Oen Sin Yang, Seniman Tehyan Tergilas Zaman

Oen Sin Yang, Seniman Tehyan Tergilas Zaman

Khairunnisa Adinda Kinanti - detikNews
Minggu, 30 Jan 2022 06:30 WIB
Jakarta -

Di jalan utama Kampung Tehyan, Tangerang, terdengar lirih gesekan alat musik khas Betawi dengan irama Tionghoa. Alat musik itu bernama sukong, terbentuk dari batok kelapa, bilah bambu, dan dua untai dawai dari kawat atau kenur.

Oen Sin Yang (71) atau akrab disapa Goyong adalah laki-laki keturunan Tionghoa. Di dalam nadinya, mengalir darah seniman dari mendiang ayahnya, Oen Oen Hok. Goyong tumbuh di antara lantunan terompet, tehyan, dan perlengkapan gambang kromong lainnya.

"Saya melihat orang tua saya, lihat dia main alat musik. Saya suka lihatin tapi saya nggak belajar ya, saya lihatin dia buat tehyan. Buat alat gambang kromong, gambang, terompet, itu dia bikin. Saya bisa tehyan belajar otodidak, nggak pakai not balok," ujar Goyong dalam program Sosok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Goyong ahli dalam memainkan alat musik tehyan dan terompet. Diakuinya, butuh teknik khusus untuk memainkan kedua gawai nada itu. Terompet misalnya, hanya orang-orang yang piawai mengatur napas panjang yang dapat melantunkannya agar iramanya tidak terputus.

"Ya terompet ini kalau orang-orang anak muda tuh nggak bisa. Selalu tuh orang-orang yang sudah ada umur (yang bisa). Harus kuat nafas maksudnya. Kalau dia nggak bisa ngelamus (lagunya) mati-mati kan gitu," ujar Goyong sembari menunjuk terompetnya.

ADVERTISEMENT

Pada setiap acara tradisional tionghoa, Goyong beserta rekan-rekannya terbiasa memainkan lagu klasik atau yang biasa disebut "lagu dalam". Bahkan, berkat kepiawaiannya, Goyong berhasil keluar negeri untuk memperkenalkan alat musik gambang kromong.

"Kalau ada acara, kalau orang kawin ya. Orang Cina ya itu untuk Cio Tao. Saya main gambang kromong ya saya keluar negeri ke Australia sekali. Kalau dalam negeri saya ke Dumai, Aceh, dan Ambon," tutur Goyong.

"Pasti pembukanya gambang kromong itu dulu itu pake lagu Chinese. Tidak semua pemain gambang kromong bisa. Maka gambang kromong itu ada 'lagu dalam' dan ada 'lagu sayur'. Lagu dalam itu Phoa Silitan, kalau misalnya lagu sayur itu biasanya Jali-jali, Keroncong Kemayoran," jelas salah satu Pemerhati Budaya, Oey Tjin Eng (79).

Namun, diakui Goyong bahwa saat ini rekan-rekan seperjuangannya dalam memainkan gambang kromong ini sudah meninggal lebih dulu. Sehingga ia merasa tidak ada lagi yang bisa memainkan lagu-lagu klasik. Apalagi, munculnya berbagai pertunjukan musik modern membuat kesenian khas Jakarta ini tenggelam dalam dan kalah saing.

"Dulu banyak (yang bisa main lagu klasik), sekarang sudah habis. Habis itu yang pintar-pintar sudah pada meninggal kan sudah tua. Kalau sekarang mah yang muda-muda nggak bisa. Nggak bisa lagunya," ungkap Goyong.
"Kalau saya tuh orang yang mau belajar apa silahkan. Kalau dia mau saya ajarin supaya juga saya gembira, ya saya juga ikut senang. Biar banyak yang nerusin gitu," tutup Goyong sambil memangku tehyan miliknya.

(vys/vys)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads