di antara sesama anak bangsa sebagai penceramah radikal dan penceramah non radikal," ujarnya.

"Sementara penceramah dari kelompok radikal yang bertentangan dengan Pancasila yaitu anti Agama maupun pendukung separatisme malah tidak disentuh sama sekali. Apalagi dengan beredarnya daftar nama-nama penceramah Muslim yang dimasukkan dalam daftar Penceramah Radikal," imbuh HNW.

Terkait hal ini, HNW juga meminta BNPT untuk segera mencabut kriteria penceramah radikal tersebut agar tidak menambah masalah.

"Jika ingin revisi, maka BNPT harus melakukan revisi total melibatkan lembaga-lembaga otoritatif, dengan konsisten berlandaskan pada Pancasila, UUD NRI 1945, hukum dan keadilan. Bukan semata untuk menyasar satu kelompok saja, dan membiarkan radikalisme dan terorisme dari kelompok lain yang makin membahayakan Pancasila dan NKRI," tambahnya.

HNW juga mengingatkan agar BNPT tidak membuat masalah serupa. Mengingat tindakan ini, dikatakan HNW, justru tidak menyelesaikan masalah penanganan terhadap radikalisme dalam berbagai ideologi. Terlebih sebelumnya Kepala BNPT juga pernah datang ke MUI untuk meminta maaf terkait pernyataan terbuka soal pesantren yang terafiliasi dengan terorisme.

"Kepala BNPT meminta maaf terkait hal tersebut. Jadi, mestinya hal ini tidak diulangi, agar masalah radikalisme dan terorisme bisa diatasi dengan benar, agar tidak malah menambah masalah dengan kegaduhan serta saling curiga di antara umat," ujarnya.

"Sementara ideologi komunisme, atheisme dan separatisme yang jelas ada dan dilarang oleh Negara karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 masih bisa berlanjut tanpa pencegahan dan pengawasan oleh BNPT sebagaimana keseriusan terhadap Penceramah radikal," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(ncm/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads