Cekfakta.com memperkuat kolaborasi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), dan 24 perusahaan media di Indonesia. Semua bersinergi dalam upaya menangkal berbagai berita bohong alias hoax menjelang Pemilu 2024.
Adapun 24 perusahaan media yang bergabung dalam kolaborasi ini adalah detikcom, antaranews.com, katadata.co.id, kompas.com, suara.com, liputan6.com, thejakartapost.com, kbr.id, tempo.co, viva.com, tirto.id, beritasatu.com, republika.co.id, kontan.co.id, bisnis.com, kabarmedan.com, kabarmakassar.com, beritajatim.com, riauonline.co.id, dream.co.id, medcom.id, timesindonesia.co.id, merdeka.com, dan theconversation.com.
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas menyebut serangan digital terhadap pemeriksa fakta dan jurnalis belakangan semakin marak gara-gara hoax. Terlebih saat ini situasi politik Tanah Air yang sudah terpolarisasi karena sudah ada beberapa kandidat sudah mendeklarasikan diri untuk maju di Pemilu 2024.
"Nah, ini tentunya membutuhkan penguatan-penguatan kolaborasi dan perluasan kolaborasi kalau mungkin sampai tahun ini 24 media yang bergabung, kita kolaborasi ke depannya dengan kawan-kawan media, terutama dengan kawan-kawan media lokal, karena untuk menyambut pemilu secara serentak baik daerah maupun presiden," kata Ika dalam konferensi pers virtual dengan tema 'Kolaborasi Menangkal Hoaks Menjelang Pemilu 2024', Kamis (17/2/2022).
Dia mengatakan pemeriksaan fakta memang ini harus dilakukan secara holistik. Menurut Ika, pemeriksaan fakta itu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari literasi digital.
"Kita berharap literasi digital di masyarakat bisa membaik, angkanya mungkin bisa menanjak dan ini bisa mempengaruhi atau memperlambat hoax yang ada di medsos, termasuk WhatsApp, misalnya, karena di Indonesia distribusi hoax paling banyak di WhatsApp dan Facebook," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris AMSI, Wahyu Dyatmika menilai masyarakat akan menghadapi tantangan lebih berat yang berkaitan dengan hoax menjelang Pemilu 2024. Oleh karena itu, kata dia, untuk pemilu mendatang pihaknya harus berusaha membuat gerakan menangkal hoax lebih inklusif menjaring para stakeholder hingga ke akar rumput.
"Ini juga masukan punya bahasa sendiri, punya idiom-idiom sendiri. Mungkin mereka nggak ngerti apa itu hoax, apa itu misinformasi, definisinya mungkin sama tapi penyebutannya berbeda. Nah untuk tahu penyebutannya yang tepat kita harus merangkul semua elemen ini dan memastikan artikel cek fakta diterjemahkan dalam bahasa dan format yang dipahami," imbuhnya.
(fas/hri)