Dua hari sebelum pelantikan PBNU 2022-2027 di Balikpapan, Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf mengundang lewat saluran seluler. "Ed ! Bisa ke rumah habis maghrib," katanya. Usai 5 menit memanaskan mesin, mobil meluncur. Sebelum adzan maghrib, Penulis sudah tiba. Di ruang tamu, Penulis mencoba menduga-duga Gus Yahya mau bicara apa. Paling-paling persiapan pelantikan atau rangkaian harlah NU.
Dan, seperti biasa, Gus Yahya keluar kamar tak lama setelah maghrib. Tangannya menggapai bantal, rebahan, dan saya mendekat. Tak sampai setengah meter. Lalu, seperti kamus, ribuan huruf menjelma kata meluncur deras. Kadang jeda. Diam. Keningnya berkerut. Jeda untuk transendensi konteks tertentu yang butuh elaborasi. Dan, sudah sekian kali ia mengajak ngobrol, di rumah atau di mobil, dan selalu ada yang baru.
"Saya mau bicara soal nasib bumi, tempat NU membangun peradaban. NU akan memegang teguh tekad untuk merawat jagat demi tatanan baru bagi peradaban manusia," katanya memulai. Dan, inilah sejumlah pandangannya, rasa prihatinnya dan harapannya akan nasib bumi ke depan, mengiringi pengukuhan PBNU yang dibentuk tidak lebih dari setengah bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inilah pengukuhan PB tercepat dalam sejarah NU. Satu bulan ! Langkah cepat ini dilakukan, untuk mengingatkan Badan Pengurus Harian bahwa ; tak ada waktu bersantai. Inilah kabinet kerja versi PBNU. Sebagai bekal khidmah, PBNU sudah menyusun visi, misi, agenda dan program kerja yang akan dipegang sebagai pedoman, dan dijalankan sebagai bentuk implementasi atas visi dan misi dalam lima tahun ke depan.
Bumi kini
Meski kehidupan manusia modern baru berlangsung dalam puluhan ribu tahun, tapi dengan metode radiosotop, pakar geologi memperkirakan bumi manusia sudah berusia kurang lebih 5 miliar tahun. Semua manusia di semua negara tengah hidup di tahap terakhir penciptaan bumi. Fase di mana bumi terus menggelinding tanpa bisa dihentikan, mengarah pada ujung ajalnya. Bumi kian renta dan kondisinya terus memburuk.
Jika para pemimpin dunia tidak tepat mendiagnosa, dan terlambat menyehatkan bumi, maka planet satu-satunya tempat manusia tinggal, hampir pasti sulit tertolong. Ironisnya, beban bumi bukan bertambah ringan. Jumlah penghuninya meledak. Berlipat 450 persen hanya dalam waktu 100 tahun terakhir. Dari 1,5 miliar di tahun 1900-an, menjelma 7,8 miliar lebih di awal milenium ketiga ini !
Dan...Ledakan jumlah penduduk, berkonsekuensi pada kian beratnya tanggungjawab bumi dalam menjamin kelangsungan hidup manusia. Harus menyiapkan segala kebutuhan dasar seperti bahan makanan, air bersih, energi, dan jaminan hidup lainnya. Ironis ! Kekuatannya sudah jauh menurun, bumi tak mampu menahan lelah. Keseimbangannya memburuk akibat eksploitasi oleh manusia.
Untuk menyelamatkan bumi, mutlak dibutuhkan pembangunan peradaban yang menimbang semua faktor. Untuk membangun peradaban, bergantung pada tersedianya sumber energi dan bahan tambang yang tak terbatas. Maka, manusia mengeksplorasi minyak bumi, batubara, gas alam, emas, tembaga, perak dan nikel. Inilah jenis-jenis tambang yang tidak bisa diperbarui. Begitu habis, habislah. Lenyap dari perut bumi !
Selain kegiatan penambangan, aksi penggundulan hutan yang dilakukan dengan brutal, telah menjadi faktor lain dari kian sekaratnya bumi. Hutan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru bumi, sudah lama menyempit. Jenis hutan yang tidak diciptakan Tuhan di semua negara dan semua benua ini, sudah lama terganggu. Dari 20 juta kilometer persegi yang tersedia, hutan tropis tersisa 8.5 juta kilometer persegi !
Di luar penambangan dan deforestasi yang massif, faktor lainnya adalah efek negatif revolusi industri, menjadi hal yang paling mengerikan. Ia merupakan akibat buruk dari pembangunan peradaban manusia yang mengabaikan nilai kemanusiaan. Suhu permukaan bumi terus meningkat. Efek rumah kaca telah menyapu hampir merata di semua punggung bumi. Benua Antartika di kutub selatan, terus meleleh dan sudah sulit dihentikan.
Konsekuensi lain dari industri adalah terus memburuknya kualitas air dan udara akibat ketebalan polusi yang kiat pekat. Dengan penuh kecemasan, dalam sekian ratus tahun ke depan, perang akan meletus akibat perebutan air. Persis aksi memperebutkan minyak bumi yang terjadi dalam seratus tahun terakhir. Di sebagian belahan bumi, sudah sulit ditemukan buah, sayur, ikan, dan daging yang tak tercemar pestisida dan bahan kimia.
