Petisi penolakan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur sudah diteken lebih dari 11 ribu orang. Guru besar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji menilai hal itu wajar terjadi dalam perbedaan pendapat masyarakat.
"Sebagai pengakuan prinsip rule of law, negara menghargai sikap pro kontra terhadap rencana pemindahan IKN dan ada mekanisme hukum atas keberatan," ujar Indriyanto melalui keterangan tertulis, Selasa (8/2/2022).
Namun Indriyanto meminta pihak kontra untuk sebaiknya mempelajari terlebih dulu tentang rencana pemindahan IKN itu. Supaya ke depan, katanya, pihak kontra dapat memahami secara mendalam kehasilgunaan yang dicapai negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi tidak terkesan sebagai subyektif non-konstruktif argumen keberatannya tersebut," ungkap Indriyanto.
Menurutnya, secara universal UU IKN dapat dikategorikan telah memenuhi salah satu prinsip utama sebuah Undang-Undang yang baik. Hal itu lantaran UU IKN memiliki kehasilgunaan, tidak hanya dari sudut pandang biaya hingga manfaat, tetapi juga pemenuhan hak dan rasa keadilan dalam konteks NKRI.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai petisi penolakan IKN itu tergolong telat. Ia menilai petisi itu tidak perlu dibuat karena UU IKN sudah disahkan dan kini pihak kontra dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.
"Itu (petisi) rasanya seperti memprovokasi serta jadi mendorong orang lain untuk tidak menyetujui dan itu memberikan pendidikan yang tak baik," katanya.
Pasalnya, lanjut Trubus, Indonesia merupakan negara hukum dan segala sesuatu harus berdasarkan hukum yang berlaku. Ia pun meminta agar pemerintah memberikan sosialisasi terhadap publik yang masih kontra dengan kebijakan pemindahan IKN.
"Yang menolak itu diberikan pengarahan dan disosialisasikan, komunikasi publiknya juga perlu dibenahi terkait pemindahan itu," terangnya.
Sebagai informasi, petisi menolak pembangunan IKN diunggah di laman change.org dengan tajuk, 'Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota Negara'. Adapun petisi tersebut diprakarsai oleh Narasi Institute dan diteken antara lain mantan Ketua KPK Busyro Muqodas, Sri Edi Swasono, Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Muhamad Said Didu, Faisal Basri, Ahmad Yani, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.
Mereka menilai rencana pemindahan IKN di tengah pandemi COVID-19 tidaklah tepat. Mereka menegaskan dalam laman tersebut bahwa pemerintah harus fokus menangani varian baru Omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini. Terlebih, menurut mereka, pemerintah punya utang luar negeri yang cukup besar, defisit APBN melebar di atas 3 persen, dan penerimaan negara turun.
(akn/ega)