Ditahan KPK, Ini Peran 2 Tersangka Korupsi e-KTP

Ditahan KPK, Ini Peran 2 Tersangka Korupsi e-KTP

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Kamis, 03 Feb 2022 18:46 WIB
2 tersangka kasus korupsi e-KTP ditahan KPK
Dua tersangka korupsi e-KTP. (Azhar/detikcom)
Jakarta -

KPK baru saja menahan dua tersangka korupsi e-KTP, Isnu Edhi Wijaya (ISE) dan Husni Fahmi (HSF). Mereka ditahan setelah menjadi tersangka selama hampir tiga tahun.

Isnu dan Husni dilakukan upaya paksa penahanan selama 20 hari ke depan hingga 22 Februari 2022. Keduanya ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE dan HSF dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung 3 Februari 2022 sampai dengan tanggal 22 Februari 2022 dan kedua tersangka tersebut ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lili membeberkan kedua peran para tersangka. Lili mengatakan Isnu kala itu menjabat Dirut PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia). Isnu pada Februari 2011 melakukan lobi kepada pejabat Kemendagri untuk maksud dapat memenangkan proyek e-KTP.

Selanjutnya, Lili menyebut Isnu mengumpulkan vendor-vendor dan membuat konsorsium PNRI. Isnu, Andi Agustinus, dan Paulus Tannos (PLS) sempat bertemu dengan Anang Sugiana untuk menawarkan bergabung dengan konsorsium PNRI, dengan commitment fee 10 persen untuk pihak lain.

ADVERTISEMENT

"Apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada commitment fee untuk pihak lain sebesar 10 persen, yaitu dengan rincian 5 persen untuk DPR RI dan 5 persen untuk pihak Kemendagri, yang kemudian disanggupi oleh Anang Sugiana," kata Lili.

Berdasarkan beberapa kesepakatan yang dibuat, Perum PNRI bertanggung jawab memberikan fee kepada Irman (eks pejabat Kemendagri) dan stafnya sebesar 5 persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh. Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan e-KTP dengan nilai kurang-lebih Rp 5,8 triliun.

Lalu pada 30 Juni 2011, Sugiharto (eks pejabat Kemendagri) menunjuk konsorsium PNRI selaku pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (KTP elektronik) tahun anggaran 2011-2012. Kemudian Isnu membentuk manajemen bersama dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium.

"ISE juga mengusulkan adanya ketentuan setiap pembayaran dari Kementerian Dalam Negeri untuk pekerjaan yang dilakukan oleh anggota konsorsium akan dipotong 2 persen sampai 3 persen dari jumlah pembayaran untuk kepentingan manajemen bersama," katanya.

Simak selengkapnya soal penawaran Rp 5,8 triliun di halaman berikutnya.

Saksikan Video 'KPK Tahan Tersangka Kasus Korupsi e-KTP Isnu Edhy-Husni Fahmi':

[Gambas:Video 20detik]



Lili menyebut dalam rincian penawaran senilai Rp 5.8 triliun itu padahal tidak terdapat komponen tersebut. Seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan.

"Hasil pemotongan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai hal-hal di luar penawaran dan juga digunakan untuk operasional Manajemen Bersama Konsorsium PNRI," ujarnya.

"Pemotongan sebesar 3 persen tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri," tambahnya.

Sementara itu, peran Husni, yang diketahui merupakan Ketua Tim Teknis, melakukan pertemuan terhadap para vendor. Husni juga sempat bertemu Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus untuk membahas anggaran proyek e-KTP ini.

"Tersangka HSF juga hadir beberapa kali di pertemuan tersebut pada Juli 2010 yang membahas tentang uji petik, biometric, teknologi, dan teknis e-KTP," katanya.

Lili menyebut, dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up. Husni juga sering melapor kepada Sugiharto.

Setelah itu, Husni disebut mempertemukan pihak vendor dengan pejabat Kemendagri. Dalam pertemuan ini, Husni dipercaya Irman mengawal konsorsium dan membenahi administrasi yang sudah dipastikan lulus.

"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium yang dalam Proof of Concept tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware security modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," katanya.

"Padahal Proof of Concept merupakan beauty contest yang bertujuan untuk menguji apakah barang yang ditawarkan bisa berfungsi dengan baik," tambahnya.

Lebih lanjut, Lili mengatakan perkara ini diduga merugikan negara kurang-lebih Rp 2,3 triliun.

"Dalam perkara ini, kerugian keuangan negara negara kurang lebih sebesar Rp 2,3 triliun," ujarnya.

Tersangka Isnu dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads