Peserta tes CPNS dosen 2021 dari Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Alif Anandika Putra menggugat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) ke Pengadilan Tata Usaha Negata (PTUN) Jakarta. Alif Anandika Putra menilai panitia seleksi menilai secara subjektif sehingga ia tidak lolos tes.
"Ada 3 poin khusus dalam gugatannya, yaitu Pengolahan Nilai SKB, pengisian jalur khusus yang belum terpenuhi dan dugaan subjektifitas nilai wawancara dan micro teaching," kata Alif Anandika Putra saat berbincang dengan detikcom, Senin (7/2/2022).
Menurut Alif Anandika Putra, pengolahan nilai SKB tidak memiliki kepastian hukum karena dalam pengumuman Nomor 83815/A.A3/KP.01.00/2021, tidak dijelaskan kategorisasi data yang digunakan dalam mencari rata-rata dan standar deviasi. Terkait pengisian jalur khusus yang belum terpenuhi, Alif Anandika Putra menilai Ketua Tim Pengadaan CPNS Kemendikbud tahun 2021, tidak cermat dan sewenang-wenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena tidak sesuai dengan Pasal 48 ayat (5) PermenpanRB 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan PNS," beber Alif Anandika Putra.
Menurut Alif Anandika Putra, perpindahan peserta jalur umum ke khusus karena adanya urgensi untuk mengisi kebutuhan jalur khusus yang belum terpenuhi. Seharusnya karena ada 9 peserta SKB, maka ada 3 yang berstatus P/L, 3 berstatus P/TL, dan 3 lagi besratus P/TMS-1 dikarenakan tidak melewati ambang batas nilai SKB pada sub tes bahasa inggris dan psikologi.
"Pemenuhan kebutuhan khusus yang belum terpenuhi seharusnya diambil dari peserta P/TL berdasarkan nilai SKD terbaik, bukan nilai hasil integrasi SKD-SKB, dikarenakan PermenpanRB 27 Tahun 2021 selaku petunjuk teknis pengadaan PNS tidak pernah menyebutkan perpindahan tersebut didasarkan pada nilai hasil integrasi SKD-SKB, melainkan dari nilai SKD berperingkat terbaik," kata Alif Anandika Putra menjelaskan.
Alasan lain tidak dapat dapat diambilnya peserta berstatus P/TMS-1 untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi, yaitu karena dalam Romawi VI (Proses Seleksi) angka 3 (Seleksi Kompetensi Bidang) huruf e Pengumuman Nomor: 46801/A.A3/KP.01.00/2021 yang berbunyi:
Ambang batas/passing grade untuk SKB akan ditentukan lebih lanjut, yang akan diumumkan sebelum pelaksanaan SKB. Pelamar dinyatakan gugur apabila
1. Tidak mengikuti salah satu sub tes SKB
2. Tidak memenuhi ambang batas/passing grade SKB yang ditentukan.
"Dari hal tersebut terang, peserta yang tidak melewati ambang batas SKB, adalah peserta yang gugur, sehingga tidak dapat mengisi kebutuhan yang belum terpenuhi. Namun peserta yang berstatus P/TMS-1 yang diakibatkan tidak memenuhi ambang batas/passing grade pada sub tes wawancara/micro teaching perlu dipertimbangkan, karena patut diduga ada penilaian subjektif pada subtes tersebut," kata Alif Anandika Putra menguraikan.
Berdasarkan pasal 17 ayat (2) UU 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Badan/Pejabat Pemerintahan dapat dikategorikan melampaui wewenang, apabila salah satunya keputusan/tindakan yang dilakukan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Apabila Kemendikbudristek tidak melaksanakan pengisian kebutuhan yang belum terpenuhi menurut PermenpanRB 27 Tahun 2021, tentu hal tersebut telah melampaui wewenang," terang Alif Anandika Putra.
Terakhir, dalam sub tes wawancara dan micro teaching, Alif Anandika Putra menduga ada subjektifitas dalam penilaian yang bertentangan dengan prinsip pengadaan PNS, asas umum pemerintahan yang baik( AUPB), dan UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Karena hal tersebut dugaan, maka perlu diluruskan bahwa dugaan saya tersebut salah. Dan saya juga memohon kepada majelis hakim untuk meminta ditampilkan rekaman wawancara dan micro teaching, serta indikator penilaian yang dimaksud dalam jawaban sanggah Kemendikbudristek," pungkas Alif Anandika Putra.
Gugatan itu mengantongi Nomor 13/G/2022/PTUN.JKT dan kini proses sidang masih berlangsung. Sidang akan mengagendakan pembacaan gugatan secara elektronik pada 9 Februari 2020.
Lihat juga video '252 CPNS Didiskualifikasi karena 'Main Mata' dengan BKN':