Kantor Staf Presiden (KSP) menepis tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil. KSP menjelaskan prosedur yang ditetapkan pemerintah hanya untuk memastikan ormas bergerak sesuai dengan aturan.
"Bila kemudian terdapat mekanisme prosedural yang diterapkan oleh Pemerintah, hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menjamin Ormas di Indonesia berjalan dalam kerangka rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait. Kemudian, bila ada tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil, hal tersebut jelas salah, karena salah satu sumber pendanaan masyarakat sipil dapat berasal dari bantuan/sumbangan dari lembaga asing," kata Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan tertulis, Minggu (20/2/2022).
Baca juga: Pemerintah Rampung Susun DIM RUU TPKS |
Jaleswari menjelaskan, sudah ada payung hukum yang mengatur segala ruang lingkup terkait ormas. Menurut dia, aspek pendaftaran hingga operasional sudah dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 Jo UU Nomor 17 Tahun 2013 serta peraturan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di dalam peraturan perundang-undangan terkait, juga terdapat rambu-rambu yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh Ormas. Sebagai contoh, larangan untuk Ormas menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga larangan untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat mendukung tindak pidana terorisme," beber Jaleswari.
Jaleswari mengingatkan soal prosedur pemberian bantuan yang harus dilewati. Pemerintah tidak ingin dana-dana yang diberikan kepada ormas bertentangan dengan aturan yang ada.
"Hal ini untuk menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan Ormas yang bertentangan dengan larangan yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan terkait Ormas, misal kegiatan terorisme; separatisme; serta kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia lainnya. Hal demikian juga sama berlakunya terhadap kegiatan Ormas yang didirikan oleh Warga Negara Asing yang beroperasi di Indonesia," ujar Jaleswari.
Dia meminta pengaturan pemberian dana itu tidak dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat. Jaleswari lantas menyinggung soal pengaturan mengenai hak berserikat yang dimungkinkan dan diberi ruang oleh konstitusi.
"Hal ini untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi, diantaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," tutur dia.
Kritik soal Pendaftaran dan Pendanaan NGO
Kritik mengenai pembatasan pendaftaran dan pendaftaran organisasi non-pemerintah itu sebelumnya disampaikan oleh pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. Dia mengatakan pembatasan itu terjadi sejak era Presiden Jokowi.
"Terus terang saja sejak pemerintahannya Pak Jokowi, ada pembatasan dari pemerintah terkait pendaftaran dan pendanaan organisasi non pemerintah. Silakan tanya kawan-kawan yang bergiat di ornop-ornop," ujar Bivitri dalam diskusi IM57+ Institute.
Bivitri juga mengungkap ada sejumlah organisasi internasional yang dipersulit untuk bergerak di Indonesia. Bantuan dana juga tidak bisa diberikan kepada masyarakat sipil langsung.
"Beberapa organisasi internasional yang juga datang ke kami minta tolong dijelaskan mengapa misalnya mereka bahkan sangat dipersulit untuk bergerak di Indonesia. Dalam hal keimigrasian dan sebagainya dan tidak bisa memberikan dana kepada masyarakat sipil tapi harus ke kementerian misalnya begitu," ujar Bivitri.
Lihat juga Video: Perancang Istana Negara Baru, Tak Mau Dibayar Malah Mau Menyumbang