ICW: Kasus Nurhayati Preseden Buruk Peran Masyarakat di Pemberantasan Korupsi

ICW: Kasus Nurhayati Preseden Buruk Peran Masyarakat di Pemberantasan Korupsi

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Rabu, 23 Feb 2022 11:02 WIB
Aktivis anti korupsi dari ICW, Kurnia Ramadhana memberikan pernyataan pers di Gedung Dewan Pengawas KPK, Jl Rasuna Said, Jakarta, Jumat (11/6/2021).  Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK, Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK. Dugaan tersebut terkait penggunaan sewa helikopter oleh Firli Bahuri, beberapa waktu lalu. (ARI SAPUTRA/detikcom)
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Pemberi informasi (whistleblower) dugaan korupsi APBDes senilai Rp 800 juta di Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati malah dijadikan tersangka oleh kepolisian. Indonesia Watch Corruption (ICW) memandang hal ini tentu akan menjadi contoh yang buruk bagi peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

"Pemolisian Nurhayati ini akan menjadi preseden buruk bagi peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2/2022).

ICW mencatat kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Pada akhir 2020, seorang mahasiswa di Universitas Negeri Semarang (UNS) juga menerima skorsing selama 6 bulan setelah melaporkan Rektor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kejadian ini sungguh sangat disayangkan. Sebab, ke depan, masyarakat akan selalu merasa dalam ancaman ketika ingin melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum," ujar Kurnia.

ICW mengatakan peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan. Masyarakat memiliki hak menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara guna memastikan para pejabat bersih dari korupsi.

ADVERTISEMENT

Setidaknya terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang menjamin peran serta masyarakat, yakni Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK), Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Adanya tiga regulasi di atas setidaknya menunjukkan bahwa negara menjamin keamanan masyarakat ketika melapor kasus korupsi," ujarnya.

Dengan itu, ICW mendesak Β­Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.

"Sebab, mengacu konsideran UU PSK, untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli. Jadi LPSK harus proaktif mendampingi Nurhayati," katanya.



Selain itu, ICW mendesak KPK segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi.

Dilansir dari detikJabar, penetapan tersangka Nurhayati itu bermula dari kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jabar. Nurhayati saat itu menjabat Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu.

Kades Citemu berinisial S ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi APBDes tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020. Nurhayati menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Polres Cirebon Kota diketahui menangani dugaan kasus ini. Berkas penyidikan kasus ini pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon.

Namun, pada 23 November lalu, kejaksaan dan penyidik menggelar ekspose dugaan kasus korupsi yang menjerat Kepala Desa Citemu. Hasil ekspose antara kejaksaan dan polisi itu menyimpulkan untuk dilakukan pendalaman. Penyidikan dilanjutkan.

Kemudian, setelah ekspose pada 2 Desember 2021, Kejaksaan menerima SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) yang menyatakan Nurhayati sebagai tersangka.

"Gitu. Jadi bukan jaksa penuntut ataupun Kajari yang memerintahkan dijadikan sebagai tersangka," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon Hutamrin kepada detikJabar, Jumat (18/2).

(azh/dwia)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads