Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran terkait aturan penggunaan toa di masjid dan musala, lalu membandingkannya dengan gonggongan anjing. Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan suara azan indah.
"Jika suara azan dianggap sebagai gangguan, saya pikir itu berlebihan ya, karena suara azan yang begitu indah dan bermakna menjadi semacam budaya di Indonesia," kata Dasco kepada wartawan, Kamis (24/2/2022).
Dasco menyebut azan di Indonesia sudah seperti budaya lantaran dikumandangkan sebanyak 5 kali sehari dengan durasi 1 sampai 1,3 menit. Menurutnya, tidak tepat jika suara azan lalu dibanding-bandingkan dengan suara lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dikumandangkan dari masjid dan musala sebanyak 5 kali sehari dengan durasi 1 hingga 3 menit tentunya tidak bisa disamakan dengan suara apa saja, apalagi dianggap sebagai suara yang menganggu," ujarnya.
"Bahkan, suara azan yang mengingatkan dan memanggil umat muslim untuk salat dapat dikategorikan sebagai kearifan dan cagar budaya dalam hidup bertoleransi antar umat beragama di Indonesia," kata Dasco.
Atas dasar itulah pimpinan DPR RI ini kemudian mengajak semua pihak untuk memaknai toleransi dengan baik. Dia meminta semua pihak saling menghormati dan menghargai sesama anak bangsa dan sesama umat beragama.
"Untuk itu, di tengah keberagaman yang kita miliki, saya mengajak kepada semua pihak untuk memaknai toleransi dengan baik. Mari kita pertebal semangat persatuan, saling menghormati dan saling menghargai sesama anak bangsa dan juga antarumat beragama," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut menjelaskan, dia tidak melarang penggunaan pengeras suara oleh masjid ataupun musala. Menurutnya, pemerintah hanya mengatur besar volume.
"Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan toa, tidak. Silakan. Karena itu syiar agama Islam," katanya di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2).
Simak selengkapnya pernyataan Yaqut di halaman berikutnya.
Simak Video: Nusron Wahid soal Aturan Toa Masjid: Ini Kurang kerjaan!
Dia meminta volume pengeras suara diatur maksimal 100 desibel (dB) sebagaimana tertera dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
Yaqut menilai suara-suara dari masjid selama ini merupakan bentuk syiar. Namun dia menilai suara dari masjid bisa menimbulkan gangguan jika dinyalakan dalam waktu bersamaan.
"Misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," katanya.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," kata Yaqut lagi.
Dia kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya ialah gonggongan anjing.
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan, belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," katanya.