Interupsi Paripurna, Luluk PKB Ungkit Keterwakilan Perempuan DPR Tak Capai 30%

Interupsi Paripurna, Luluk PKB Ungkit Keterwakilan Perempuan DPR Tak Capai 30%

Firda Cynthia Anggrainy - detikNews
Selasa, 08 Feb 2022 16:28 WIB
Rapat paripurna DPR penetapan prolegnas 2022 (Eva Safitri/detikcom).
Foto: Ilustrasi rapat paripurna DPR (Eva Safitri/detikcom).
Jakarta -

DPR menggelar rapat paripurna pada masa persidangan III tahun sidang 2021-2022. Anggota DPR Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah melakukan interupsi di tengah jalannya rapat.

Interupsi itu dilakukan sebelum Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menutup rapat paripurna, Selasa (8/2/2022). Interupsi Luluk kemudian diizinkan oleh Dasco.

Dia mengawali interupsinya dengan memaparkan pentingnya keterwakilan perempuan minimal 30 persen di parlemen. Dia mengatakan hal itu sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menciptakan keterwakilan perempuan di DPR 50 persen pada 2030.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia mendapat catatan karena sampai saat ini keterwakilan perempuan di parlemen belum memenuhi minimal angka kritis yang seharusnya bisa diwujudkan, yaitu 30 persen," kata Luluk saat interupsi.

"Sementara, di sisi lain, ada dorongan dan juga komitmen dari komunitas internasional dan itu juga jadi kesepakatan bagi pemerintahan Indonesia bahwa tahun 2030 Indonesia didorong mewujudkan keterwakilan perempuan 50 persen di parlemen," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

Luluk kemudian meminta Pimpinan DPR memberi atensi terhadap keterwakilan perempuan pada penyelenggara pemilu. Dia menyebut harus ada keterwakilan perempuan pada anggota KPU dan Bawaslu minimal 30 persen mulai dari pusat hingga daerah.

"Selain penguatan peran partai politik, maka sudah seharusnya kita memberikan atensi pada penyelenggaraan pemilu itu sendiri, di mana prasyarat adanya representasi minimal 30 persen pada penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu di semua tingkatan juga merupakan sebuah keniscayaan," katanya.

Menurut Luluk, ada lima alasan yang melatarbelakangi urgensi representasi perempuan di dunia politik. Salah satunya ialah keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu.

"Penting untuk kita dorong adanya keterwakilan perempuan minimal 30 persen sebagai penyelenggara pemilu, setidaknya ada lima alasan. Pertama adalah keadilan. Kedua, akses yang setara untuk melakukan partisipasi politik," sebut dia.

"Ketiga, peluang yang setara bagi perempuan untuk mempengaruhi proses politik dengan perspektif perempuan. Keempat, mendorong lahirnya kebijakan politik yang berkualitas, mendorong kebijakan publik yang bermutu, inklusif, dan adil gender. Kelima, pemenuhan hak konstitusional dan percepatan tujuan SDGs (Sustainable Development Goals)," sambung Luluk.

(fca/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads