Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tengah menjadi sorotan. Hal ini bermula dari analogi gonggongan anjing saat menjelaskan aturan pengeras suara di masjid.
Analogi tersebut pun membuat Yaqut menuai kritik hingga kecaman dari berbagai pihak. Perumpamaan yang dibuat Yaqut dinilai tidak tepat.
Polemik bermula saat Yaqut menjelaskan soal pedoman pemasangan dan penggunaan pengeras suara (toa) di masjid dan musala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yaqut menjelaskan suara toa diatur demi kehidupan harmonis. Dia juga menegaskan tak ada larangan azan.
Yaqut menjelaskan hal itu di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2/2022). Berikut penjelasan lengkap Yaqut saat itu:
Menag: Soal?
Wartawan: Aturan azan
Menag: Oh iya, iya. Kemarin kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan, kita tidak melarang masjid, musala menggunakan toa, tidak. Silakan karena kita tahu itu bagian syiar agama Islam. Tetapi, ini harus diatur tentu saja. Diatur bagaimana volume speakernya, toanya itu nggak boleh kencang-kencang.
100 desibel maksimal diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan, aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis, meningkatkan manfaat, dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Karena kita tahu, misalnya, kita tahu di daerah mayoritas muslim hampir 100 meter, 200 meter itu ada musala masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu yang bersamaan mereka semua menyalakan toa-nya di atas kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, kita ini muslim, saya ini muslim. Saya hidup di lingkungan nonmuslim, ya, kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim itu bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana.
Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini, kalau kita hidup dalam satu kompleks gitu misalnya, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak?
Artinya apa? Bahwa suara-suara ini, apa pun suara itu ya. ini harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Ya, speaker di musala masjid monggo dipakai, silakan dipakai. Tetapi, tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu. Agar niat menggunakan toa, menggunakan speaker sebagai sarana, sebagai wasilah untuk syiar, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita, berbeda keyakinan tetap harus kita hargai. Itu saja intinya.
Jadi saya kira dukungan juga banyak atas ini karena alam bawah sadar kita pasti mengakui itu, kawan-kawan wartawan juga pasti merasakan itu bagaimana kalau suara itu tidak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian misalnya ada truk kiri kanan kita depan belakang kita mereka nyalakan mesin sama-sama pasti terganggu. Suara-suara yang tidak diatur itu pasti akan menjadi gangguan untuk kita. Itu ya.
Kecaman Terhadap Analogi Toa dan Gonggongan Anjing
Analogi yang dibuat Yaqut berujung pada munculnya kecaman dari sejumlah pihak. Yaqut juga diminta meralat dan memberi klarifikasi terkait pernyataannya tersebut.
Yaqut Diminta Ralat-Klarifikasi Analogi Gonggongan Anjing
Komisi VIII DPR tak sepakat dengan analogi yang dibuat Yaqut. Komisi VIII DPR membidangi masalah keagamaan dan menjadi mitra Kementerian Agama (Kemenag).
"Sebaiknya Menag segera meralat ucapannya itu agar tidak menimbulkan kegaduhan dan tafsir-tafsir di masyarakat tidak semakin liar," kata Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto kepada wartawan, Kamis (24/2/2022).
Yandri menegaskan Menag Yaqut seharusnya tidak mengambil perumpamaan pengeras suara di masjid atau musala dengan suara gonggongan anjing karena kurang elok dan tidak pas.
"Komunikasi atau sosialisasi kebijakan seharusnya menggunakan perumpamaan yang tepat. Jangan memberikan contoh atau perumpamaan yang justru menimbulkan tafsir-tafsir liar dan kegaduhan," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily. Menurut Ace, analogi azan dengan gonggongan anjing tidak etis.
Simak video 'Stafsus Klarifikasi Pernyataan Menag Yaqut soal Toa Masjid dan Suara Anjing':
"Analogi Menteri Agama Gus Yaqut soal suara azan dengan gonggongan anjing jelas sangat tidak tepat, misleading dan sangat tidak etis. Azan kan panggilan Allah SWT. Jadi tidak bisa disamakan seperti itu," kata Ace kepada wartawan, Kamis (24/2).
Ace memohon Menag Yaqut untuk mengklarifikasi analogi perbandingan pengaturan pengeras suara masjid dan gonggongan. Jika perlu, kata Ace, Menag harus meminta maaf.
"Oleh karena itu, saya Mohon Gus Menteri untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut dan mencabutnya. Jika perlu minta maaf ke masyarakat," ujar Ace.
Analogi Yaqut Dinilai Sakiti Umat
Ketua DPR Kota Banda Aceh Farid Nyak Umar mengecam ucapan Yaqut yang mengumpamakan toa masjid dengan gonggongan anjing. Dia minta pola komunikasi Menag dievaluasi.
"Itu pernyataan yang sangat menyakiti perasaan umat Islam, apalagi itu disampaikan oleh seorang menteri yang seharusnya pengayom bagi semua agama. Ini sangat tidak pantas," kata Farid, Kamis (24/2).
Politikus PKS itu mengatakan azan adalah panggilan Allah yang paling mulia dan sempurna sehingga sangat tak pantas dianalogikan dengan gonggongan anjing. Perumpamaan yang dibuat Yaqut dinilai tak etis.
"Karena itu, kami minta pola komunikasi Menag sebagai pejabat negara harus dievaluasi. Jangan memberikan contoh atau perumpamaan yang justru menimbulkan kegaduhan. Persoalan suara azan dan Toa biar diurus oleh BKM saja, tidak perlu diurus oleh seorang menteri," ujar Farid.
Lembaga Kerapatan Adat Haramkan Yaqut ke Tanah Minang
Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat juga menyoroti ucapan Yaqut. LKAAM lalu mengharamkan Yaqut menginjak tanah Minangkabau.
"Sudah kebangetan sekali apa yang disampaikannya. Haram hukumnya bagi Menteri Agama menginjak Tanah Minangkabau. Haram, menginjak Minangkabau," kata Ketua Umum LKAAM Sumbar, Fauzi Bahar, Kamis (24/2).
LKAAM merupakan organisasi tempat berhimpunnya para pemimpin adat Minangkabau. Ucapan Yaqut dianggap melukai hati masyarakat Minangkabau.
"Ini Minangkabau, Islam sejati. Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah. Pernyataan Bapak Menteri Agama yang menyamakan dengan suara lolongan anjing itu, sungguh melukai hati masyarakat Minangkabau," katanya.
Menag Yaqut Diminta Istigfar 1.000 Kali
Khayatul Makki (Gus Khayat) mengaku prihatin dengan pernyataan Menag Yaqut. Pimpinan Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin Alif Baa Mantrianom di Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng), ini meminta Yaqut minta maaf dan istigfar 1.000 kali.
Gus Khayat mengatakan pernyataan Yaqut itu salah sehingga dia harus minta maaf. Selain itu, dia meminta Yaqut minimal membaca istigfar 1.000 kali.
"Wah ini njenengan (anda) kali ini salah. Njenengan harus meminta maaf dan memperbaiki statement Anda, Pak Menteri. Minta maaf kepada umat Islam dan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan njenengan paling tidak membaca istigfar 1.000 kali minimal," ujar Gus Khayat dalam video berdurasi 2 menit 20 detik, Kamis (24/2).
Gus Khayat juga mengingatkan Yaqut agar mencari perumpamaan yang benar.
Yaqut Didesak Minta Maaf
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PPP Muslich Zainal Abidin meminta Menag Yaqut menarik kembali ucapannya dan minta maaf. Menurutnya. tidak tepat apabila suara azan dianalogikan dengan gonggongan anjing.
Selengkapnya di halaman berikut
"Membandingkan suara azan dan lantunan selawat dengan gonggongan anjing, saya kira itu kurang pantas dan tidak elok. Masak suara azan dan selawat dibandingkan dengan suara anjing," ujar Muslich, Kamis (24/2).
Politikus PPP ini menyebut ucapan Menag dapat menimbulkan kegaduhan dan ketidakharmonisan di tengah masyarakat. Namun, di sisi lain Muslich menilai tak ada yang salah dengan pedoman penggunaan toa di masjid dan musala.
"Kadang ucapan yang dikeluarkan itu memiliki berimplikasi yang luar biasa. Sehingga yang terjadi justru hal yang kontraproduktif dan berdampak pada masyarakat," paparnya.
Penjelasan Pihak Yaqut-Kemenag
Staf Khusus (Stafsus) Menag, Nuruzzaman, menjelaskan soal pernyataan Menag Yaqut yang menuai kecaman. Nuruzzaman menerangkan Menag Yaqut tak membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.
"Menteri Agama sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. Tapi Menteri Agama sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara," kata Nuruzzaman dalam sebuah video yang diterima detikcom, Kamis (24/2).
Nuruzzaman menuturkan dalam kunjungan kerja di Pekanbaru, Yaqut menjawab pertanyaan terkait pro dan kontra Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2022. Menurut Nuruzzaman, Yaqut memaparkan dalam masyarakat yang plural, diperlukan pedoman agar kehidupan harmoni, salah satunya pedoman soal pengaturan pengeras suara.
Dia menuturkan saat itu Yaqut memberi contoh sederhana, namun bukan untuk membandingkan satu dengan lainnya. Nuruzzaman mengatakan Yaqut pun menyebutkan kata 'misal' saat memberikan contoh sederhana.
"Yang dimaksud Gus Yaqut adalah, misalkan umat Islam tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing. Pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara," jelasnya.
"Jadi Menteri Agama sedang mencontohkan suara yang terlalu keras, apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar," imbuh Nuruzzaman.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi meyakini Menag Yaqut tak bermaksud membandingkan suara azan dengan suara anjing. Zainut menilai Yaqut ingin memberikan contoh atau perumpamaan terkait dampak aturan pengeras suara di masjid.
"Setelah saya menyimak pernyataan beliau secara lengkap dan utuh, saya hakulyakin Pak Menteri Agama tidak ada niatan membandingkan suara azan dengan 'gonggongan' anjing," kata Zainut Tauhid dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2).
Dia mengatakan esensi yang ingin disampaikan Yaqut berupa penyampaian tamsil atau perumpamaan, bukan untuk membandingkan. Hal ini dilakukan agar masyarakat bisa mudah memahami hal tersebut.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Menag hanya ingin memberikan tamsil atau perumpamaan dengan tujuan agar bisa lebih mudah ditangkap pemahamannya oleh masyarakat tanpa ada maksud membandingkan satu dengan lainnya," ujarnya.
Pedoman Penggunaan Toa Masjid
Sebelumnya, Yaqut mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menag 05 Tahun 2022 terkait pedoman pemasangan dan penggunaan toa masjid. Secara garis besar, berikut isinya:
1. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
2. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
3. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel);
4. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Adapun aturan selengkapnya dapat dilihat di sini.