LSM di Bali Protes 714 Burung Ilegal Sitaan Dikasi Lagi ke Penyelundup

LSM di Bali Protes 714 Burung Ilegal Sitaan Dikasi Lagi ke Penyelundup

Sui Suadnyana - detikNews
Minggu, 30 Jan 2022 13:42 WIB
Burung berbagai jenis disita di Bali (Dok. Istimewa)
Foto: Burung berbagai jenis disita di Bali (Dok. Istimewa)
Bali -

LSM Flight Protection Indonesia's Birds dan petugas karantina belum lama ini mengagalkan 714 burung ilegal dari Pulau Bali ke Jawa. LSM Flight lantas protes sebab Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar itu justru mengembalikan lagi burung-burung sitaan ke penyelundup.

"Burung itu disita, tetapi kemudian burung sitaan itu anehnya dikembalikan ke pedagangnya (atau) pemiliknya. Padahal (pengiriman) burung itu jelas ilegal," kata Direktur Eksekutif Flight Protecting Indonesia's Birds, Marison Guiciano kepada wartawan di Denpasar, Bali, Sabtu (29/1/2022).

Marison mengatakan, pihaknya selaku LSM fokus membantu pemerintah memberantas perdagangan burung-burung liar ilegal. Karena itu, pihaknya mengumpulkan informasi mengenai adanya perdagangan satwa ilegal melalui proses investigasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi begitu ada informasi penyelundupan burung, kita laporkan ke petugas dalam hal ini karantina atau bisa ke BKSDA (dan) kepolisian," tuturnya.

Investigasi Flight Protection Indonesia's Birds mengungkap penyelundupan dalam dua waktu, yakni pada Jumat (21/1) dan Rabu (26/1). Penyelundupan pertama terjadi melalui Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali dapat digagalkan dengan 338 ekor burung disita berbagai jenis.

ADVERTISEMENT

Adapun 338 ekor burung yang disita tersebut yakni burung kepodang 40 ekor, burung awar-awar 37 ekor, burung kaca mata atau pleci 18 ekor, burung strawberry atau pipit benggala 105 ekor, anis kembang 2 ekor, burung decu 1 ekor, burung brangjangan 24 ekor, burung gelatik 3 ekor dan burung cendet 58 ekor.

Kemudian penyelundupan yang kedua dilakukan melalui Pelabuhan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi pada Rabu (26/1). Penyelundupan ini lagi-lagi digagalkan oleh Flight Protection Indonesia's Birds bersama Kantor Karantina Pertanian Pelabuhan Ketapang.

Saat itu berhasil disita sebanyak 376 burung ilegal terdiri dari burung pleci 182 ekor hidup dan 28 ekor mati, burung cucak kombo 48 ekor hidup dan 2 mati, burung awar-awar 27 ekor hidup dan 9 ekor mati' burung anis kembang 4 ekor hidup dan 1 mati. Selanjutnya burung anis merah 60 ekor hidup' burung kepodang 11 ekor hidup' dan burung anis kopi 4 ekor hidup. Karena itu, jumlah total burung yang disita yakni sebanyak 376 ekor yang terdiri dari 336 ekor hidup dan 40 ekor burung yang mati.

Menurut Marison, burung-burung yang digagalkan di Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Ketapang telah diserahkan ke ke Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar yang malah dikembalikan lagi kepada pemilik yang melakukan penyelundupan. Seharusnya, kata Marison, burung-burung tersebut diserahkan ke BKSDA Bali untuk dilepasliarkan di habitat aslinya di Pulau Dewata.

"(Burung-burung yang disita) dilepasliarkan di Bali seharusnya. Tetapi kemudian justru dikembalikan lagi ke pemiliknya. Alasan (Balai Karantina Pertanian Denpasar) katanya karena BKSDA (Bali) tidak mau menerima. Nah ini jadi pertanyaan besar begitu lho," terang Marison.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya

Saksikan juga 'Momen Pelepasliaran Beruang Madu yang Terkena Jerat Warga di Sumbar':

[Gambas:Video 20detik]



Marison menegaskan pengiriman burung-burung tersebut setidaknya memiliki dua jenis pelanggaran. Pertama pengiriman burung pleci yang berstatus satwa dilindungi telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE).

Kemudian pengiriman burung-burung yang belum berstatus dilindungi telah melanggar Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Sebab pengiriman burung-burung tersebut tidak dilengkapi surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri (SATS-DN) yang seharusnya dikeluarkan oleh BKSDA Bali.

"Padahal burung itu jelas ilegal. Karena tidak ada SATS-DN, karena untuk mengambil burung di alam kan harus ada izin, harus ada izin sama untuk transportasikan ke luar pulau juga harus ada surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri (atau) SATS-DN. SATS-DN itu dikeluarkan oleh BKSDA," jelas Marison.

Sementara itu, Penanggungjawab Karantina Pertanian Wilayah Kerja (Wilker) Pelabuhan Gilimanuk I Nyoman Ludra mengatakan, penyelundup tidak langsung bisa dikenakan pidana. Sebab di UU Karantina disebutkan bahwa pihak yang mengirim mempunyai kesempatan untuk mengurus dokumen karantina selama tiga hari.

"Kalau kita taruh burungnya itu di kantor selama tiga hari, dia pasti mati semua. Nah itu alasan kita (mengembalikan kepada pemilik. Di undang-undang (karantina) kita ada seperti itu, ada kesempatan dari pemilik untuk mengurus dokumen karantina," jelasnya.

Ludra menegaskan, bahwa pemilik burung tersebut juga telah bersedia membuat surat pernyataan dan mengurus dokumen. Sebab burung yang diselundupkan tersebut sebetulnya memang boleh dikirim ke luar pulau asalkan dengan dokumen yang lengkap.

"Artinya burung-burung yang masuk apendiks itu enggak ada, yang sangat dilindungi itu tidak ada, burung-burung biasa, burung-burung di hutan. Dia memang termasuk burung liar," ungkapnya.

Sementara untuk burung pleci yang masuk dalam satwa dilindungi sudah dikembalikan kepada BKSDA Bali. Kemudian burung tersebut sudah dilepasliarkan di wilayah Gilimanuk oleh pihaknya bersama BKSDA Ba

Halaman 2 dari 2
(hmw/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads