Bantahan Kemlu soal RI Ngekor AS
Sebagai informasi, ada 141 negara yang menyetujui resolusi PBB meminta Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina. Salah satunya ialah Indonesia.
Voting dilakukan dalam Sidang Majelis Umum PBB Sesi Khusus Darurat di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Rabu (2/3) waktu setempat. Sidang itu dipimpin oleh Presiden Majelis Umum PBB Abdulla Shahid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari AFP, resolusi itu juga mengutuk kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengerahkan pasukan nuklirnya dalam posisi siaga.
Berikut rinciannya jumlah negara yang menyetujui resolusi PBB:
- Setuju: 141 negara
- Tidak setuju: 5 negara
- Tak memberikan suara: 35 negara
Dalam layar, terlihat Indonesia menjadi salah satu dari 141 negara yang menyetujui resolusi ini. Dari Asia Tenggara ada pula Malaysia, Singapura, Timor Leste, Singapura, hingga Thailand yang juga menyetujui resolusi ini. Afghanistan yang kini dipimpin Taliban juga menyetujui resolusi untuk menghentikan invasi Rusia ke Ukraina ini.
Negara-negara yang tidak setuju dengan resolusi ini adalah Rusia, Belarusia, Korea Utara, Suriah, dan Eritrea.
Negara-negara yang abstain antara lain China, Bolivia, Iran, Irak, India, Pakistan, Vietnam, hingga Afrika Selatan.
Sikap Indonesia yang menyetujui resolusi PBB mengenai invasi Rusia itu dikomentari oleh guru besar hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana. Hikmahanto menyayangkan keputusan ini dan menyebut Indonesia mengekor AS.
Kemlu RI kemudian menepis anggapan tersebut. Kemlu mengatakan Indonesia tiak ikut-ikutan dengan AS dan kawan-kawan.
"Jadi istilahnya ikut-ikutan AS itu tidak, karena kita tidak terima jadi resolusinya, karena kita ikut dalam proses penyusunannya. Jadi kepentingan Indonesia, posisi Indonesia, masuk dalam resolusi itu. Itu yang penting diketahui," kata juru bicara (jubir) Kemlu RI Teuku Faizasyah saat dimintai konfirmasi, Kamis (3/3).
Faizasyah menjelaskan, sejak awal, RI aktif menyuarakan masukan melalui Majelis Umum PBB, sekalipun RI bukanlah anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Kendati demikian, melalui Majelis Umum PBB itu, setiap negara memiliki hak suara yang sama sehingga dapat berkontribusi dalam penyusunan draf resolusi.
"Jadi, dalam proses tersebut, Indonesia ikut memberikan masukan-masukan. Jadi kita tidak hanya, kalau disebut Prof Hik, ikut-ikutan Amerika, tidak. Karena justru kita menjadi bagian dari proses merumuskan satu resolusi yang mencerminkan kepentingan Indonesia juga," jelas Faizasyah.
(haf/rfs)