Viral video Babeh Aldo atau Mohamad Ali Ridlo Assegaf mengaitkan virus Corona varian Omicron dengan peningkatan polusi udara. Babeh Aldo mengatakan yang terjadi saat ini bukanlah pandemi COVID-19, melainkan peningkatan polusi udara.
"Di saat pemerintah mengatakan akan ada gelombang Omicron, kami menyelidiki bahwa tingkat polusi udara sekarang lagi meningkat," ujar Babeh Aldo dalam video viral, seperti dilihat, Kamis (17/2/2022).
"PM 2,5 sangat bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, ISPA namanya. Ya bisa menyebabkan anosmia, badai sitokin, apa yang disebut COVID-19 itu bisa disebabkan oleh PM 2,5," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap fakta dari pernyataan Babeh Aldo yang mengaitkan antara COVID-19 dan peningkatan polusi udara itu. BMKG menjelaskan peningkatan konsentrasi PM 2,5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.
"Paparan terhadap konsentrasi PM 2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama," kata Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam keterangannya.
Urip menyebut ada kesalahpahaman informasi yang menyebut pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Corona. Menurutnya, tidak ada bukti ilmiah yang jelas yang membuktikan hal tersebut.
"Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan COVID-19. Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM 2.5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat," tuturnya.
Selain itu, kata Urip, ada perbedaan data antara konsentrasi harian PM 2,5 dan jumlah kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta per 1 Januari sampai 6 Februari 2020. Data memperlihatkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM 2,5.
"Lonjakan konsentrasi PM 2,5 yang terjadi misalnya di tanggal 5, 16, dan 30 Januari tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19 sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM 2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak sesuai," jelas Urip.
Meski demikian, BMKG tak menampik bahwa paparan konsentrasi PM 2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien COVID-19. Terutama bagi para pasien COVID-19 yang memiliki komorbid gangguan saluran pernapasan.
"Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM 2,5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari COVID-19," imbuhnya.
Simak juga 'BMKG: Waspadai Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan':