Lili menyebut dalam rincian penawaran senilai Rp 5.8 triliun itu padahal tidak terdapat komponen tersebut. Seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan.
"Hasil pemotongan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai hal-hal di luar penawaran dan juga digunakan untuk operasional Manajemen Bersama Konsorsium PNRI," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemotongan sebesar 3 persen tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri," tambahnya.
Sementara itu, peran Husni, yang diketahui merupakan Ketua Tim Teknis, melakukan pertemuan terhadap para vendor. Husni juga sempat bertemu Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus untuk membahas anggaran proyek e-KTP ini.
"Tersangka HSF juga hadir beberapa kali di pertemuan tersebut pada Juli 2010 yang membahas tentang uji petik, biometric, teknologi, dan teknis e-KTP," katanya.
Baca juga: KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi e-KTP! |
Lili menyebut, dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up. Husni juga sering melapor kepada Sugiharto.
Setelah itu, Husni disebut mempertemukan pihak vendor dengan pejabat Kemendagri. Dalam pertemuan ini, Husni dipercaya Irman mengawal konsorsium dan membenahi administrasi yang sudah dipastikan lulus.
"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium yang dalam Proof of Concept tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware security modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," katanya.
"Padahal Proof of Concept merupakan beauty contest yang bertujuan untuk menguji apakah barang yang ditawarkan bisa berfungsi dengan baik," tambahnya.
Lebih lanjut, Lili mengatakan perkara ini diduga merugikan negara kurang-lebih Rp 2,3 triliun.
"Dalam perkara ini, kerugian keuangan negara negara kurang lebih sebesar Rp 2,3 triliun," ujarnya.
Tersangka Isnu dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(azh/maa)