Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menilai Indonesia sebagai negara presidensi G20 harus turut serta berupaya mengakhiri invasi Rusia terhadap Ukraina. Hikmahanto menyebut Indonesia harus membuat pernyataan tentang kesepakatan gencatan senjata.
"Indonesia sebagai presiden G20 perlu berperan dalam upaya mengakhiri perang, paling tidak disepakatinya gencatan senjata di Ukraina," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulis, Minggu (6/3/2022).
Hikmahanto mengatakan Indonesia bisa mendesak Amerika Serikat (AS) dan NATO untuk membuat pernyataan tidak akan pernah menerima Ukraina sebagai anggota NATO. Begitu juga NATO, tidak akan melakukan ekspansi ke negara-negara pecahan Uni Soviet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usulan yang dapat disampaikan oleh Indonesia adalah NATO dan AS membuat pernyataan bahwa Ukraina tidak akan pernah diterima sebagai anggota NATO dan NATO akan tidak melakukan ekspansi ke negara-negara eks Uni Soviet," kata Hikmahanto.
"Pernyataan NATO untuk tidak akan pernah menerima Ukraina sebagai anggota didasarkan pada penilaian NATO agar Ukraina menjadi negara yang netral," sambungnya.
Hikmahanto menyebut Indonesia juga bisa mengusulkan majelis umum PBB untuk menerbitkan resolusi yang menyatakan Ukraina sebagai negara netral. Hal ini, kata Hikmahanto, sejatinya pernah juga dilakukan oleh majelis umum PBB sebelumnya.
"Bila perlu Indonesia juga dapat mengusulkan majelis umum PBB untuk menerbitkan resolusi yang menyepakati Ukraina sebagai negara netral dan dijamin demikian oleh negara-negara anggota PBB. Ini pernah dilakukan oleh Majelis Umum PBB meski tidak terhadap negara, tetapi pada Kota Jerussalem," ujarnya.
Tentu, kata Hikmahanto, Indonesia perlu melakukan lobi-lobi terlebih dahulu terkait usulan penghentian invasi militer itu. Indonesia, kata dia, harus berkomunikasi dengan AS terlebih dahulu dan anggota NATO lainnya, seperti Prancis, Inggris, dan Jerman.
"Lobi Indonesia ke AS ini didasarkan pada pengembalian utang budi AS pada Indonesia saat AS meminta Indonesia menjadi ko-sponsor Resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk agresi Rusia ke Ukraina," ucapnya.
Setelah membuahkan hasil, barulah Indonesia bisa melanjutkan komunikasi dengan Rusia. Jika kesepakatan itu disetujui, Indonesia juga dinilai perlu melakukan kontak ke Ukraina.
"Setelah mendapat lampu hijau barulah Indonesia mengkomunikasikan hal ini ke Rusia. Bila Rusia setuju, selanjutnya Indonesia perlu melakukan kontak ke Ukraina," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'Presiden Zelensky: Ukraina Tidak Mundur atau Menyerah':
Hikmahanto menyebutkan, untuk menjadikan Ukrania sebagai negara netral, perlu adanya perjanjian dari tiga pihak, yakni Ukraina, Rusia, dan NATO. Namun, menurut dia, Amerika Serikat juga harus turut dilibatkan dalam perjanjian ini.
"Produk akhir dari berbagai lobi ini adalah menjamin netralitas Ukraina yang dituangkan dalam suatu perjanjian tiga pihak, yaitu Ukraina, Rusia dan NATO. Bila diperlukan AS pun dapat menjadi pihak dalam perjanjian ini," katanya.
Dia berharap ikhtiar ini dapat menghentikan serangan Rusia ke Ukrania seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo. Tak hanya itu, kata Hikmahanto, Jokowi juga sudah mengingatkan bila perang tidak dihentikan akan membahayakan dunia.
"Ikhtiar ini mudah-mudahan dapat menghentikan perang sebagaimana yang diharapkan Presiden Jokowi saat Rusia memulai serangan ke Donbass, Ukraina. Presiden sudah mengingatkan pula bahwa perang bila tidak dihentikan akan menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia," ungkapnya.
Diketahui, delegasi dari Ukraina dan Rusia telah melakukan dua putaran perundingan damai sejak invasi diluncurkan pada 24 Februari 2022.
Pada hari Kamis (3/3), kedua belah pihak sepakat untuk membuka koridor kemanusiaan untuk memungkinkan warga sipil keluar dari beberapa zona pertempuran, meskipun ada penundaan dalam penerapannya.
Pada Sabtu (5/3) Ukraina mengatakan pembicaraan belum membuahkan hasil tetapi akan terus melakukan negosiasi.
Kabar terbaru dari Rusia dan Ukraina adalah bahwa kedua negara itu akan kembali mengadakan perundingan damai putaran ketiga pada Senin (7/3) mendatang. Perundingan dilakukan di tengah gempuran invasi militer Rusia yang memasuki pekan kedua.