Merawat integritas
Untuk mencegah kerusakan yang lebih eksesif dan eskalatif, penting untuk menyegarkan komitmen para pemimpin dunia, formal maupun informal. Komitmen untuk menjaga nilai-nilai peradaban yang menjaga kehidupan agar tetap berada di atas integritas yang kokoh. Terkait hal itu, visi yang dikandung Pancasila dan dibuat para pendiri bangsa Indonesia, sebenarnya bukanlah sebagai respon atas berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebab, Indonesia sudah ada sebelum wadah bangsa-bangsa itu lahir. Pancasila digodok jauh sebelum kemerdekaan RI diproklamasikan dan nilai-nilainya berkesesuaian dengan fondasi tata dunia dalam konsensus internasional baru. Pembukaan UUD 1945 yang, antara lain, berwujud nasionalisme, merupakan idealisasi yang diingini oleh konsensus internasional baru dimaksud.
Maka, ketika berbicara tentang hubungan nasionalisme dengan Islam, berarti berkomitmen dengan pilihan politik. Keabsahan kognitif dari dalil-dalil keagamaan, harus tetap berkonsekuensi logis dengan pilihan politik. Dan pilihan politik akan berkait dengan konsekuensi-konsekuensi realistis. Mereka yang menginginkan khilafah adalah anasir-anasir yang menuntut kembalinya tata dunia lama seperti sebelum meletus PD Pertama.
Pilihan politik, mesti disikapi dengan konsekuensi realistisnya. Memaksa kembali ke tata dunia lama, berarti meruntuhkan seluruh bangunan tata dunia, yang selama ini sudah memberi jaminan stabilitas dan keamanan relatif dalam dinamika internasional. Jika tata dunia pasca PD Kedua runtuh, maka chaos besar akan memicu PD Ketiga. Teknologi militer mutakhir akan mempercepat lenyapnya peradaban manusia dari muka bumi.
Jika format negara bangsa Indonesia disepakati sebagai konstruksi yang bisa menyelamatkan umat manusia, maka itu akan jadi platform positif untuk dialog lebih lanjut. Setiap warga negara bisa berbeda pendapat tentang berbagai aspek keagamaan, politik atau lainnya, tetapi ia harus diafirmasi untuk menyetujui konsensus tentang tata dunia sebagai platform bersama. Kalau tidak, maka umat manusia akan runtuh bersama.
Terlebih, NKRI didisain atas gagasan-gagasan yang jauh menembus masa depan. Bukan hanya membenarkan berdirinya satu negara baru bernama NKRI, tapi visi tentang peradaban dunia. Bangsa Indonesia tidak saja bertanggungjawab merawat dan memelihara warisan NKRI, tapi juga memperjuangkan terwujudnya visi peradaban ; yaitu ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selain persoalan di atas, salah satu komponen Piagam PBB adalah disepakatinya rezim perbatasan. Bahwa sebuah negara memiliki teritori dengan perbatasan. Sebelum PD Kedua, peradaban manusia belum mengembangkan hukum yang mengatur secara definitif batas-batas negara. Saat itu, yang disebut batas negara adalah sejauh jangkauan militer tiap-tiap kerajaan. Sebuah kerajaan dengan militer kuat, akan mampu meluaskan batas negaranya, seluas dan sejauh ambisi pemimpinnya.
Akhirul Kalam
Bagi PBNU, semua gambaran serba ringkas atas situasi tersebut, disikapi dengan menetapkan, paling tidak, tiga agenda utama dalam tahun pertama khidmahnya kepada umat. Agenda dan program kerja ini, antara lain, sebagai jawaban atas tawaran sekaligus tantangan dan stimulus yang disampaikan Presiden Jokowi saat membuka muktamar NU tahun lalu.
PBNU telah mengagendakan program ; Pertama ; Replanting Sawit. Untuk mewujudkan perannya dalam pemanfaatan lahan dan tanah dalam bentuk hutan sosial, NU menargetkan, dalam setahun ke depan, akan melibatkan tidak kurang dari ratusan cabang NU, yang menyebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dari sekian juta ha yang tersedia, NU berharap bisa menggarap, paling tidak 25 persen ha di antaranya.
Kedua ; program dekarbonisasi. Bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, NU melakukan penandatangan terkait kerjasama penanaman bibit di sejumlah lembaga, seperti pondok pesantren. Lalu dilanjutkan dengan penggunaan PLTS sebagai implementasi dari kebijakan penggunaan energi mandiri.
Ketiga ; program pemberdayaan Kampung Nelayan. Di agenda ini, NU akan ambil bagian dengan melibatkan sejumlah titik kampung nelayan dari 90 kampung yang tersedia. Penandatanganan kerjasama dilakukan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dalam bentuk pembudidayaan benih, penyediaan peralatan, dan pelatihan. (*)
Ishaq Zubaedi Raqib *
Penulis adalah kolumnis masalah-masalah NU
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)