Beda Strategi Pemerintah Sebab Karakter Omicron-Delta Tak Sama

Beda Strategi Pemerintah Sebab Karakter Omicron-Delta Tak Sama

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 01 Feb 2022 07:25 WIB
Jakarta -

Pemerintah mengubah strategi penanganan pandemi COVID-19. Kondisi ini dipicu karakter berbeda COVID-19 varian Delta dan Omicron.

"Karakteristik Omicron yang berbeda dengan Delta, strategi penanganan pandemi perlu dilakukan penyesuaian," kata Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Pandjaitan, Senin (31/1/2022).

Hal itu disampaikan Luhut dalam hasil Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden. Luhut diketahui juga diberi tanggung jawab menjadi Koordinator PPKM wilayah Jawa-Bali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui COVID-19 varian Delta merebak di Indonesia pada pertengahan 2021. Dia mengatakan saat itu fokus penanganannya ialah menekan laju penularan.

Sementara saat COVID-19 varian Delta ini merebak, pemerintah fokus pada penekanan rawat inap di rumah sakit (RS) dan tingkat kematian.

ADVERTISEMENT

Perubahan fokus penanganan itu juga membuat perubahan syarat PPKM. Namun, pemerintah tetap mempunyai 6 indikator sebagaimana standar dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Ubah Strategi Demi Tangani Omicron

Luhut menyebutkan ada 2 indikator yang akan diubah dalam penentuan level PPKM di suatu daerah, yakni indikator rawat inap dan capaian vaksinasi dosis lengkap. Detail soal perubahan indikator PPKM akan dijelaskan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) terbaru.

Indikator Rawat Inap

Luhut menjelaskan soal indikator rawat inap yang kini menjadi syarat penentuan PPKM. Luhut mengatakan perubahan ini juga dilakukan untuk menjaga upaya pemulihan ekonomi dengan memastikan kapasitas kesehatan kita tetap dalam kondisi aman.

"Tapi lebih memberikan bobot lebih besar pada indikator rawat inap di RS. Langkah ini dilakukan, salah satunya sebagai insentif kepada pemda untuk mendorong pasien tak bergejala atau OTG dan bergejala ringan untuk tidak masuk RS sehingga asesmen levelnya juga berada di kondisi yang cukup baik," jelasnya.

Dia mengatakan layanan telemedicine juga harus dibuka sebaik-baiknya. Sehingga memudahkan masyarakat yang menjalankan isolasi mandiri di rumah.

Apa satu indikasi lain yang diubah sebagai strategi menghadapi varian Omicron? Simak di halaman selanjutnya.

Indikator Dosis Vaksinasi

Luhut mengatakan syarat indikator suatu daerah masuk level 1 dan 2 juga diubah. Daerah didorong untuk mempercepat vaksinasi lengkap.

"Pemerintah juga mengubah syarat indikator untuk masuk level 1 dan 2, yang tadinya vaksinasi dosis pertama menjadi dosis lengkap untuk mendorong akselarasi vaksinasi dosis 2 di kabupaten/kota yang tertinggal," katanya.

Dia mengatakan masih ada 22 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi dosis 2 umum di bawah 50%. Selain itu, ada 29 kabupaten/kota yang dosis 2 vaksinasi lansia masih di bawah 40%.

"Ketentuan ini mulai berlaku minggu depan, tetapi kami beri transisi selama 2 minggu untuk kabupaten/kota mencapai target di atas," ucapnya.

Luhut mengatakan aturan rinci hal ini akan dijelaskan dalam Inmendagri terbaru.

Waspada Lonjakan 3 Kali Lipat dari Delta

Luhut mengatakan kasus Corona di Indonesia bisa meningkat tiga kali lipat dari puncak kasus Delta bila masyarakat tidak berhati-hati. Kenaikan kasus Corona ini dapat berpengaruh terhadap jumlah pasien yang dirawat di RS.

"Dari data tersebut, kami mencoba menganalisa bahwa jumlah rawat inap rumah sakit Indonesia dapat lebih tinggi dari Delta apabila kasus harian meningkat lebih dari 3 kali seperti tahun lalu, hampir 56 ribu, bisa saja nanti 3 kali dari itu bila kita tidak berhati-hati," kata Luhut.

Luhut mengatakan angka tiga kali lipat kasus Corona itu kecil kemungkinan terjadi. Luhut mengingatkan masyarakat untuk "super waspada".

Luhut juga menyampaikan kasus konfirmasi positif COVID-19 per 30 Januari 2022. Jumlah itu, kata Luhut masih berada di angka seperlima dari puncak kasus Delta pada tahun lalu.

"Selain itu jumlah yang dirawat di rumah sakit Indonesia saat ini masih sangat cukup aman, yakni sepersepuluh dari puncak Delta. Estimasi kami lakukan sebagai langkah mitigasi terjadi keganasan dari Omicron ini, kementerian kesehatan telah menyiapkan fasilitas kesehatan yang sangat memadai jauh lebih bagus dari tahun yang lalu," ujar Luhut.

Dari mana perkiraan Omicron berpotensi memicu kenaikan kasus COVID-19 bisa mencapai 3 kali lipat? Simak pernyataan Menkes di halaman selanjutnya.

Asal Perkiraan Omicron Picu Kasus Naik 3 Kali Lipat

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat bersiap dan waspada kasus Omicron bisa memicu lonjakan hingga 3-6 kali lipat dari lonjakan varian Delta.

Budi mengungkapkan hal itu dengan contoh lonjakan kasus seperti di Amerika Serikat (AS) yang saat ini mencapai 800 ribu per hari atau lebih tinggi dibanding ketika puncak kasus Delta 250 ribu per hari.

Hal serupa terjadi di Prancis yang saat ini berada kasus Omicron berada di angka 360 ribu per hari atau lebih tinggi dibanding puncak kasus Delta yang mencapai 60 ribu per hari. Brasil juga disebutnya mengalami hal serupa, yaitu kenaikan kasus Omicron mencapai 190 ribu kasus per hari atau lebih tinggi daripada puncak kasus delta 80 ribu per hari.

Lebih lanjut, Budi menilai Indonesia mungkin juga akan mengalami lonjakan 2-3 kali di atas puncak Delta pada periode lalu, yakni 57 ribu. Budi meminta masyarakat terus waspada karena penularan Omicron yang cepat.

"Indonesia pasti akan alami ini, jadi kalau puncaknya kita pernah 57 ribu per hari, kita mesti siap-siap dan hati-hati dan waspada, tidak perlu kaget, kalau melihat di negara-negara lain bisa 2 kali, 3 kali di atas puncak delta," kata Budi dalam kesempatan yang sama.

"Kita masih belum tahu berapa puncak yang akan terjadi di Indonesia, perkiraan kami yang akan terjadi di akhir Februari, tapi kami sudah sampaikan di negara-negara lain bisa 3 kali sampai 6 kali dibandingkan puncaknya delta, dimana puncaknya delta di Indonesia 57 ribu kasus per hari," lanjut dia.

Kasus Meninggal Akibat Omicron

Budi menyebut sudah ada lima orang pasien Omicron di Indonesia yang meninggal dunia. Kasusnya didominasi oleh kelompok lansia.

"Kita sudah ada meninggal 5 orang positif Omicron," katanya.

Dia mengatakan mayoritas kasus kematian Omicron juga disebabkan vaksin yang belum lengkap. Meski gejala Omicron cenderung lebih ringan daripada Delta, infeksi ini pada beberapa kelompok pun akan lebih berisiko sakit parah dan meninggal, seperti pada lansia dan orang yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Kita sudah melihat kasus sedang dan berat, 63 persen belum divaksin lengkap. Kebanyakan dari mereka (pasien Omicron) lansia dan ada juga yang anak-anak," bebernya.

Halaman 2 dari 3
(jbr/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads