MK Nilai Judicial Review UU KY Salah Alamat
Selasa, 09 Mei 2006 18:34 WIB
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membawa perkara kasus FX Cahyo Baroto yang memohon judicial review UU No. 5/2004 tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU No. 22/2004 tentang Komisi Yudisial (KY) ke Sidang Pleno. Soalnya, MK menilai permohonan yang diajukan Cahyo justru mempertanyakan surat edaran MA dan bukan kedua UU itu. MK menilai permohonan Cahyo salah alamat.Walau dinilai salah alamat dan MK sudah meminta perbaikan permohonan kepada pemohon. Dan pemohon selalu kembali lagi menjelaskan bahwa yang menjadi persoalan itu soal surat edaran MA tentang larangan hakim pengadilan untuk diperiksa serta soal pengawaan hakim.Akhirnya, Sidang Panel MK yang diketuai I Dewa Gede Palguna memutuskan akan membawa perkara itu ke dalam sidang pleno MK.Demikian disampaikan Palguna dalam sidang perkara tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (9/5/2006).Dalam persidangan sebelumnya pada tanggal 20 April, FX Cahyo dan kuasa hukumnya, Azis Ali Tjasa, menyatakan, hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh suatu putusan perdata yang telah memiliki putusan PK MA dan telah dilakukan ekseskusi. Namun, perkara itu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilakukan eksekusi yang kedua kalinya, sehingga menimbulkan eksekusi yang tumpang tindih.Ceritanya, sekitar tahun 1984 ada sengketa tanah yang terletak di Jalan Gatot Subroto antara orangtua Cahyo dengan pihak lain. Sampai di tingkat peninjauan kembali (PK), pihak orangtua Cahyo menang dan PN Jakarta Pusat membuat penetapan untuk eksekusi. Uniknya, setahun setelah itu, PN Jakarta Pusat membuat penetapan baru untuk mengeksekusi tanah, kali ini untuk pihak yang sebelumnya kalah dalam perkara tersebut.Merasa dipermainkan, Cahyo melaporkan hakim PN Jakarta Pusat ke Kepolisian. Namun demikian, pihak Kepolisian akhirnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).Dari keterangan Cahyo diketahui alasan penerbitan SP3 oleh Kepolisian karena terbitnya Surat Edaran MA 4/2002 tentang Pejabat Pengadilan yang Melaksanakan Tugas Yustisial Tidak Dapat Diperiksa, Baik Sebagai Saksi Atau Tersangka Kecuali yang Ditentukan oleh UU.Karena yang dipersoalkan ternyata surat edaran ini, MK justru menanyakan kepada pemohon apakah sudah pernah berupaya untuk melakukan permohonan judicial review kepada MA dan KY. Sayangnya, pemohon justru hanya mengajukan surat permohonan biasa bukan permohonan untuk judicial review.Dalam kesempatan itu, hakim konstitusi yang lain, I Dewa Gede Palguna, mengingatkan jika perkara yang serupa (No.017/PUU-III/2005) pernah diajukan ke MK. Saat itu, perkara No.017/PUU-III/2005 tersebut MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard).Dalam siding juga hakim konstitusi sempat menyarankan agar, bila ada dugaan KKN dalam putusan perkara yang dialami pemohon disalurkan ke KPK. Selain itu, juga pemohon untuk berupaya melakukan judicial review atas surat edaran MA ke MA.Alasannya, tidak berwenang melakukan pengujian selain UUD atau UU. Bila UU dan di bawah tingkat UU, MA yang berwenang.
(mar/)