Dalam hukum waris, orang meninggal dunia meninggalkan harta warisan, termasuk juga utang. Lalu siapa yang melunasi utang itu?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Yaitu istri meninggal dunia dan meninggalkan utang. Apakah sebagai suami, saya harus melunasinya? Berikut pertanyaan lengkapnya yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :
Halo detikcom
Saya mau tanya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istri saya yang utang kok saya yang ditagih, padahal istri saya sudah meninggal. Bagaimana secara hukum?
JAWABAN:
Pada dasarnya setiap tindakan hukum dalam suatu perkawinan, khususnya terkait harta bersama, yang dilakukan suami atau istri harus memperoleh persetujuan pasangannya. Dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan:
Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Lihat juga video 'INDEF Beberkan 2 Bahaya Jika Utang Pinjol Ilegal Tak Dibayarkan':
Hal tersebut kembali dipertegas dalam Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu:
suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.
Bagaimana bila utang tersebut timbul tanpa sepengetahuan atau pun persetujuan pasangan?
Dari beberapa yurisprudensi, pertimbangan majelis hakim ditekankan pada apakah utang tersebut dipergunakan untuk kepentingan pribadi istri atau untuk kepentingan keluarga. Jika utang tersebut tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka suami istri tersebut sama-sama bertanggung jawab atas utang tersebut. Maka untuk pelunasannya dibebankan kepada harta bersama mereka.
Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) KHI yang menyatakan bahwa:
Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga dibebankan kepada harta bersama.
Namun jika ternyata utang tersebut semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pribadi si istri, maka suami tidak bertanggung jawab atas utang tersebut. Demikian juga jika utang tersebut dipergunakan untuk melakukan perawatan terhadap harta bawaan istri, maka pelunasannya tidak dapat dibebankan pada harta bersama melainkan kepada harta bawaan masing-masing.
Hal ini sesuai ketentuan Pasal 93 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Hal tersebut tercermin dalam pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 1904 K/Pdt/2007. Dalam putusan tersebut dinyatakan suami istri selaku Tergugat I dan II dibebankan kewajiban untuk membayar utang secara tanggung renteng. Walaupun faktanya saat suami (Tergugat I) meminjam sejumlah uang untuk keperluan usahanya dari penggugat dilakukan tanpa sepengetahuan dari pihak istri (Tergugat II).
Kaidah dalam yurisprudensi ini adalah dalam menentukan apakah suatu utang dapat dikategorikan sebagai utang bersama suami istri setidak-tidaknya memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Perjanjian utang-piutang tersebut diadakan selama dalam ikatan perkawinan dan tidak dalam keadaan pisah ranjang atau pisah rumah;
2. Adanya perjanjian tersebut telah memperoleh persetujuan dari pasangan. Namun apabila dilakukan tanpa persetujuan harus dibuktikan pada saat perjanjian tersebut disepakati dalam keadaan sulit untuk memperoleh persetujuan;
3. Uang yang diperoleh dari perjanjian tersebut dipergunakan untuk kepentingan keluarga. Jika ternyata uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan pribadi suami atau istri maka persetujuan pasangan menjadi syarat utama.
Demikian jawaban dari kami semoga menjawab permasalahan Anda
Terima kasih
Tim Pengasuh detik's Advocate
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com dengan subjek email: detik's Advocate
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.