Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggali informasi terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. LPSK menemukan 17 temuan terkait polemik kerangkeng tersebut.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan proses investigasi dilakukan sejak (28/1/2022). Berikut ini temuan LPSK:
1. Tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edwin memaparkan penghuni kerangkeng terdiri dari beragam latarbelakang. Ia memastikan tidak semuanya pecandu narkoba.
"Ada pecandu narkotika, tukang judi, problem rumah tangga, ada yang tukang mabuk, ada yang penculik," kata Edwin dalam konferensi pers di LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
"Jadi kalau kemudian dikatakan tempat rehabilitasi narkoba, jadi kurang tepat," imbuhnya.
2. Tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat
Tidak semua penghuni berasal dari Kabupaten Langkat. Ada pula yang berasal dari luar Langkat.
"Tidak semua orang yang ditahan itu berasal dari Kabupaten Langkat. Ada fakta dimana beberapa orang itu orang yang berasal dari Kabupaten Langkat," kata dia.
3. Tidak ada aktivitas rehabilitasi
Selain itu, meskipun kerangkeng itu disebut sebagai panti rehabilitasi pengguna narkotika, Edwin menyatakan tidak ada proses rehabilitasi di sana. Bahkan, pembina hanya melakukan apa yang dirasa benar menurut mereka.
"Ketika kami tanyakan, aktivitas nya apa kalian. Ya nggak ada natural aja katanya, alami saja. Nggak ada schedule, tidak ada modul, suka-suka yang menjadi pembina pengelola," tutur Edwin
4. Tempat tinggal tidak layak
Kerangkeng jauh dari kata layak. Bahkan toilet dan tempat tidur hanya disekat tembok.
"Mereka ada satu bangunan, ada tiga ruang ada dua sel. Satu ruang lagi katanya dapur. Yang normal itu cuman yang dapur. Yang dua itu bentuknya kayak penjara. Tidak layak lagi, dalam ruang yang kurang-lebih 6x6 kalau terakhir kali ditemukan itu lebih dari 40 orang. Mungkin dibagi dua, jadi 20 orang dalam satu ruangan. Itu ruangan jorok kotor. Toilet cuman dibatasi oleh tembok," kata dia.
5. Pembatasan kunjungan
Edwin menambahkan, kerangkeng tidak bisa dikunjungi secara bebas. Ada aturan yang menyebutkan 3-6 bulan pertama, penghuni kerangkeng tidak boleh dikunjungi.
"Rumah tahanan ini tidak bebas dikunjungi. Jadi informasinya, untuk orang yang baru masuk, dibatas tiga sampai enam bulan baru boleh dikunjungi sama keluarga. Di sini juga ada pengumuman, waktu bertamu hari minggu dan hari besar," ucapnya.
6. Tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi
Penghuni kerangkeng juga tidak diperbolehkan untuk menggunakan alat komunikasi.
"Mereka juga tidak diperbolehkan membawa HP" kata Edwin.
7. Perlakuan orang dalam kerangkeng sebagai tahanan
Ada sejumlah istilah yang digunakan dalam kerangkeng. Penghuni kerangkeng disebut 'tahanan'.
"Semua orang ditetapkan sebagai tahanan. Dalam dokumen yang kami baca, tepat di rutan itu," tutur Edwin.
8. Mereka tinggal dalam kerangkeng yang terkunci
9. Kegiatan peribadatan dibatasi
Penghuni kerangkeng tidak diperkenankan melakukan ibadah di luar kerangkeng. Termasuk di antaranya salat Jumat hingga ibadah Minggu.
10. Para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit
Berdasarkan hasil investigasi, Edwin mengatakan sejumlah penghuni kerangkeng juga dipekerjakan di perusahaan sawit milik Bupati Langkat. Bahkan LPSK menemukan para penghuni dipekerjakan tanpa dibayar.
"Yang kami dapatkan informasi, semua orang dalam rutan itu dipekerjakan di pabrik milik Bupati. Jadi seandainya dia milik 200 pegawai resmi, dia mendapat ekstra pegawai sejumlah orang yang ada di dalam rutan, dan itu tanpa digaji," kata dia.
Selengkapnya di halaman berikutnya.
11. Ada dugaan pungutan
LPSK menemukan ada kertas bertuliskan keterangan pembayaran. Dia menduga ada pungutan biaya di sana.
"Tapi kami temukan disana, ada petunjuk sudah bayar, belum bayar. Tertulis rupiahnya juga, dari 10 ribu, 15 ribu, 20 ribu beragam. Setidaknya ini petunjuk tidak gratis," kata dia.
"Ada uang tamu juga, kita nggak tahu kalau berkunjung bayar atau nggak. Besarannya juga bervariatif," tambahnya.
12. Ada batas waktu penahanan selama 1,5 tahun
Lebih lanjut, LPSK juga menemukan surat yang menyatakan batas penahanan. Di mana, dalam surat itu pihak keluarga tidak akan meminta untuk mengeluarkan korban dalam kurun waktu 1.5 tahun.
"Ditemukan surat pernyataan dari mereka yang menyerahkan keluarga kepada pembina atau pengelola. Ada dua poin yang krusial, satu pihak keluarga tidak akan pernah memohon untuk meminta mengeluarkan anak selama 1,5 tahun," tutur Edwin.
13. Ada yang ditahan sampai dengan 4 tahun
LPSK juga bertemu dengan salah satu korban lain yang sudah bebas dari rumah tahanan tersebut. Edwin mengatakan korban sudah berada di sana selama 4 tahun lamanya.
Baca juga: Kerangkeng di Rumah Terbit |
"Salah satu yang kami wawancarai juga orang yang sudah pernah ditahan di sana selama 4 tahun sejak tahun 2018," kata dia.
14. Pembiaran yang terstruktur
LPSK juga mendapatkan temuan adanya pembiaran terstruktur yang dilakukan beberapa pihak.
"Ada keterangan, polisi merekomendasikan bahwa anaknya itu direhab saja di tempatnya bupati. Ini ada pembiaran terstruktur. Rumah tahanan itu, diduga sudah berlangsung selama 10 tahun," ujarnya.
Selain itu, dalam video yang diunggah Istri Bupati Langkat, terlihat Dinas Komunikasi dan Informatika juga sempat mengunjungi kerangkeng.
"Ada video juga yang di-upload istrinya Terbit, tentang kunjungan Dinas Komunikasi dan Informasi yang melihat langsung kerangkeng itu bersama bupati. Jadi Kepala Dinas tahu," kata dia.
15. Ada pernyataan tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal
LPSK turut menemukan sebuah surat pernyataan. Dalam surat tersebut tertulis keluarga tidak akan menuntut pembina jika tahanan meninggal di penjara.
"Kedua apabila terjadi hal terhadap anak selama masa pembinaan, sakit atau meninggal. Maka pihak keluarga tidak akan menuntut kepada pembina," kata dia.
16. Ada informasi dugaan korban tewas tidak wajar
LPSK juga menemukan dugaan penghuni kerangkeng yang meninggal tidak wajar. Hal ini didapat berdasarkan keterangan dari pihak keluarga.
"Bahwa ada korban yang meninggal tidak wajar. Kami mendapat informasi di sana, didukung dengan rekaman suara dari pengakuan keluarga, hanya satu bulan di sana," kata dia.
Edwin mengatakan awalnya pihak keluarga dihubungi tentang penghuni yang tewas itu karena alasan sakit asam lambung. Pihak keluarga kemudian mendatangi lokasi dan merasa curiga karena jenazah korban sudah dimandikan, dikafani, dan tinggal dikuburkan.
Pihak keluarga saat itu sempat mengecek kondisi jenazah. Setelah dicek, ditemukan sejumlah bekas luka.
"Dikabarkan meninggal dunia karena asam lambung. Tapi ketika mereka lihat jenazahnya ternyata ada bekas luka. Mayatnya ada luka-luka di tubuhnya yang membuat mereka curiga," ujarnya.
17. Dugaan adanya sel kerangkeng ketiga
Sementara itu, pihaknya juga menemukan temuan surat yang bertuliskan kereng tiga. Edwin menduga ada kerangkeng lain yang belum diketahui hingga saat ini.
"Ada yang belum terungkap, dan kami masih bertanya-tanya. Ada dua ruangan kereng satu dan dua, kereng itu sel. Tapi temuan kami juga ada kereng tiga. Ini yang jadi pertanyaan bagi kami. Kereng tiga ini di mana, masih beroperasi atau nggak, jangan-jangan masih ada orang yang ditahan atau nggak," pungkasnya.